Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Bung Hatta Sindir Sukarno: Bukan Persatuan tapi Persatean

Bung Hatta Sindir Sukarno: Bukan Persatuan tapi Persatean Hatta, Sukarno dan Sjahrir saat era revolusi. IPPHOS©2022 Merdeka.com

Merdeka.com - Hatta mengkritik persatuan model Sukarno. Kritik keras itu dilayangkan melalui tulisan dengan tajuk "Persatuan Ditjari, Per-sate-an Jang Ada"

Siapa yang tidak kenal dengan julukan 'Dwitunggal'. Julukan yang melekat pada dua sekawan bapak proklamator, Sukarno dan Mohammad Hatta. Dwitunggal diartikan dua yang menjadi satu.

Keduanya tidak terpisahkan dalam memperjuangkan kemerdekaan republik. Bahkan, ketika Indonesia telah mencapai kemerdekaannya, Bung Karno dan Bung Hatta yang pertama kali menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Orang lain juga bertanya?

Kendati demikian, bukan berarti keduanya tidak memiliki perbedaan yang berujung perpecahan. Keduanya memiliki perbedaan latar belakang. Menurut sejarawan Ong Hok Ham, keduanya memiliki perbedaan karena dibentuk oleh pengalaman yang berbeda.

Tidak seperti Hatta yang berkaliber di luar negeri dan dikelilingi kelompok intelektual dalam Perhimpunan Indonesia, Bung Karno cenderung melakukan perjuangannya sendiri.

Pertama Kali Berbeda

Perbedaan keduanya mulai muncul pada periode 1920-an. Setidaknya begitu yang diungkapkan Marvis Rose dalam buku Indonesia Merdeka: Biografi Mohammad Hatta.

Bung Karno dan kelompok Perhimpunan Indonesia kerap kali berseberangan. Sukarno lebih suka dengan cara-cara penggalangan kekuatan massa. Sementara Hatta dan Sjahrir percaya pendidikan dan kaderisasi lebih penting dikembangkan.

Dalam buku Hatta: Jejak yang Melampaui Zaman, dijelaskan bagaimana sejarawan Ingleson mengamati perbedaan keduanya dalam memandang persatuan. Bung Karno lebih percaya bahwa pertengkaran partai-partai harus dihindari. Sedangkan Hatta meyakini partai-partai nasionalis akan semakin kuat dengan cara bersaing ide dan program.

Menurut Hatta, yang diperlukan bukanlah persatuan organisasi yang dikehendaki Sukarno. Melainkan persatuan seluruh kelompok nasionalis dalam tekad memperjuangkan kemerdekaan atas Belanda. Melalui tulisannya dalam harian Daulat Ra’jat, Hatta mengkritik persatuan model Sukarno.

Tulisan itu bertajuk 'Persatuan Ditjari, Per-sate-an Jang Ada'.

"Apa yang dikatakan persatuan sebenarnya tak lain dari per-sate-an. Daging kerbau, daging sapi, dan daging kambing disate jadi satu. Persatuan segala golongan ini sama artinya dengan mengorbankan asas masing-masing," tegas Hatta dalam harian Daulat Ra’jat 1932.

Dwitunggal jadi Dwitanggal

Dwitunggal terlihat 'Tanggal'. Bung Hatta mengesahkan Maklumat No. X tahun 1945. Maklumat tersebut berisi tentang sistem multipartai dan demokrasi parlementer yang akan diterapkan di Indonesia pasca kemerdekaan. Hal ini lantas ditolak oleh Bung Karno.

Pada periode 1950-an, perkelahian antar partai menjadi semakin liar. Bung Karno mengeluarkan sebuah pernyataan secara terbuka. "Terima kasih, Tuhan, bukan Sukarno yang menandatangani dekrit itu."

Puncaknya ketika Bung Karno mencanangkan konsep Demokrasi Terpimpin. "Marilah sekarang kita kubur semua partai," kata Bung Karno.

Hatta menanggapi pernyataan Bung Karno. Dalam tulisan Demokrasi Kita, Hatta mengecam yang dicanangkan Bung Karno. Menurutnya, bentuk itu tidak lain merupakan sebuah kediktatoran.

Bung Hatta Mundur

Perpecahan tidak terelakkan, Dwitunggal menjadi 'dwitanggal'. Begitu kata wartawan Mochtar Loebis. Tepat pada 20 Juli 1956, Hatta melayangkan sepucuk surat kepada DPR. Dia menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Presiden.

