Jadi Saksi Hidup Perjalanan Karir, Kesehatan Istri Jenderal Sayidiman Menurun di Masa Pergantian Jabatan Suaminya
Setelah Sayidiman dicopot jabatan, Sri Suharyati dikabarkan mengalami penurunan pada kondisi kesehatannya setelah peristiwa itu.
Karir militer Letnan Jenderal (Purn.) Sayidiman Suryohadiprodjo harus berakhir akibat kontroversi Malari 1974. Sang Istri yang jadi saksi perjuangan mengalami penurunan kesehatan setelahnya.
Jadi Saksi Hidup Perjalanan Karir, Kesehatan Istri Jenderal Sayidiman Menurun di Masa Pergantian Jabatan Suaminya
Letnan Jenderal (Purn.) Sayidiman Suryohadiprodjo, salah satu jenderal Orde Baru yang pernah berkiprah dalam dunia militer Indonesia. Ia terpaksa lengser dari jabatannya, lalu pindah ke Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas).
Kejadian ini berawal setelah Presiden Soeharto menerima laporan dari Deputi III (Penggalangan) Bakin, Mayor Jenderal Ali Moertopo, yang mengindikasikan keterlibatan Sayidiman dalam Peristiwa Malapetaka 15 Januari (Malari) tahun 1974.
-
Siapa istri prajurit TNI ini? Bukan dengan wanita asli Papua, Ia berpacaran dengan wanita asal Pekanbaru, Riau.
-
Apa yang dilakukan oleh istri anggota TNI? Setelah dinikahi Letkol Inf Nur Wahyudi pada 2022 lalu, Juliana Moechtar menjabat sebagai Ketua Persit dan Ketua Yayasan Cabang XIX Siliwangi.
-
Bagaimana istri Kombes Hengki Haryadi mendukung karirnya? Untuk mendukung suaminya yang tercinta, Ibu Intan Hengki juga aktif sebagai ketua Bhayangkari di wilayah Jakarta Barat kala itu. Ia terlibat dalam berbagai kegiatan sosial yang erat kaitannya dengan perempuan dan anak-anak. Salah satu program yang telah dijalani oleh Ibu Intan Hengki adalah sosialisasi tentang pentingnya hidup sehat melalui deteksi dini kanker.
-
Siapa yang mengalami masalah kesehatan? Batuk kering dan sesak napas dialami Kama, putra bungsu Zaskia Adya Mecca.
-
Bagaimana prajurit TNI itu bertemu dengan istrinya? Lebih lanjut ia menceritakan bahwa awal perkenalan keduanya bermula dari media sosial. Menariknya selama berpacaran 3 tahun mereka hanya bertemu satu kali saja di kehidupan nyata.'Kenalnya di media sosial. Cuma 1 kali (ketemu selama tiga tahun pacaran),' timpal dia menceritakan.
-
Apa yang dilakukan istri pejabat BPN? Sang istri selalu mengunggah gaya hedonisme bak sultan. Dalam akunnya, istri Sudarman kerap jalan-jalan keluar negeri.
Momen ini menjadi titik balik bagi Sayidiman, yang harus berjuang melalui intrik politik yang berujung pada pencopotan kedudukannya. Bahkan, istrinya, Sri Suharyati, juga harus merasakan pahitnya melihat suaminya tersisih dari karir militernya.
Meski, Sayidiman legowo dalam menghadapi kenyataan itu. Sri Suharyati dikabarkan mengalami penurunan pada kondisi kesehatannya setelah peristiwa itu.
Awal Mula Perjalanan Hidup Bersama, Sayidiman dan Sri Suharyati
Pada tanggal 6 Juli 1958, Sayidiman yang masih berpangkat Kapten dan menjabat sebagai Komandan Batalyon 309/Siliwangi, memutuskan untuk menjalani pernikahan dengan seorang wanita pilihan hatinya. yaitu Sri Suharyati.
Seorang perempuan kelahiran Purwodadi, Purworejo, dan merupakan anak dari seorang Brigjen (Pol.) R. Djatioetomo. Dari ikatan pernikahan mereka, terlahir lima orang anak, dua laki-laki dan tiga perempuan.
Pernikahan Sayidiman dan Sri Suharyati pada tahun 1958 menciptakan keluarga yang penuh dengan harapan dan kebahagiaan.
Sampai pada suatu ketika....
Sayidiman dicopot dari jabatannya dan mendapatkan beberapa pemindahan dinas. Hal itu membuat banyak perubahan dalam hidupnya.
Kesehatan Sri Suharyati Mulai Menurun Usai Sayidiman Diberhentikan dari Militer
Setelah Sayidiman dicopot dari jabatannya dan dipindahkan ke Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) sebagai gubernur, kehidupan keluarganya mengalami perubahan dramatis. Sri Suharyati, istri Sayidiman, mengalami penurunan fisik yang signifikan.
Menurut pengakuan Sayidiman, kondisi kesehatan istrinya disebabkan oleh dampak emosional akibat perlakuan tidak adil yang diterima oleh suaminya. Situasi ini mencerminkan bagaimana intrik politik dan ketegangan dalam lingkup militer berdampak langsung pada kehidupan pribadi dan kesejahteraan anggota keluarga.
