Satelit AS Meledak di Luar Angkasa, Jutaan Sampah Penuhi Orbit Bumi
Angkatan Antariksa Amerika Serikat (US Space Force) saat ini sedang memantau 20 fragmen puing yang berasal dari satelit yang mengalami kerusakan.
Satelit Boeing menambah sampah antariksa di orbit Bumi setelah terjadi ledakan pada 19 Oktober 2024. Ledakan ini tidak terduga dan disebabkan anomali yang saat ini masih dalam proses penyelidikan.
Menurut laporan Science Alert, Kamis (24/10/2024), Angkatan Antariksa Amerika Serikat (US Space Force) sedang melacak sekitar 20 potongan puing dari satelit yang meledak tersebut. Perusahaan ExoAnalytic Solutions juga mencatat terdapat 57 puing yang terdeteksi dari satelit ini.
-
Bagaimana partikel sampah satelit mencemari udara di stratosfer? Ketika pesawat NASA terbang di ketinggian di atas Alaska dan daratan Amerika Serikat untuk mengambil sampel kimia dari udara tipis di stratosfer, sensor sensitif di hidung pesawat menganalisis senyawa kimia yang aneh.
-
Di mana sampah luar angkasa bertebaran? Mengutip Space, Minggu, (17/12), menurut Badan Antariksa Eropa (ESA), pada November lalu terdapat 35.610 keping puing luar angkasa yang berukuran lebih dari 4 inci.
-
Bagaimana sampah luar angkasa bisa terjadi? Sebenarnya, ada tiga pemicu bagaimana sampah luar angkasa bisa terjadi. Bisa jadi ada tabrakan antara satelit dengan satelit lainnya. Adanya puing-puing angkasa atau satelit mati yang terabaikan juga bisa menjadi penyebab lainnya. Terakhir, adanya asteroid atau meteorit mikro yang tanpa diprediksi menghantam satelit juga bisa menjadi penyebab.
-
Dimana letak sampah luar angkasa? Laporan dari Earth How, Sabtu (21/10) menyatakan bahwa jumlah sampah luar angkasa lebih dari 5500 ton. Jarak sampah luar angkasa ini beragam, dimulai dari 700 hingga 360.000 kilometer di atas permukaan Bumi.
-
Dimana sampah luar angkasa berada? Melansir dari situs BGR, Minggu, (2/9), menurut Badan Antariksa Eropa, Bumi ini dikelilingi oleh 26.500 keping puing dengan lebar 4 inci.
-
Apa yang ditangkap Satelit NASA? Salah satu foto yang tertangkap oleh Satelit observasi NASA dan United States Geological Survey (USGS), menangkap potret sisa banjir dari zaman es kuno yang terjadi pada 10.000 hingga 20.000 tahun lalu.
Dalam keterangan The Boeing Company pada Kamis (24/10/2024), satelit yang mengalami ledakan adalah IS-33e, yang dioperasikan oleh Intelsat di Amerika Serikat. Sebelumnya, satelit ini berfungsi di orbit geostasioner untuk menyediakan layanan telekomunikasi, penyiaran, dan layanan lainnya bagi pengguna di Bumi. Diketahui IS-33e pernah mengalami masalah dengan pendorong utamanya, yang menyebabkan penundaan peluncurannya pada Januari 2017.
Masalah lebih lanjut dengan pendorong saat pengujian di orbit mengakibatkan pengurangan masa pakai satelit tersebut. IS-33e merupakan satelit kedua yang diluncurkan sebagai bagian dari platform satelit EpicNG, yang Boeing sebut sebagai generasi baru. Satelit pertama dari generasi ini juga telah mengalami kegagalan sistem pendorong dan dinyatakan tidak dapat diselamatkan oleh Intelsat pada April 2019. Penyebab kegagalan tersebut meliputi hantaman meteorid kecil dan aktivitas matahari.
Dengan bertambahnya jumlah puing ini, tantangan dalam pengelolaan ruang angkasa dan keamanan satelit yang masih beroperasi semakin meningkat. Pada tahun 2021, Jaringan Pengawasan Luar Angkasa Amerika Serikat melaporkan adanya lebih dari 15.000 puing luar angkasa yang memiliki ukuran lebih dari 10 sentimeter. Diperkirakan juga terdapat sekitar 200.000 puing berukuran antara 1 hingga 10 sentimeter, serta jutaan puing yang lebih kecil dari 1 sentimeter.
Objek yang mengorbit Bumi bergerak dengan kecepatan tinggi, mencapai hingga 8 kilometer per detik, yang meningkatkan risiko tabrakan dengan puing-puing kecil. Bahkan, serpihan yang lebih kecil dari 1 milimeter dapat merusak pesawat ruang angkasa. Sebagai contoh, jendela pesawat ulang-alik sering mengalami kerusakan akibat benturan dengan puing-puing kecil tersebut.
Sindrom Kessler
Para peneliti mengingatkan, sampah antariksa dapat memicu ancaman yang dikenal sebagai Sindrom Kessler. Konsep ini pertama kali diajukan ilmuwan NASA, Donald Kessler, bersama Burton Cour-Palais. Dalam laporan yang dirilis NASA pada Kamis (24/10/2024), mereka berpendapat jika manusia terus mengirimkan lebih banyak pesawat luar angkasa ke ruang angkasa, maka akan ada masalah serius akibat semakin padatnya pesawat luar angkasa di sekitar Bumi.
Hal ini akan meningkatkan kemungkinan terjadinya tabrakan. Tabrakan tersebut akan menghasilkan lebih banyak puing-puing yang dapat memicu reaksi berantai. Fenomena ini dikenal dengan nama Sindrom Kessler, yang diambil dari nama peneliti yang pertama kali mengemukakan masalah ini pada tahun 1978.
Para ilmuwan khawatir Sindrom Kessler akan menjadi kenyataan. Beberapa ahli bahkan meyakini masalah ini hanya tinggal menunggu waktu hingga benar-benar terjadi. Saat ini, lebih dari 10 ribu satelit sedang mengorbit Bumi. Selain itu, terdapat lebih dari 100 triliun potongan satelit tua yang masih mengelilingi planet kita.
Beberapa dari potongan tersebut kadang-kadang jatuh ke atmosfer Bumi dan terbakar seiring berjalannya waktu. Kessler menjelaskan, ketika jumlah puing-puing di orbit tertentu mencapai 'massa kritis', tabrakan akan dimulai meskipun tidak ada objek baru yang diluncurkan ke orbit tersebut. Ia memperkirakan, diperlukan waktu antara 30 hingga 40 tahun untuk mencapai titik kritis ini.
Saat ini, beberapa pakar memperkirakan bahwa kita sudah berada pada titik kritis di orbit rendah Bumi, sekitar 900 hingga 1.000 kilometer. Ancaman nyata dari situasi ini dapat dilihat dari insiden-insiden yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir, seperti tabrakan antara satelit Rusia yang dinonaktifkan dengan satelit AS pada tahun 2009. Pada tahun 2021, Rusia juga melakukan uji coba dengan menghancurkan salah satu satelitnya sendiri, yang mengakibatkan astronaut di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) harus melakukan prosedur darurat.
Jika tabrakan antara satelit dan puing-puing terjadi berulang kali, kondisi akan semakin memburuk. Sindrom Kessler dapat menyebabkan gangguan besar terhadap jaringan internet dan WiFi. Tanpa keberadaan satelit di angkasa, ponsel tidak akan berfungsi, dan gangguan ini juga dapat mempengaruhi TV serta layanan GPS.