Belajar Saling Toleransi dari Dusun Susuru Ciamis, Tetap Rukun di Tengah 4 Keyakinan Berbeda
Di sini warganya menjujung tinggi gotong royong dan saling mendukung peribadatan kelompok lain.
budayaBelajar Saling Toleransi dari Dusun Susuru Ciamis, Tetap Rukun di Tengah 4 Keyakinan Berbeda
Di sini warganya menjujung tinggi gotong royong dan saling mendukung peribadatan kelompok lain.
Dusun Susuru di Desa Kertajaya, Kecamatan Panawangan, Kabupaten Ciamis, menjadi daerah dengan nilai toleransi tinggi. Nuansa kerukunan begitu terasa kendati masyarakatnya menganut empat keyakinan berbeda yakni Islam, Katolik, Protestan dan penghayat.
Adanya perbedaan justru membuat masyarakat saling merangkul dan menghormati setiap kehidupan sosial dari masing-masing golongan.
Kehidupan saling menjaga ini kiranya bisa menjadi contoh agar keanekaragaman masyarakat bisa terus dirawat di Indonesia. Berikut kisahnya.
- Anies Baswedan Minta Penyimpangan Tidak Ditoleransi
- Ganjar Makan Bubur Sambil Ngobrol dengan Anak-Anak di Merauke, Janji Bangun SDM Unggul
- Ganjar Puji Toleransi Beragama di Kupang NTT: Masuk 10 Besar, Wajib Dijaga Bersama
- MUI: Tolak Gerakan Intoleransi Atas Nama Agama Apapun!
- BRI Sukseskan Misi Sekeluarga di Muntilan Memasyarakatkan Anggrek, Mudah Ditanam di Rumah
- Usai 2 Debt Collector, Giliran Aiptu FN Jadi Tersangka Kasus Penganiayaan Berat
Tidak membeda-bedakan.
Kehidupan sosial masyarakat di Dusun Susuru sangatlah harmonis.
Satu sama lain tidak pernah membeda-bedakan soal keyakinan, bahkan mendukung adanya keempat agama di wilayah tersebut.
Dalam momen tertentu, masyarakat akan saling bergotong royong untuk menyukseskan acara dari masing-masing agama yang menyelenggarakan perayaan.
Saling welas asih.
Terkait kerukunan, masyarakat setempat mempunyai resep yang dijunjung tinggi sampai saat ini.
Gambar: YouTube Kang Aip Channel.
Menurut sesepuh penghayat kepercayaan yang berkembang di Dusun Susuru, Surya Sukmana, konsep welas asih jadi kunci terwujudnya keberagaman di sana.
“Jadi kalau resepnya itu dari welas asih, tata krama, undak usuk dan saling menjaga. Seandainya manusia pakai cara itu, punya welas asih, tata krama, pasti bisa terwujud. Lalu ada juga sikap kemanusiaan, supaya masyarakat itu saling bahagia,” katanya, mengutip YouTube Masda, Jumat (22/9).
Membangun kesadaran adanya perbedaan.
Selain konsep welas asih, membangun kesadaran akan indahnya perbedaan juga menjadi kunci dari terciptanya toleransi di Dusun Susuru.
Antar umat beragama saling mendukung kegiatan peribadatannya sampai gotong royong saat ada renovasi rumah ibadah.
“Kalau konsep ini sebenarnya sudah dari zaman dulu, cuma cara merawatnya melalui hati saling pengertian,” kata salah satu tokoh Agama Katolik di Susuru, Aan.
Acara keagamaan tidak digelar secara bersamaan.
Terakhir, warga di Dusun Susuru juga tidak akan menggelar acara keagamaan di hari yang sama dengan pemeluk agama lain.
Gambar: YouTube Yoyo Sutaryo.
Hal ini untuk menjaga khidmatnya acara yang sedang berlangsung, sehingga kegiatan tersebut bisa berjalan dengan lancar.
Warga meyakini bahwa upaya ini merupakan cara paling sederhana untuk mewujudkan toleransi beragam di Susuru.
Rumah ibadah dibangun berhadap-hadapan.
Mengutip laman dispar.ciamiskab.go.id, keunikan lainnya dari Dusun Susuru adalah rumah ibadah yang dibangun letaknya berhadap-hadapan.
Hal ini terlihat dari adanya bangunan pesantren yang didirikan di hadapan gereja. Lalu rumah ibadah penghayat yang juga dekat dengan masjid.
Sebelumnya warga di Dusun Susuru mayoritas menganut penghayat ADS di tahun 1960-an. Lalu beralih ke agama yang telah disahkan pemerintah.
Namun sisi toleransi sudah terbangun sejak masa itu sehingga masih terus dipertahankan hingga saat ini.