Kisah di Balik Gerbong Tua Bersejarah di Keraton Surakarta, Sisa Harta Karun Pakubuwono X
Kini kondisi kedua gerbong pusaka itu tampak kurang terawat.
Kini kondisi kedua gerbong pusaka itu tampak kurang terawat.
Kisah di Balik Gerbong Tua Bersejarah di Keraton Surakarta, Sisa Harta Karun Pakubuwono X
Di salah satu sudut Alun-Alun Selatan Keraton Surakarta, terdapat dua gerbong tua yang terbengkalai. Kedua gerbong kereta itu merupakan harta karun peninggalan Raja Keraton Surakarta, Pakubuwono X.
-
Apa peninggalan Kerajaan Tarumanegara? Peninggalan-peninggalan ini dapat memberi pandangan yang menarik tentang peradaban kuno kala itu.
-
Dimana letak Keraton Surakarta Hadiningrat? Ini merupakan tempat bersejarah yang menyimpan beragam budaya kerajaan yang masih berjalan hingga detik ini.
-
Apa bentuk Segarayasa di Keraton Surakarta? Saat pindah ke Keraton Surakarta, pihak keraton juga mendirikan danau buatan yang dinamakan Tamansari Bandengan. Lokasinya berada di barat Sasana Narendra atau Ndalem Nganjrah Sari. Tamansari Bandengan dibangun pada tahun 1750. Bentuknya persegi panjang dengan kolam air di tengahnya.
-
Apa tempat wisata di Pasuruan yang dikenal dengan sejarah? Candi ini merupakan peninggalan sejarah dari Kerajaan Singasari yang dibangun pada abad ke-13.
-
Apa yang ada di petilasan Prabu Siliwangi? Terdapat Kolam Air Alami Dalam kanal YouTube Wong Dewek yang fokus memuat tentang sejarah budaya dan mitos masyarakat, di lokasi ini terdapat dua buah kolam air alami yang jernih yakni lanang dan wadon (laki-laki dan perempuan).
-
Siapa putra mahkota Keraton Surakarta? Putra mahkota Keraton Surakarta, KGPH Purbaya menjadi bahan pembicaraan karena ia disebut melakukan tabrak lari.
Pakubuwono X merupakan raja paling kaya Keraton Surakarta. Pada masa kepemimpinannya, Keraton Surakarta memiliki banyak perusahaan pabrik gula yang tersebar di berbagai tempat.
Maka tak heran, harta kekayaan Pakubuwono X begitu melimpah.
Di antara saksi bisunya adalah kedua gerbong tersebut.
Salah satu gerbong dulunya digunakan untuk pesiar Pakubuwono X, dan satu gerbong lagi digunakan untuk mengangkut jenazahnya.
Pakubuwono X memesan kedua gerbong itu dari sebuah perusahaan kereta api di Belanda. Gerbong pesiar dipesan pada awal-awal pemerintahannya. Pada saat masih beroperasi, gerbong pesiar tersebut biasanya diberangkatkan dari Stasiun Solo Jebres untuk mengantar sang raja meninjau pabrik-pabrik gula, atau sekedar pesiar bersama keluarga kerajaan.
Gerbong pesiar ini memiliki fasilitas pendingin ruangan dengan teknologi yang unik pada masanya. Teknologi pendingin ruangan itu menggunakan es batu. Dengan sebuah tabung khusus, es batu menyalurkan hawa dingin ke seluruh ruangan gerbong, sedangkan air dari es batu yang mencair, digunakan untuk cuci tangan di wastafel yang tersedia di dalam gerbong.
Sementara satu gerbong lainnya adalah gerbong kereta jenazah. Pakubuwono X memesan gerbong itu pada tahun 1909 dan baru jadi pada 1914. Namun gerbong itu baru digunakan pada 22 Februari 1939 setelah 24 tahun hanya menganggur. Gerbong itu digunakan untuk mengangkut jenazah Pakubuwono X dari Stasiun Solo Balapan menuju Stasiun Tugu Yogyakarta.
Setelah itu, gerbong pusaka kerajaan itu ditaruh di Balai Yasa Yogyakarta dan teronggok di sana selama bertahun-tahun. Pada 1989, gerbong itu sempat direstorasi oleh pihak Balai Yasa Yogyakarta, namun tetap ditempatkan di sana.
Begitu pula dengan nasib gerbong pesiar milik Pakubuwono X yang teronggok di Stasiun Semarang Tawang. Pada 1960, gerbong itu sempat direstorasi dan menjadi pajangan di Stasiun Semarang Tawang sampai 1985.
Pada 1997, kedua gerbong peninggalan Pakubuwono X itu dibawa ke Solo. Keduanya ditempatkan di Alun-Alun Selatan Kasunanan Surakarta dan ditempatkan pada bangunan khusus.
Kini, masyarakat umum bisa menyaksikan kedua gerbong itu secara cuma-cuma. Sayangnya kini di sekitar kedua gerbong itu sering dijadikan tempat tidur para gelandangan. Bahkan dulu tempat itu sering dijadikan lokasi prostitusi liar. Hal ini membuat kedua gerbong itu dan bangunan yang melindunginya terkesan kurang terawat.