Mengenal Tradisi Perang Tomat di Lereng Gunung Slamet, Wujud Syukur dari Panen Buah Melimpah
Dengan berbekal ribuan buah tomat, para peserta yang jumlahnya mencapai 700 orang ini saling menyerang satu sama lain.

Dengan berbekal ribuan buah tomat, para peserta yang jumlahnya mencapai 700 orang ini saling menyerang satu sama lain.

Mengenal Tradisi Perang Tomat di Lereng Gunung Slamet, Wujud Syukur dari Panen Buah Melimpah
Perang Tomat merupakan salah satu tradisi unik warga lereng Gunung Slamet, tepatnya di Desa Wisata Serang, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga. Tradisi ini biasanya dilaksanakan pada setiap event Festival Gunung Slamet.

Terbaru, tradisi itu diselenggarakan pada hari Minggu, 14 Juli 2024. Acara itu berlangsung meriah. Para peserta perang terbagi ke dalam dua kubu. Mereka saling menyerang dengan melemparkan buah tomat dari genggaman.

Dengan berbekal ribuan buah tomat, para peserta yang jumlahnya mencapai 700 orang ini saling menyerang satu sama lain. Agar acara semakin meriah, para peserta dibebaskan berbusana unik sebagai tameng tubuh. Keseruan perang tomat ini membuat para peserta senang karena menghadirkan pengalaman yang tak biasa.
“Kebetulan ini masih awal pertama kali ikut. Tapi ini jadi pengalaman yang luar biasa lah. Kita disediakan tomat, boleh ambil amunisi sebanyak-banyaknya, lalu kita lempar ke musuh,” kata Setyo Firnanda, salah seorang peserta perang tomat, dikutip dari kanal YouTube Liputan6.
Walaupun baru pertama kali ikut, Setyo mengaku berhasil melempar tomat dan mengenai banyak musuh. Apalagi ia diberi kebebasan melempar tomat ke manapun ia suka. Selain itu ia juga mengenakan alat pelindung agar lemparan musuh tidak mengenai dirinya.

Tercatat ada 300 kilogram tomat yang disiapkan untuk acara tersebut. Untuk acara itu, panitia membeli buah tomat yang busuk dan sudah tak layak konsumsi dari petani. Perang tomat digelar untuk mengingat perjuangan rakyat yang berperang di zaman dahulu.
“Jadi kegiatan ini untuk mengenang perjuangan rakyat zaman dahulu yang berperang menggunakan senjata. Acara ini juga menjadi satu-satunya di Indonesia,” kata Kepala Desa Serang, Sugito.
Perang tomat berjalan selama kurang lebih dua jam. Dalam perang itu, tak ada pihak yang dinyatakan menang atau kalah.
Sebab selain mengenang perjuangan rakyat di masa lalu, tujuan dari diadakannya kegiatan itu adalah sebagai wujud rasa syukur atas hasil panen yang melimpah.
Diketahui, Desa Serang yang berada di lereng Gunung Slamet merupakan desa penghasil buah mulai dari stroberi, wortel, dan tomat.
Adanya acara perang tomat inipun menjadi potensi wisata Desa Serang. Terlebih setiap tahun desa itu mengadakan acara Festival Gunung Slamet.