Waspadai Dampak Psikologi karena Jaga Jarak Sosial Selama Pandemi Corona
Merdeka.com - Praktik saling jaga jarak fisik dan isolasi diri adalah bagian penting dari upaya mengurangi penyebaran virus corona dan diharapkan dapat menekan jumlah kematian akibat penyakit ini.
Sama pentingnya dengan menjaga upaya ini tetap berjalan sesuai rencana, juga penting untuk mengenali efek psikologis yang dapat terjadi pada orang.
Manusia adalah makhluk sosial. Seperti semua hewan sosial, manusia telah berevolusi selama ribuan tahun untuk bergantung pada interaksi sosial yang kompleks dengan yang ada dalam spesies manusia sendiri.
-
Bagaimana Homo sapiens beradaptasi dengan lingkungan? Homo sapiens selama hidup ratusan ribu tahun lalu telah berhasil beradaptasi dengan beragam lingkungan, mulai dari gurun yang panas hingga hutan lebat, serta kutub yang beku.
-
Bagaimana Homo Sapiens beradaptasi dengan lingkungan? Homo sapiens selama hidup ratusan ribu tahun lalu telah berhasil beradaptasi dengan beragam lingkungan. Mulai dari gurun yang panas hingga hutan lebat, serta kutub yang beku.
-
Kapan evolusi manusia terjadi? Para ilmuwan sedang menjajaki kemungkinan-kemungkinan evolusi manusia di tahun 3000-an.
-
Apa ciri khas Homo Sapiens? Homo Sapiens memiliki ciri-ciri anatomis seperti tengkorak berdahi tinggi, rahang lebih ringan, dan tubuh yang lebih gracile daripada spesies manusia primitif lainnya.
-
Bagaimana manusia berevolusi saat dinosaurus? Dalam pemikiran ini, ia mengusulkan apa yang disebutnya sebagai 'hipotesis longevity bottleneck,' sebuah teori yang mendukung gagasan bahwa mamalia, termasuk manusia, masih terikat oleh pembatas genetik yang berasal dari masa era dinosaurus.
-
Apa ciri khas Homo sapiens? Ciri-ciri pertama Homo sapiens adalah anatomi bipedal mereka, yang berarti bahwa mereka berjalan dengan dua kaki dan berdiri tegak.
"Ini telah menjadi bagian penting dari evolusi kita dan membentuk dasar dari sebagian besar masyarakat," tulis dokter di NHS Inggris, Dr Amir Khan, dilansir dari Aljazeera, Rabu (15/4).
Ketika pembatasan sosial semakin ketat diberlakukan, para ahli kesehatan mental memperingatkan bahwa kehilangan koneksi penting ini bisa datang dengan risiko psikologis yang tinggi.
Ada perbedaan antara terisolasi secara sosial dan kesepian.
Keterasingan sosial adalah pemisahan fisik objektif dari orang lain - sebut saja, hidup sendiri - sementara kesepian adalah perasaan tertekan subyektif karena sendirian atau terpisah.
Ada orang yang merasa kesepian saat berada di tengah orang lain, dan ada juga orang yang sendirian namun tidak merasa kesepian.
"Tapi kesepian bukan hanya perasaan; itu adalah peringatan biologis dari tubuh Anda untuk mencari orang lain. Koneksi manusia penting untuk bertahan hidup dan berkembang, dan tubuh Anda mengetahui hal ini," jelas Khan.
Jaga jarak sosial dan isolasi diri secara fisik yang telah diterapkan untuk membatasi penyebaran virus corona mengakibatkan peningkatan jumlah orang yang merasa kesepian.
Jauh sebelum pandemi ini, kesepian telah dikaitkan dengan sejumlah masalah kesehatan.
Mimpi Buruk
Ada laporan anekdotal tentang orang yang mengalami mimpi buruk atau kesulitan tidur sebagai akibat dari stres di tengah pandemi virus corona.
Menurut Khan, ini bukan hal mengejutkan. Berdasarkan penelitian terhadap fenomena ini, apa pun yang dapat menyebabkan kecemasan atau stres akan meningkatkan risiko seseorang mengalami mimpi buruk.
"Trauma dan kejadian-kejadian yang mengganggu juga dapat memiliki efek yang sama pada tidur dan mimpi Anda," tulisnya.
Kesendirian
Lansia sangat rentan selama masa isolasi. Penelitian telah mengaitkan isolasi sosial dan kesepian pada lansia dengan risiko lebih tinggi dari berbagai kondisi fisik dan mental, serta penurunan kognitif dan penyakit Alzheimer, bahkan kematian yang lebih dini.
