Penjara di Negara Ini Kosong, Malah Diubah Jadi Hotel
Negara ini mencatat penurunan yang signifikan dalam jumlah tahanan penjara, bertentangan dengan tren global yang menunjukkan peningkatan.
Di tengah meningkatnya jumlah tahanan penjara di berbagai negara, Belanda justru mencatat penurunan yang signifikan. Penjara-penjara yang kini kosong di negara ini telah dialihfungsikan menjadi hotel atau pusat budaya, menandakan adanya perubahan paradigma dalam penanganan kejahatan.
Apakah ini menunjukkan keberhasilan Belanda dalam mengatasi masalah kejahatan? Di sisi lain, negara-negara seperti Amerika Serikat, China, Turki, dan Brasil mengalami peningkatan jumlah tahanan. Namun, Belanda menunjukkan tren yang berbeda. Pertanyaan yang muncul adalah, apa yang menyebabkan penurunan jumlah tahanan penjara di Belanda? Apakah ini merupakan indikasi keberhasilan negara Kincir Angin ini dalam memerangi kejahatan?
-
Bagaimana Penjara Koblen beralih fungsi? Mengutip publication.petra.ac.id, Penjara Koblen beberapa kali mengalami pergantian kepemilikan dan fungsi.Awalnya, Pemerintah Belanda memfungsikan bangunan seluas 3,8 hektare ini sebagai basis militer sekaligus asrama tentara Belanda.
-
Dimana penjara ditemukan? Arkeolog mengumumkan penemuan penjara dalam toko roti di reruntuhan kota kuno Pompeii di Italia.
-
Kapan bendera Belanda dirobek di Hotel Majapahit? Tempat Bersejarah Atap bangunan hotel jadi saksi perjuangan arek-arek Suroboyo merobek bendera Belanda Merah Putih Biru menjadi Merah Putih pada 19 September 1945.
-
Kenapa Penjara Koblen jadi cagar budaya? Menimbang nilai sejarah serta usia bangunan, Penjara Koblen ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh Pemkot Surabaya dengan nomor SK 188.45/251/402.1.04/1996.
-
Bagaimana cara hotel itu diurus sekarang? Kini wisma itu diakuisisi oleh Bapak Samuel Sugito dan namanya diubah menjadi 'Wisma Kaliurang'.
-
Bagaimana KM Kelud disulap menjadi hotel? Sebanyak 2.100 kursi nantinya akan diubah menjadi tempat tidur serta ketambahan kamar tidur sebanyak 500 unit.
Berdasarkan pantauan dari beberapa hasil penelitian dan statistik oleh DW Indonesia, studi yang dilakukan oleh Universitas Leiden (Belanda) dan Portsmouth (Inggris) menunjukkan bahwa jumlah tahanan di Belanda menurun dari 94 per 100.000 penduduk menjadi 51 per 100.000 penduduk antara tahun 2005 hingga 2016. Meskipun penurunan ini tidak berlanjut secara signifikan, data dari Eurostat menunjukkan bahwa angka tersebut tetap stabil pada tingkat rendah, yaitu 54 tahanan per 100.000 penduduk pada tahun 2021 dan 2022.
Belanda tercatat sebagai salah satu dari sedikit negara yang mengalami penurunan jumlah tahanan penjara, bersamaan dengan Jerman, Liechtenstein, dan beberapa negara Eropa Timur lainnya. Namun, penurunan yang terjadi di Rusia, yang mencapai 59% sejak tahun 2000, lebih terkait dengan alasan militer ketimbang reformasi peradilan. Platform data World Prison Brief (WPB) juga mengidentifikasi tren serupa di negara-negara seperti Jerman, Liechtenstein, Bulgaria, Republik Ceko, Rumania, dan negara-negara Baltik.
Dengan demikian, fenomena ini menunjukkan bahwa Belanda telah mengambil langkah-langkah yang berbeda dalam menangani kejahatan, yang mungkin dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain yang menghadapi masalah serupa.
Mengapa tingkat tahanan di Belanda tergolong rendah?
Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap penurunan jumlah tahanan di Belanda antara lain adalah kebijakan hukum yang lebih lunak, penurunan tingkat kejahatan, dan peningkatan efisiensi sistem peradilan.
Misalnya, jumlah hukuman penjara yang dijatuhkan oleh pengadilan Belanda mengalami penurunan yang signifikan, dari 8.305 kasus pada tahun 2005 menjadi 4.540 pada tahun 2015. Penurunan ini mencakup berbagai jenis kejahatan, termasuk kejahatan properti, kekerasan, dan narkoba.
Profesor Francis Pakes dari Universitas Portsmouth mengungkapkan bahwa "penurunan jumlah tahanan tidak semata-mata disebabkan oleh berkurangnya tindakan kejahatan." Selain itu, terdapat lebih sedikit kasus yang dituntut atau diselidiki, dan data statistik yang ada tidak menggambarkan keseluruhan situasi. Salah satu faktor penting lainnya adalah penurunan jumlah tahanan pra-persidangan.
Penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2005, terdapat 21.029 tahanan di penjara Belanda, yang kemudian turun 37% menjadi hanya 13.350 pada tahun 2016. Selama periode 2005 hingga 2016, jumlah kejahatan yang terdaftar di Belanda juga mengalami penurunan dari 1,35 juta menjadi 930.000 kasus. Kejahatan terhadap properti menurun sebanyak 216.000 kasus (-27%), dan terjadi pengurangan sebanyak 32.000 kasus pada tindak kekerasan (-26%).
Namun, penurunan paling besar terlihat pada kejahatan vandalisme dan gangguan ketertiban umum, yang turun hingga 50%, serta kejahatan terkait narkoba yang menurun sebesar 31%. Pada tahun 2018, tingkat kejahatan di Belanda mencapai rekor terendah, dengan hanya 770.000 pelanggaran yang terdaftar. Meskipun demikian, angka tersebut mengalami peningkatan kembali, mencapai 798.000 pada tahun 2022.
Perubahan dalam sistem peradilan
Sejak tahun 2006, jaksa penuntut umum di Belanda telah diberikan kewenangan untuk menangani sejumlah kasus tanpa perlu melibatkan hakim. Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses peradilan serta mengurangi beban kerja para hakim.
Dengan adanya perubahan ini, lebih banyak kasus dapat diselesaikan melalui hukuman non-penahanan, seperti denda atau kerja sosial. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Judith van Valkenhoef dan Edward van der Torre pada tahun 2017 menunjukkan bahwa statistik yang ada mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan keberhasilan sistem peradilan di Belanda.
Studi mereka mengungkapkan adanya masalah lain, seperti ketidakefisienan dalam investigasi oleh pihak kepolisian dan kegagalan jaksa penuntut untuk membawa pelaku ke pengadilan. Selain itu, pengaruh mafia narkoba yang semakin meningkat di Belanda juga menjadi perhatian serius. Walaupun penurunan jumlah tahanan di Belanda dapat dianggap sebagai suatu pencapaian, tantangan yang dihadapi, termasuk efisiensi dalam investigasi dan penanganan kasus narkoba, tetap harus diatasi.
Penurunan tingkat kejahatan dan reformasi dalam sistem peradilan memberikan peluang bagi Belanda untuk menjadi contoh dalam penanganan kejahatan; namun, hal ini harus diimbangi dengan upaya untuk menangani masalah yang tersembunyi dan dapat mengancam keberlanjutan sistem tersebut.