Dinilai Ramah Lingkungan, Ini Alat Penangkap Ikan Sukam yang Dipertahankan Warga Adat
Merdeka.com - Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, tak membuat masyarakat di Kampuang Pariak, Nagari Garagahan, Kecamatan Lubukbasung, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, meninggalkan tradisi leluhurnya. Terutama dalam menangkap ikan di sungai.
Kendati sudah banyak alat pancing modern yang canggih, mereka lebih tertarik menggunakan Sukam. Yaitu alat pemancingan tradisional yang dianggap efisien serta ramah lingkungan.
"Nenek moyang kami memakai alat tangkap sukam ini untuk menangkap ikan di sungai," ujar Wel (42), yang merupakan ketua Kelompok Piliang, suku adat di Minangkabau, dilansir dari Antara.
-
Bagaimana orang Sunda memancing ikan dengan Marak Beunteur? Cara menjalankan tradisi ini adalah dengan berkumpul di wilayah sungai yang diprediksi memiliki ikan berlimah. Kemudian, para pemuda bersama-sama mengatur posisi batu besar untuk menutup aliran air. Saat sudah terbendung, warga kemudian membuat rute jalur air menjadi lebih kecil sehingga ikan-ikan yang lewa mudah untuk ditangkap.
-
Siapa yang suka memancing? Abu Nawas suka memancing, tapi ia tidak pernah berhasil menangkap ikan.
-
Mengapa warga lebih suka menyeberangi sungai dengan perahu? 'Sebenarnya di sana sudah dibangun jembatan. Tapi tampaknya warga lebih suka menyeberangkan motor dengan perahu,' kata pemilik kanal YouTube Vista Holic.
-
Bagaimana cara penduduk asli membuat sampan? Penduduk asli akan menebang pohon besar, menyalakan api di bagian atas batang kayu dan memotongnya dengan cungkil untuk membuat sampan.
-
Kenapa pesmol ikan populer? Ada berbagai resep pesmol ikan yang bisa menjadi menu andalan Anda dan keluarga.
-
Bagaimana cara warga menangkap ikan? Mereka hanya diperkenankan menangkap ikan menggunakan tangan dan jaring.
Terbuat dari Bambu
Wel mengungkapkan jika seluruh elemen pembuatan sukam berasal dari alam. Bahan untuk membuatnya, menggunakan batang bambu sebagai penyusun utama di sungai, dan beberapa material kayu lain sebagai bantalan penyanggah.
Dalam sekali pembuatan, sukam memakan biaya sekitar Rp1,5 juta per unit dengan waktu pembuatan selama kurang lebih satu hari. Hal tersebut tergantung dari ketersediaan bahan serta cuaca sebagai pendukungnya.
"Pembuatan sukam tergantung dengan cuaca dan material. Apabila cuaca bagus dan material cukup, maka bisa selesai selama satu hari," ujarnya.
Bisa Tangkap 50 Kg Ikan per Hari
Untuk hasil tangkapan ikannya sendiri, tergantung dari kondisi cuaca serta air sungai. Tangkapan akan jadi maksimal jika curah hujan tinggi diiringi dengan kondisi air sungai yang deras.
Wel menambahkan hasil tangkapan ikan bisa mencapai 50 kilogram perhari melalui Sukam. Beberapa ikan di antaranya berupa gariang, ikan zidat, nila dan lainnya.
Menurutnya, ikan-ikan di sungai akan secara otomatis masuk ke dalam sukam dan masyarakat bisa memilih ikan sesuai kebutuhan untuk dikumpulkan di suatu tempat. Terkait pemasaran hasil tangkapan, Wel mengungkapkan biasanya akan dijual kepada masyarakat sekitar di Lubukbasung dan Pasaman Barat.
"Hasil penjualan ikan itu akan kita keluarkan untuk modal pembuatan sukam dan sewa lahan Rp4 juta selama tiga tahun. Sisanya akan kita bagi ke kelompok dengan jumlah 10 orang," katanya.
Terdapat 10 Unit di Sungai Batang Antokan
Youtube Rudi Kapedro ©2020 Merdeka.com
Sementara itu, tokoh masyarakat Garagahan, Tarazi (58) mengungkapkan jika di kawasan Sungai Batang Antokan, Kabupaten Agam, alat penampung ikan sukam telah terpasang sekitar 10 unit.
Ia menambahkan jika sukam tersebut dimiliki oleh beberapa kalangan. Di antaranya milik pribadi, maupun secara kelompok. Masyarakat sekitar tertarik karena bentuk dan cara kerjanya yang unik, sehingga banyak warga yang menyaksikan proses penangkapannya.
"Alat tangkap sukam itu ramah lingkungan dan menjadi daya tarik bagi masyarakat setempat, karena alat tangkap berupa tradisional," tutupnya. (mdk/nrd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tradisi masyarakat Sumatra Selatan ini tak hanya menjadi kearifan lokal, melainkan juga bermanfaat untuk menjaga ekosistem alam.
Baca SelengkapnyaMasyarakat setempat masih mempertahankan Ngajodang karena dianggap efektif dalam menangkap ikan.
Baca SelengkapnyaSalah satu suku tua di Indonesia ini hidup sangat dekat dengan alam dan sangat menghormati laut. Mayoritas dari mereka bekerja sebagai seorang nelayan.
Baca SelengkapnyaUniknya kearifan lokal ini terletak pada kegiatan membendung sungai sebelum mengambil ikan. Kemudian, cara memancingnya juga dilakukan beramai-ramai.
Baca SelengkapnyaNirok Nanggok, tradisi masyarakat Belitung saat menangkap ikan ketika musim kemarau telah tiba.
Baca SelengkapnyaKampung adat ini masih menjalankan tradisi leluhur
Baca SelengkapnyaAlat musik yang satu ini masuk dalam kategori alat musik tiup.
Baca SelengkapnyaKehadirannya tak boleh disepelekan, karena perahu eretan di Sungai Ciliwung sangat dibutuhkan warga dan bisa menjaga kebersihan aliran air.
Baca SelengkapnyaCara ini dinilai dapat menjaga lingkungan dan salah satu bentuk dari kearifan lokal
Baca SelengkapnyaCara warga di Kabupaten Sumedang ini patut ditiru, karena menggunakan wadah tahu ramah lingkungan untuk mendistribusikan daging kurban.
Baca SelengkapnyaIntip keseruan tradisi kebyak rowo di waduk Rowo Glandang. Ratusan orang berlomba menangkap ikan dengan alat tradisional.
Baca SelengkapnyaIkan yang diasap bervariasi, mulai dari ikan air laut hingga ikan air tawar
Baca Selengkapnya