Tidak lagi aktif dalam pemerintahan, Hatta kerap kali mengkritik pemerintahan Bung Karno dalam harian Pikiran Rakjat. Tidak tahan dengan kritikan yang tajam itu, Bung Karno lantas membredel harian Pikiran Rakjat. Bahkan, dia juga membredel Majalah Islam Pandji Masyarakat yang memuat tulisan Hatta mengenai Demokrasi kita.

Meskipun keduanya berbeda secara gagasan dan pandangan. Namun, keduanya tetap aktif berhubungan dengan saling berkirim surat. Pertentangan merupakan hal yang wajar dalam kehidupan politik tetapi keduanya lekat seperti saudara kandung hingga akhir hayat menjemput Bung Karno pada tahun 1970.

Reporter Magang: Muhammad Rigan Agus Setiawan (mdk/noe)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Ini Kasus yang Membelit Hasto di Polda Metro Jaya hingga Ditertawakan Megawati
Ini Kasus yang Membelit Hasto di Polda Metro Jaya hingga Ditertawakan Megawati

Hasto juga mengaku ditertawai oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Baca Selengkapnya
Hasto: Soekarno dan Megawati Saja Didampingi Penasihat Hukum saat Diperiksa
Hasto: Soekarno dan Megawati Saja Didampingi Penasihat Hukum saat Diperiksa

PDI Perjuangan menjadikan Sekolah Partai sebagai tempat belajar menciptakan hukum.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Hasto PDIP Sindir Pidato Malin Kundang Prabowo, Sebut Satu Bulan Terakhir Sering Blunder
VIDEO: Hasto PDIP Sindir Pidato Malin Kundang Prabowo, Sebut Satu Bulan Terakhir Sering Blunder

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menanggapi pernyataan capres nomor urut dua Prabowo Subianto yang meminta untuk menghargai

Baca Selengkapnya
Bung Karno Dibuang ke Ende tapi Patungnya Berdiri di Boven Digoel, Gemala Hatta: Kok Bisa?
Bung Karno Dibuang ke Ende tapi Patungnya Berdiri di Boven Digoel, Gemala Hatta: Kok Bisa?

Patung Bung Karno berdiri di gerbang Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Yetetkun Boven Digoel. Keberadaannya dipertanyakan keluarga Bung Hatta.

Baca Selengkapnya
Sekjen PDIP Nilai Tragedi Kudatuli Harusnya Pelanggaran HAM Berat
Sekjen PDIP Nilai Tragedi Kudatuli Harusnya Pelanggaran HAM Berat

Menurut Hasto, pengungkapan tragedi Kudatuli diharapkan mampu menghilangkan kekuasaan yang menindas.

Baca Selengkapnya
Petisi 50 Simbol Perlawanan Intelektual pada Gaya Otoriter Soeharto
Petisi 50 Simbol Perlawanan Intelektual pada Gaya Otoriter Soeharto

Petisi dilakukan karena pidato Soeharto dianggap kontroversial.

Baca Selengkapnya
Hashim Muak Jokowi Diserang Isu Dinasti Politik: Yang Menyerang Dinasti Politik Pertama Indonesia!
Hashim Muak Jokowi Diserang Isu Dinasti Politik: Yang Menyerang Dinasti Politik Pertama Indonesia!

Hashim Djojohadikusumo muak dengan kritik isu dinasti politik kepada Jokowi.

Baca Selengkapnya
Deretan Jenderal Berani Tantang Soeharto
Deretan Jenderal Berani Tantang Soeharto

Sejumlah tokoh militer senior dan sipil kecewa. Mereka mempertanyakan sikap Soeharto yang menyeret ABRI sebagai alat kekuasaan.

Baca Selengkapnya
Bedah Buku Merahnya Ajaran Bung Karno, Hasto Sindir Kekuasaan untuk Kedaluatan Rakyat Diubah untuk Keluarga
Bedah Buku Merahnya Ajaran Bung Karno, Hasto Sindir Kekuasaan untuk Kedaluatan Rakyat Diubah untuk Keluarga

Hasto juga menyinggung bagaimana di Rangkasbitung ada sosok petani yang berani melawan kolonialisme Belanda.

Baca Selengkapnya