Kisah Hidup Singadwipa, Ksatria Terakhir Perang Jawa Asal Banyumas
Merdeka.com - Perang Jawa yang terjadi pada periode 1825-1830 merupakan salah satu perang terbesar selama memperebutkan kekuasaan dari penjajah Belanda. Tak hanya Pangeran Diponegoro seorang, pertempuran ini juga melahirkan banyak pahlawan yang tersebar di berbagai wilayah medan pertempuran.
Setelah berjuang habis-habisan selama lima tahun, perang ini harus diakhiri saat Pangeran Diponegoro ditangkap dan dibuang Belanda ke Sulawesi. Tapi nyatanya perang ini tak berhenti sepenuhnya. Di desa-desa terpencil, perjuangan tetap dilanjutkan. Salah satu tokoh yang muncul saat itu adalah Eyang Kiai Ngabehi Singadwipa.
Dilansir dari Liputan6.com, Kiai Singadwipa merupakan salah satu panglima Perang Jawa yang berjuang di kawasan Banyumas Raya. Dikenal sebagai sosok yang tak kenal menyerah, Kiai Singadwipa ternyata memiliki strategi perang yang unik.
-
Mengapa Pangeran Diponegoro melawan Belanda? Perang Diponegoro (1825-1830) adalah konflik antara Pangeran Diponegoro dengan Belanda yang dipicu oleh pemasangan patok-patok di lahan milik Diponegoro dan eksploitasi terhadap rakyat dengan pajak tinggi.
-
Bagaimana para jawara banten melawan penjajah? Luar biasanya, para jawara tersebut mampu melawan kekuatan senjata berteknologi tinggi Belanda dan Jepang hanya dengan tangan kosong. Mereka sudah terkenal kebal sejak dulu, melalui ilmu tradisional yang digunakan dengan bijak.
-
Kapan Pangeran Diponegoro meninggal dunia? Pangeran Diponegoro wafat pada tanggal 8 Januari 1855 di Makassar, Sulawesi.
-
Dimana Diponegoro ditangkap? Raden Saleh meminta izin pemerintah Belanda untuk melakukan penelitian ke Magelang. Tempat penangkapan Diponegoro di kediaman Residen Kedu.
-
Siapa keturunan Pangeran Diponegoro? Dalam salah satu episode podcast ‘Face to Face’ di kanal YouTube The Leonardo's, Asri Welas mengungkapkan bahwa keturunan tersebut berasal dari Ibunya.
Apa strategi itu? Berikut selengkapnya:
Pahlawan yang Terlupakan
©Wikipedia.org
Kiai Singadwipa bisa dikatakan sebagai pahlawan yang terlupakan. Ketua Ikatan Keluarga Singadwipa, Bing Urip Hartoyo mengatakan, ada usaha penghapusan narasi sejarah kisah Perang Jawa yang dilakukan Pemerintah Belanda. Pemerintah Belanda mengakui bahwa Perang Jawa hanya berlangsung dari tahun 1825-1830, dan berakhir saat tertangkapnya Pangeran Diponegoro.
Padahal, sebelum ditangkap Pangeran Diponegoro sempat memberi mandat langsung kepada Kiai Singadwipa untuk meneruskan perjuangan di daerah Kertek, Wonosobo. Titah itu kemudian dijawab oleh Kiai Singadwipa dengan perjuangan 10 tahun perang gerilya. Selama itu pula dia tak pernah tertangkap.
“Sampai 1830, ketika Pangeran Diponegoro ditangkap, Belanda tidak pernah masuk ke Banyumas Raya. Mereka hanya sampai Kertek, Wonosobo,” ungkap Bing Urip.
Punya Strategi Perang yang Unik
©Wikipedia.org
Salah satu yang masih dikenang dari Kiai Singadwipa adalah strategi perangnya yang unik. Strategi perang itu bernama “Umpetan jeroning kemben” atau berlindung di balik kain kemben.
Frasa kata itu mengandung makna bahwa Kiai Singadwipa menyamar sebagai rakyat biasa dan menikahi perempuan di setiap tempatnya singgah saat perang gerilya. Maka tak heran kalau dia punya istri yang banyak. Hal itu Kiai Singadwipa lakukan agar keturunannya banyak. Dengan keturunan yang banyak, diharapkan anak cucunya bisa melanjutkan perjuangannya di kemudian hari.
Beberapa keturunannya yang terkenal adalah Suparjo Rustam dan Susilo Sudarman. Suparjo merupakan pengawal Panglima Besar Jenderal Soedirman yang pernah juga menjabat sebagai Gubernur Jateng. Sementara Susilo merupakan tokoh militer yang sempat menjabat sebagai menteri. Kini, Achmad Husein, yang juga keturunan Singadwipa, menjabat sebagai Bupati Banyumas.
Layak Diberi Gelar Pahlawan Nasional
©Indonesia.go.id
Selama menjalani perang gerilya, Kiai Singadwipa tak pernah tertangkap Belanda. Bahkan saat meninggal, sosoknya begitu disegani dan diakui baik oleh anak cucunya maupun masyarakat umum
Bahkan, Presiden Soeharto sampai dua kali berziarah ke makam sang panglima. Oleh karena itulah Ikatan Keluarga Singadwipa (IKS) menginginkan agar kakek moyang mereka dianugerahi Pahlawan Nasional. (mdk/shr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Setelah masa Perang Jawa, ia menikmati masa pensiun dengan kehidupan yang damai di Semarang hingga wafat pada tahun 1856.
Baca SelengkapnyaPangeran Diponegoro wafat pada tanggal 8 Januari 1855 di Makassar, Sulawesi.
Baca SelengkapnyaPemberontakan yang ia pimpin menjadi pemberontakan besar terhadap Belanda yang pertama di Pulau Jawa.
Baca SelengkapnyaSisingamangaraja XII juga dikenal sebagai Raja Tuan Marhajan Siregar, adalah seorang pahlawan dari Tanah Batak.
Baca SelengkapnyaPangeran Antasari adalah salah seorang Pahlawan Nasional yang memiliki peran besar dalam sejarah perjuangan Kemerdekaan Indonesia.
Baca SelengkapnyaIpar Pangeran Diponegoro ini bikin pihak lawan kewalahan. Bahkan, pihak lawan mengerahkan ribuan pasukan hingga mengadakan sayembara untuk mengalahkan sosoknya.
Baca SelengkapnyaDjamin Ginting adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia yang berasal dari Tanah Karo, Sumatra Utara.
Baca SelengkapnyaBanyaknya anggota hulptroepen dari Minahasa tidak terlepas dari peran komandannya, yakni Dotulong.
Baca SelengkapnyaTepat hari ini, 20 Oktober pada 1945 silam, terjadi pertempuran besar setelah kemerdekaan Indonesia yang disebut Pertempuran Ambarawa.
Baca SelengkapnyaSimak cerita di balik tempat bersejarah dan saksi bisu ditangkapnya Pangeran Diponegoro.
Baca SelengkapnyaPanglima Perang dari Riau ini terlibat langsung dalam peperangan melawan Belanda di Sumatera Barat di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol.
Baca Selengkapnya