Kisah Kampung Kristen di Lembang, Ajarkan Hidup Rukun dan Penuh Toleransi
Di sana juga terdapat tiga makam besar dari keluarga G.B Walter yang merupakan warga keturunan Belanda kelahiran Sumedang pada 1879.
Di sana juga terdapat tiga makam besar dari keluarga G.B Walter yang merupakan warga keturunan Belanda kelahiran Sumedang pada 1879.
Kisah Kampung Kristen di Lembang, Ajarkan Hidup Rukun dan Penuh Toleransi
Sebuah kampung kecil di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat memiliki cerita inspiratif tentang toleransi.
Di sana, warga bisa saling hidup berdampingan dengan rukun.
Kampung yang berada di Desa Jayagiri, Kecamatan Lembang ini dikenal sebagai salah satu kampung Kristen di Jawa Barat karena mayoritas warganya memeluk agama itu.
-
Bagaimana kehidupan antar agama di kampung toleransi? Hal ini membuat seluruh umat beragama dari kalangan Buddha, Kristen sampai Muslim hidup rukun berdampingan.
-
Apa tujuan kampung moderasi beragama? Jadi dari kampung moderasi ini masyarakat tidak melihat agamanya apa, suku apa,“ katanya, mengutip ANTARA
-
Dimana lokasi kampung toleransi di Serang? Adapun kedua kampung toleransi itu berada di Kelurahan Kota Baru, Kecamatan Serang dan Kelurahan Banten Lama, Kecamatan Kasemen.
-
Kenapa kampung toleransi didirikan di Serang? Pendirian dua kampung tolerasi ini sebagai upaya menciptakan kondisi yang rukun dan harmonis di ibu kota Provinsi Banten itu.
-
Mengapa klenteng ini menjadi simbol toleransi di Tangerang? Berdiri persis di dekat Masjid Kalipasir dan Gereja Santa Maria, Klenteng Boen Tek Bio menjadi salah satu simbol toleransi di Kota Tangerang.
-
Siapa yang mengajarkan toleransi di Kudus? Ajaran toleransi itu pertama kali diajarkan oleh Sunan Kudus sewaktu mengajarkan Islam di Kudus.
Walau demikian, antar penduduk yang berbeda keyakinan maupun latar belakang budaya tidak saling menjatuhkan.
Bahkan, masyarakat bisa saling berbagi tentang latar belakang keyakinan mereka, termasuk asal muasal masuknya agama Kristen di sana.
Desa ini bisa menjadi contoh bagaimana toleransi dibangun sehingga bisa saling mendukung satu sama lain walau berlatar belakangan perbedaan.
Warganya Ramah
Mengutip tayangan dari Youtube Hardi Artventure, suasana hangat terasa di wilayah Desa Jayagiri, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.
Sesama warga dengan berbeda latar belakang saling berinteraksi satu sama lain, dan membangun kebersamaan sosial.
Bahkan warga muslim, siap mengantar siapapun yang ingin mengetahui leluhur kampung tersebut yang danggap mempelopori agama Kristen di sana.
“Saya Alhamdulillah Islam, dan di sini memang dari saya kecil banyak warga yang memeluk agama Kristen,” kata warga setempat bernama Hariban, yang mengantar kreator ke makam leluhur kampung yang bergama Kristen.
Saling Berbagi Kerukunan
Warga di sana juga menceritakan bahwa di wilayahnya terdiri dari berbagai latar belakang suku dan agama.
Beberapa di antaranya berasal dari Jawa, Sumatra, dan yang paling banyak tetap asli Sunda.
Mereka juga biasanya berkumpul saat pagi dan sore, serta tidak mempermasalahkan latar belakang masing-masing.
“Kalau saya aslinya Jawa, bapak itu Yogyakarta, ibu Subang dan pindah ke sini, saya lahir di Jayagiri. Di sini memang macam-macam, Medan juga banyak,” kata seorang perempuan yang sudah 72 tahun menetap di kampung tersebut.
Ada Gereja Kristen Pasundan dan Makam Belanda
Lebih jauh, kampung tersebut juga memiliki Gereja Kristen Pasundan (GKP) yang kabarnya sudah ada sejak puluhan tahun silam.
Gereja ini menjadi pemersatu warga dari berbagai latar belakang tanah kelahiran.
Di sana juga terdapat tiga makam besar dari keluarga G.B Walter yang merupakan warga keturunan Belanda kelahiran Sumedang pada 1879.
Kabarnya, G.B Walter inilah yang mengenalkan agama Kristen di awal abad ke-20 kepada masyarakat sekitar.
Pernikahan dan pekerjaan menjadi salah satu media diterimanya agama Kristen di sini pada awal 1900-an.
Sekilas Tentang Keluarga Walter
Adapun G.B. Walter adalah seorang keturunan Belanda yang sudah lama tinggal di Lembang. Walter sendiri merupakan pengusaha dan bukan guru keagamaan ataupun tokoh misionaris.
Ia kemudian membuka usaha peternakan sapi untuk dijual produknya berupa susu maupun daging. Perusahaan itu dibangun pada 1930-an dan berlokasi di Jalan Jayagiri - Tangkubanparahu.
Usahanya ketika itu maju, dan memperkerjakan warga sekitar. Sayangnya, usaha hanya bertahan sampai 1940-an akhir.
Walau demikian, jejaknya masih bisa dilihat dari mayoritas warga setempat.