Mengunjungi Kampung Penghasil Ikan Asap di Pesisir Semarang, Turun-Temurun Pertahankan Cara Tradisional Mengolah Ikan
Ikan yang diasap bervariasi, mulai dari ikan air laut hingga ikan air tawar
Ikan yang diasap bervariasi, mulai dari ikan air laut hingga ikan air tawar
Mengunjungi Kampung Penghasil Ikan Asap di Pesisir Semarang, Turun-Temurun Pertahankan Cara Tradisional Mengolah Ikan
Banyak warga di Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang, bermata pencaharian mengolah ikan asap. Di sana, sebanyak 25 rumah pengasapan berjajar rapi di sisi timur Kali Semarang. Salah satu pemilik usaha pengolahan ikan asap itu adalah Ibu Tuminah.
“Ikan sembilan, ikan pari, ikan manyung, seadanya. Dari sedikit sekitar 20 kg sampai 200 kg,” kata Ibu Tuminah dikutip dari kanal YouTube Semarang Pemkot.
-
Dimana ikan asap disimpan? Linda mengatur bungkusan ikan dengan rapi di dalam kardus dan menutupnya dengan lakban secara erat agar tidak ada udara yang bisa masuk.
-
Bagaimana cara menikmati ikan segar di Sentra Kuliner Ikan Garut? Pengunjung bisa memilih sendiri ikan segar di kolam-kolam yang disediakan oleh pengelola.
-
Apa yang unik dari Kampung Seuseupan? Sejumlah rumah warga di sana dihiasi oleh galon-galon bekas air mineral sehingga menciptakan tampilan yang indah.
-
Bagaimana mengolah ikan kembung? Kamu bisa mengolah ikan sarden menjadi berbagai masakan yang praktis dan nikmat.
-
Apa yang khas di Kampung Kemasan? Bangunan di Kampung ini didominasi kebudayaan Belanda dan Tiongkok.
-
Bagaimana budaya Semarang? Keindahan Semarang tercermin dalam keberagaman budayanya.
Tuminah mengatakan bahwa ia merintis usaha itu tahun 1992. Sebelumnya ibunya sempat menjual ikan asap. Tapi setelah itu dia cukup lama tidak berjualan ikan asap lagi. Ikan-ikan yang diasap itu ia beli dari pengepul dan nelayan.
“Kalau ibu saya sudah dari 35 tahun lalu. Dulu rumahnya di sana, lalu kena gusur dan pindah ke sini,” kata Tuminah.
Dalam sehari, ia bisa mengasap sekitar 200 kg. Satu kilogram harganya Rp80 ribu. Tak hanya ikan laut yang ditangkap nelayan, dia juga melakukan pengasapan terhadap ikan rawa.
Pak Suhudi, pemilik usaha ikan asap lainnya menjelaskan, satu kali proses pengasapan biasanya membutuhkan waktu sekitar 2 jam. Dalam proses itu, sebanyak 50 ikan diasap.
Saat ditanya harapan terhadap usahanya, Tuminah berharap selalu diberi kelancaran demi meningkatkan perekonomian keluarga.
“Bahannya lancar, jualannya lancar, biar anak cucu bahagia,” kata Tuminah dikutip dari kanal YouTube Semarang Pemkot.
Selain di Mangunharjo, usaha pengasapan ikan juga terdapat di Bandarharjo. Di sana ada 50 kepala keluarga yang menggantungkan usahanya pada pengasapan ikan air laut di antaranya ikan pari, manyung, tongkol, hingga ikan lumadang.
Dalam menjaga cita rasa dan aroma yang khas, para pengasap ikan di sana masih mempertahankan cara tradisional dalam pengolahannya, yakni ikan yang telah dipotong-potong diasapi di atas arang tempurung kelapa.
Selain dijual di sejumlah pasar tradisional di Kota Semarang, ikan asap dari Bandarharjo juga diambil oleh tengkulak untuk dijual ke luar kota, di antaranya Demak dan Kendal.
Harga ikan asap di sana juga cukup bervariasi, mulai dari Rp 50-60 ribu per kilogram sesuai dengan jenis ikan.
“Dulu kan manggangnya di tiap-tiap rumah. Terus karena polisi terus direlokasi pindah sini,” kata Untung Sugiri, salah seorang pengasap ikan.
Sebagai sentra penghasil ikan asap, lingkungan Bandarharjo tak lepas dari polusi udara. Melihat potensi pencemaran lingkungan itu, pihak pemerintah kecamatan berencana merelokasi tempat pengasapan itu agar jauh dari permukiman.
Sementara untuk mengurangi polusi dalam jangka pendek, pihak kecamatan telah melakukan pengaturan produksi. Aktivitas pengasapan diatur mulai dari jam 5 pagi hingga jam 4 sore.