Diperkirakan bahwa orang lanjut usia yang kesepian tidak terlibat dalam kegiatan seperti percakapan dengan orang lain, menghabiskan lebih sedikit waktu di luar rumah dan kurang aktif secara fisik daripada rekan-rekan mereka yang tidak kesepian, dan semua ini menyebabkan tekanan mental yang signifikan yang dapat menyebabkan peningkatan tingkat Demensia Alzheimer.
'"Efek isolasi sosial tidak terbatas pada orang tua. Dengan lebih sedikit orang yang berpelukan dan saling menyapa selama pandemi, kita kehilangan satu lagi dari koneksi manusia kita yang esensial - sentuhan," jelasnya.
Depresi dan kecemasan
Sentuhan manusia melepaskan hormon dalam tubuh yang disebut oksitosin. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa kadar oksitosin yang lebih rendah telah menghasilkan tingkat stres dan kecemasan yang lebih tinggi.
Kondisi kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan juga lebih umum di antara mereka yang mengisolasi diri selama pandemi.
Khan mengutip Aliansi Kesehatan Masyarakat Eropa yang menyatakan: "Perasaan kesepian dan isolasi sosial, yang meningkat akibat krisis kesehatan masyarakat saat ini, dapat memiliki konsekuensi kesehatan yang parah bagi sejumlah kelompok sosial ekonomi."
"Lebih jauh, membatasi akses ke kegiatan sehari-hari yang normal, tidak hanya bekerja, tetapi interaksi sosial yang normal dengan orang lain memicu masalah kesehatan mental, dan melemahkan kesehatan fisik bagi mereka yang sudah berjuang untuk mempertahankan kesehatan dan kesejahteraan yang baik."
Konsultasi Dokter
Orang-orang bergantung pada rutinitas untuk kesehatan mental mereka. Ini mungkin termasuk hal-hal seperti pergi bekerja, membawa anak-anak ke sekolah atau pergi ke pusat kebugaran.
Ketika rutinitas mereka dibatasi dan mereka dipaksa melakukan isolasi - dengan ancaman tambahan menjadi sakit parah akibat virus - ada bahaya nyata yang timbul karena masalah kesehatan mental.
"Sebagai seorang dokter, saya mengalami peningkatan jumlah panggilan dari pasien saya tentang kesehatan mental mereka. Orang dengan masalah kesehatan mental yang ada mendapati situasi saat ini sangat sulit, dan penting bagi mereka untuk berbicara dengan ahli kesehatan mengenai hal itu," jelasnya.
Khan mengatakan, hal yang tidak diinginkan setelah pandemi berakhir adalah banyak orang yang menderita masalah kesehatan mental.
"Jika Anda sedang berjuang mengatasi kesehatan mental Anda, segera konsultasi dengan petugas kesehatan," pungkasnya.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sebuah studi menunjukkan ternyata punya teman sedikit bisa membuat seseorang lebih sehat? Benarkah begitu? Kita simak bersama ya.
Baca SelengkapnyaEvolusi Manusia Masih Kalah Cepat dengan Perubahan Budaya Modern, Dampaknya Ini yang Terjadi
Baca SelengkapnyaSecara umum, manusia menjadi baik atau jahat sangat tergantung dari kondisi lingkungan sekitarnya.
Baca SelengkapnyaProses evolusi Homo Sapiens dimulai sekitar lebih dari 200.000 tahun yang lalu.
Baca SelengkapnyaMerdeka.com merangkum informasi tentang 8 ciri-ciri Homo sapiens yang membedakan mereka dari spesies manusia lainnya.
Baca SelengkapnyaDisiplin ini berusaha untuk memahami manusia sebagai makhluk sosial yang hidup dalam masyarakat dan budaya tertentu.
Baca SelengkapnyaBanyak orang tidak bisa melewatkan waktu tanpa bergosip atau ghibah tentang orang lain.
Baca SelengkapnyaPada saat seseorang kelelahan akibat terlalu banyak bersosialisasi, penting untuk melakukan pemulihan yang tepat.
Baca SelengkapnyaPenemuan ini menunjukkan virus mungkin memainkan peran lebih besar dalam evolusi kita daripada yang kita sadari.
Baca SelengkapnyaBahasa telah ada delapan kali lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya.
Baca SelengkapnyaHasil yang mengejutkan dijelaskan ilmuwan dengan model komputerisasi.
Baca SelengkapnyaTernyata ini alasan mengapa umur manusia mungkin tak bisa sepanjang beberapa dinosaurus.
Baca Selengkapnya