Menyusuri Kampung Empang Muara Angke, Warga Hidup Berdampingan dengan Limbah Kerang Hijau
Tumpukan kerang, aroma anyir, dan suara mesin kapal menyambut pengunjung yang datang ke Kampung Empang, Kawasan Muara Angke, Jakarta Utara.
Tumpukan kerang, aroma anyir, dan suara mesin kapal menyambut pengunjung yang datang ke Kampung Empang, Kawasan Muara Angke, Jakarta Utara.
Menyusuri Kampung Empang Muara Angke, Warga Hidup Berdampingan dengan Limbah Kerang Hijau
Kala pengunjung melangkah masuk ke gang yang dihiasi gapura, pandangan mata tertuju dengan tumpukan limbah kerang berserakan dipenuhi lalat, yang menghasilkan suara renyah ketika terpijak.
Semakin jauh menyusuri ke dalam gang, tampak keberadaan sejumlah kapal kecil dan sungai yang tersambung langsung dengan laut dari Pulau Bidadari. Sayangnya, sampah-sampah masih terlihat memenuhi pinggiran sungai tersebut.
Penduduk Kampung Empang yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan kerang hijau, terlihat sibuk mempersiapkan festival yang akan diselenggarakan pada 25-26 November mendatang.
Sementara ibu-ibu nampak asyik bekerja mengupas kulit kerang sembari membawa anak-anak mereka di gendongannya.
Berbeda dengan struktur bangunan pada umumnya, sejumlah rumah di Kampung Empang ditinggikan sebagai upaya pencegahan banjir. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan tinggi pintu rumah warga dengan permukaan tanah di sekitarnya.
Akses Air Bersih
Tinggal berdekatan dengan laut, akses air bersih masih menjadi salah satu masalah yang harus dihadapi masyarakat setempat.
Beberapa warga menilai akses air bersih masih cukup sulit, sebab air tersebut bersumber dari musala, dengan harus membayar bulanan sekitar Rp120.000 - 150.000 ribu.
"Air di sini bersih, aman ga ada asin atau gimana, tapi kita bayar ke seseorang yang punya sekitar 120-150 ribu," terang Rani, seorang warga, ketika ditemui, Senin (20/11).
Warga harus mengikuti jadwal distribusi air. Pasokan air bersih akan dinyalakan dan dimatikan sesuai jadwalnya.
"Ada jam-jam nya, kaya misalkan nih siang mati, nanti sore nyala sampai habis Maghrib mati lagi, dan baru nyala kalau ga salah jam 10 malam nantinya. Ini sih paling yang ngebuat kadang masih agak susah buat air bersih," tutur Angel, warga lainnya.
Hal tersebut mengakibatkan beberapa warga memilih mandi di pinggir sungai dengan menggunakan air seadanya ketika pasokan air mati.
Pasokan listrik ke kawasan ini tergolong stabil. Namun, hal itu juga membuat warga di Kampung Empang khawatir jika terjadi banjir. Mereka takut tersengat listrik saat terjadi genangan air.
Warga khawatir karena lokasi permukiman mereka yang berada di tepi laut. Kondisi ini membuat kampung tersebut rentan terkena banjir, terutama saat air laut pasang.
Angel kembali menjelaskan bahwa banjir yang sering terjadi hanya mencapai bagian atas mata kaki. Kendati demikian, sempat terjadi banjir hingga mencapai ketinggian seperut remaja.
"Pernah itu airnya setinggi perut," sambung Angel.
Fasilitas Kesehatan Jauh
Warga juga merasa kesusahan untuk mendapatkan pertolongan pertama ketika sakit. Untuk pergi ke puskesmas, mereka tak jarang harus menggunakan jasa transportasi di sana, seperti odong-odong.
"Jauh itu puskesmas, harus naik odong-odong dulu kalau mau ke sana," lanjut Angel.
Sejumlah warga berharap agar wilayah Kampung Empang dapat segera dibersihkan agar asri dipandang, sekaligus menjaga kesehatan masyarakat setempat.
"Itu Kampung Nelayan di sana sudah lebih bagus, karena sudah dibersihin dia, semoga saja di sini juga bisa segera dibersihkan, ya," harap Rani.