Sri Suharyati, sebagai istri setia Sayidiman, harus merasakan dampak negatif dari peristiwa tersebut.
Yang lebih mengejutkan lagi, Sri Suharyati mengalami sakit yang terbilang langka dan tidak bisa.
Penyakit Sri Suharyati Bukan Penyakit Biasa
Sri Suharyati mengalami penyakit yang cukup langka dan aneh, yakni produksi berlebihan sel darah merah (hemoglobin) di tubuhnya. Akibat dari kondisi ini, sel darah merah yang berlebihan ini menggumpal di pusat syaraf.
Akibatnya, tubuh sebelah kanan alami kelumpuhan dan kehilangan kemampuan berbicara. Sayidiman, suaminya, kemudian mengetahui bahwa penyakit ini dikenal sebagai Polycythemia Vera.
Pengobatan Sri Suharyati yang Diperjuangkan Sebelum Akhirnya Wafat
Sayidiman, berjuang untuk mencari pengobatan yang efektif bagi istrinya. Meskipun telah menjalani berbagai upaya pengobatan di dalam negeri, hasilnya masih belum memuaskan. Namun, suatu kesempatan besar datang dalam hidup Sayidiman ketika ia diangkat sebagai duta besar Indonesia untuk Jepang pada tahun 1978. Presiden Soeharto berkomitmen untuk memberikan dukungan penuh kepada keluarga Sayidiman, khususnya dalam hal upaya pengobatan Sri Suharyati.
Ia berjanji bahwa pemerintah Indonesia akan membantu untuk memastikan bahwa Sri Suharyati dapat mendapatkan perawatan medis yang lebih baik di Jepang. Namun, pada 1 Juni 1994, Sri Suharyati meninggal dunia.
Mengenal Polycythemia Vera, Penyakit yang Menimpa Sri Suharyati
Mengutip dari liputan6.com, Polycythemia Vera (PV) adalah gangguan darah yang berasal dari perubahan genetik pada sumsum tulang. PV mengakibatkan produksi sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit yang berlebihan, menyebabkan kepadatan darah yang meningkat.
Kondisi ini tidak diwariskan dan perkembangannya cenderung lambat selama bertahun-tahun. Faktor-faktor seperti tingginya kadar kolesterol dan diabetes juga bisa mempengaruhi perkembangan PV.
PV terjadi ketika sel-sel sumsum tulang mengalami mutasi genetik yang menyebabkan produksi sel darah merah yang berlebihan. Hal ini dapat mengakibatkan darah yang lebih tebal dan meningkatkan risiko pembentukan gumpalan darah. kadar kolesterol yang tinggi dan diabetes bisa menjadi faktor penyebabnya.
Apa itu peristiwa Malari dan apa penyebabnya?
Peristiwa Malari, singkatan dari Malapetaka 15 Januari, yakni tindakan protes dari sejumlah mahasiswa di Indonesia. Protes ini adalah reaksi terhadap kebijakan pemerintah yang mengizinkan masuknya investasi asing ke Indonesia.
Para mahasiswa merasa kebijakan ini memberikan peluang besar bagi korupsi dan penyalahgunaan wewenang di tingkat pemerintahan. Selain itu, perasaan ketidakpuasan muncul karena dampak masuknya produk Jepang yang melimpah ke pasar Indonesia, yang dianggap merugikan industri lokal.
Berapa Korban Peristiwa Malari?
Kerusuhan Malari meletus pada saat yang tidak terduga. Awalnya berlangsung dengan damai tapi tiba-tiba berubah menjadi adegan kekerasan yang mencekam. Aparat keamanan terpaksa mengambil tindakan drastis dengan menembakkan peluru ke arah para demonstran.
Peristiwa tragis ini menyebabkan tewasnya 11 orang, 137 lainnya mengalami luka-luka, dan 750 orang ditangkap oleh pihak berwenang, termasuk Hariman Siregar.
Kerusuhan Malari merupakan salah satu babak kelam dalam sejarah perjuangan dan ketegangan politik Indonesia pada masa Orde Baru.
Siapa Dalang Peristiwa Malari?
Peristiwa Malari melibatkan peran Jenderal Ali Moertopo yang menunjukkan ketegangan dan politik yang kompleks saat itu. Dalam konteks peristiwa Malari, Jenderal Ali Moertopo mengemukakan teori konspirasi bahwa pelaku peristiwa ini adalah eks anggota PSI (Partai Sosialis Indonesia) dan eks Masyumi, yang dianggap sebagai kelompok ekstrem kanan.
Ali Moertopo menuduh kelompok-kelompok ini adalah dalang di balik peristiwa Malari, yang menciptakan kekacauan dan kerusuhan di Jakarta.
Teori konspirasi seperti ini sering digunakan untuk menyalahkan dan mengkriminalisasi kelompok tertentu sebagai kambing hitam dalam peristiwa politik.
Dimana tempat terjadinya peristiwa Malari?
Peristiwa Malari terjadi bertepatan dengan kunjungan Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka, ke Jakarta. Kunjungan ini bertujuan untuk membahas investasi Jepang di Indonesia.
Para mahasiswa berencana menyambut kedatangan Tanaka dengan melakukan aksi protes di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.
Demonstrasi tersebut akhirnya berubah menjadi kerusuhan dengan dampak serius.