Tak Hanya Asal Jawa, Ini Kisah Enam Warga Bekasi yang Jadi Leluhur di Suriname
Ternyata tak hanya orang Jawa yang dikenal sebagai "nenek moyang" di Suriname. Sekitar 100 an warga Bekasi juga tercacat dikirim ke sana dan menjadi "leluhur"

Belakangan dikenal bahwa banyak penduduk Suriname di Amerika Selatan yang berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mereka menetap sejak zaman kolonial untuk dijadikan buruh, karena negara ini merupakan salah satu tanah jajahan Belanda.
Namun, siapa sangka jika di Suriname terdapat penduduk asal suku bangsa lain dari Indonesia yakni Sunda. Mereka dikabarkan didatangkan dari Bekasi dan dipekerjakan sebagai pegawai perkebunan di sana.
Tak banyak informasi mengenai keberadaan orang asal Jawa Barat ini. Namun dari yang dikirim oleh Belanda, sedikitnya berjumlah sekitar 100 orang dan beberapa di antaranya terarsip di dokumen kontrak kerja milik Belanda hingga sekarang.
Pekerja-pekerja asal Bekasi ini berasal dari beberapa kampung dan terdapat di antaranya kaum perempuan. Berikut informasi tentang 6 warga Bekasi yang disebut sebagai “leluhur” orang Suriname.
Dikirim dari Beberapa Kelurahan

Mengutip sebuah unggahan di laman Facebook Mama Cerdas yang disadur dari buku Sejarah Bekasi, terdapat enam orang warga Bekasi yang masih terarsip di catatan kontrak kerja Belanda hingga sekarang.
Keenamnya diketahui berasal dari beberapa kampung, seperti Amat Bin Amat asal Gabus, Noran Bin Miet asal Tanah Doearatoes, Sani asal Lembur Pulo Panjang, Sajian asal Rawa Bamboe, Saderi asal Bekasi dan seorang perempuan, Nyi Isah bin Ning asal Teloek Poetjoeng.
Selain itu ada juga yang berasal dari Cabang Boengin, Soekapoera, Tjikarang, Tjiketing, Tjibogo, Djonggol dan lain sebagainya.
Diberangkatkan Rentang Tahun 1897 hingga 1929
Pemberangkatan orang-orang Bekasi ini dilakukan melalui beberapa gelombang antara tahun 1897 hingga 1929. Seluruhnya diseberangkan menggunakan kapal laut dari Pelabuhan Tanjung Priok maupun Semarang.
Mengutip nationaalarchief.nl, usia para calon pekerja ini juga bermacam-macam, mulai dari 18 tahun hingga tertua 33 tahun.
Sebelumnya, pengiriman pekerja ini melalui dua periode yakni pertengahan abad ke-19 sebagai budak dan awal abad ke-20 berstatus pekerja kontrak. Ini tak terlepas dari dihapuskannya kebijakan perbudakan yang dianggap tidak manusiawi.
Dipekerjakan Sebagai Tenaga Perkebunan
Pengiriman orang Bekasi ini merupakan cara Belanda untuk mengatasi kurangnya tenaga kerja di Suriname. Karena masih satu tanah Jajahan, pemerintah Belanda kemudian mendatangkan pegawai dari pulau Jawa yang ketersediaannya dianggap berlebih.
Para penduduk dari Jawa Timur sampai Jawa Barat juga dikenal banyak yang berada di usia produktif sehingga cocok dijadikan sebagai pekerja lapangan.
Kebanyakan, mereka akan dijadikan sebagai buruh di perkebunan untuk mengelola komoditas gula, kapas hingga kacang-kacangan. Para pekerja asal Jawa ini juga dibantu tenaga dari India yang dikerjasamai dengan pemerintah kolonial Inggris.
Orang Bekasi dan Jawa jadi Nenek Moyang di Suriname
Pada awal 1900, pengiriman pekerja asal pulau Jawa masih terus berlangsung. Ranah pekerjaan pun diperluas termasuk hingga infrastruktur.
Di tahun 1904, pengiriman sebanyak 77 pekerja kembali dilakukan menuju Suriname untuk mengerjakan proyek rel kereta api.
Kemudian, mereka juga dipekerjaan di industri bauskit Suriname, di daerah Moengo. Tak sedikit akhirnya warga Jawa termasuk Jawa Barat yang menetap dan menikah denga warga negara Suriname hingga melahirkan keturunan di sana.