Melihat Indahnya Toleransi di Dusun Thekelan Semarang, Sudah Diwariskan Secara Turun-temurun
Walaupun terbuka bagi siapapun, warga Thekelan tetap menjaga teguh adat istiadat dan tradisi mereka.
Walaupun terbuka bagi siapapun, warga Thekelan tetap menjaga teguh adat istiadat dan tradisi mereka.
Melihat Indahnya Toleransi di Dusun Thekelan Semarang, Sudah Diwariskan Secara Turun-temurun
Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Magelang selama ini dikenal sebagai titik jalur pendakian tertua Gunung Merbabu. Dusun yang berada pada ketinggian 1.600 mdpl itu dapat dijangkau selama 30 menit berkendara dari Kota Salatiga. Berada di ketinggian membuat panorama alam di sana begitu indah.
-
Kenapa toleransi di Kampung Susuru tinggi? Adanya perbedaan justru membuat masyarakat saling merangkul dan menghormati setiap kehidupan sosial dari masing-masing golongan.
-
Bagaimana warga Kampung Susuru menjaga toleransi? Dalam momen tertentu, masyarakat akan saling bergotong royong untuk menyukseskan acara dari masing-masing agama yang menyelenggarakan perayaan.
-
Dimana lokasi kampung toleransi di Serang? Adapun kedua kampung toleransi itu berada di Kelurahan Kota Baru, Kecamatan Serang dan Kelurahan Banten Lama, Kecamatan Kasemen.
-
Bagaimana kehidupan antar agama di kampung toleransi? Hal ini membuat seluruh umat beragama dari kalangan Buddha, Kristen sampai Muslim hidup rukun berdampingan.
-
Mengapa klenteng ini menjadi simbol toleransi di Tangerang? Berdiri persis di dekat Masjid Kalipasir dan Gereja Santa Maria, Klenteng Boen Tek Bio menjadi salah satu simbol toleransi di Kota Tangerang.
-
Kenapa kampung toleransi didirikan di Serang? Pendirian dua kampung tolerasi ini sebagai upaya menciptakan kondisi yang rukun dan harmonis di ibu kota Provinsi Banten itu.
Namun bicara soal Thekelan tak hanya dilihat dari keindahan alamnya. Masyarakat di dusun itu juga mempunyai budaya toleransi yang tinggi. Meski warganya terdiri dari agama Islam, Kristen, dan Buddha, namun hampir tak pernah ada konflik agama di sana. Letak masjid, gereja, dan vihara pun saling berdekatan.
Lantas seperti apa budaya toleransi di tempat itu?
Pada perayaan Natal 2023 kemarin, warga umat Islam dan Buddha di Thekelan berkumpul di jalan. Mereka berjabat tangan sekaligus memberikan selamat pada umat Kristiani yang baru selesai menjalankan ibadah di gereja.
Mereka menyalami satu per satu umat Kristiani yang telah berdiri berjajar di depan gereja. Pemandangan seperti itu terjadi pada setiap hari besar keagamaan. Bagi masyarakat Thekelan, tradisi itu sudah diwariskan secara turun-temurun sejak zaman dulu.
“Tujuan kami adalah untuk mempererat tali silaturahim dan untuk mempersatukan kami karena ini adalah suatu adat yang sudah turun-temurun sejak zaman dulu di dusun kami,”
kata Supriyo, Kepala Dusun Tekhelan, dikutip dari kanal YouTube Liputan6 pada Selasa (26/12).
Kerukunan antar umat beragama di Dusun Thekelan membuat warga nyaman. Apalagi tidak semua wilayah punya rasa toleransi seperti masyarakat Thekelan.
“Tentu kami bangga sekali dan senang. Karena di sana sini, banyak di Indonesia ini yang tidak bisa di Thekelan ini,” kata Pendeta Gereja Pantekosa, Petrus Sukiman.
Tidak hanya saat perayaan Natal, pada hari raya Waisak dan Idul Fitri-pun, seluruh warga juga memberikan ucapan selamat. Walaupun berbeda keyakinan, mereka percaya bahwa sesama umat manusia harus Saling menghormati, menghargai, dan tetap menjaga silaturahmi.
Jaga Keharmonisan
Dilansir dari Serat.id, meski desa itu banyak dikunjungi wisatawan, terutama para pendaki yang hendak naik Gunung Merbabu, namun ajaran leluhur tetap mereka jaga.
Meski terbuka terhadap siapapun, masyarakat tak terpengaruh begitu saja terhadap budaya yang masuk. Selain menempatkan nilai toleransi di atas segalanya, mereka juga menjunjung tinggi nilai kejujuran.
“Budaya nggak bener nggak masuk sini. Miras nggak ada di sini. Jadi orang-orangnya menjaga banget. Bahkan kalau ada yang menemukan dompet di jalan, dia akan membawanya ke rumah Pak Kadus untuk diumumkan melalui pengeras suara,”
kata Citro Sukarmin, Ketua Vihara Buddha Bhumika Tekhelan, dikutip dari Serat.id pada 10 Juni 2018.