Tinggalkan Kerja Bergaji Lebih dari 1000 Dolar di Brunei, Perempuan Ini Pilih Pulang Jadi Petani, Bonus Dapat Jodoh Sefrekuensi
Saat bekerja di Brunei, gaji wanita ini sudah lebih dari 1.000 dolar atau sekitar Rp12 juta lebih. Namun, ia memilih pulang kampung.
Ia bekerja bukan semata-mata untuk mencari uang
Tinggalkan Kerja Bergaji Lebih dari 1000 Dolar di Brunei, Perempuan Ini Pilih Pulang Jadi Petani, Bonus Dapat Jodoh Sefrekuensi
Nurul Fitri Hidayati pernah merasakan hidup nyaman dan berkecukupan di Brunei Darussalam. Gajinya mencapai lebih dari 1.000 dolar. Meski demikian, ia memilih pulang ke kampung halamannya di Kabupaten Klaten Jawa Tengah dan memutuskan jadi petani.
Latar Belakang
Nurul lahir dari keluarga berkecukupan. Orang tuanya merupakan pegawai negeri sipil (PNS). Hal ini membuat Nurul berkesempatan menempuh pendidikan hingga jenjang kuliah.
Lulus kuliah, sarjana pertanian ini sempat berkarier di Brunei Darusslam. Mengutip YouTube PecahTelur, ia bekerja pada sebuah perusahaan lanskap ternama di negeri kaya minyak itu.
"Tugas kami membuat taman-taman itu indah. Pernah di alun-alun itu daun tanaman kurma diserang hama jadi warnanya semu kecokelatan. Saya diminta menggunakan pestisida sangat banyak untuk menghalau hama, hati saya tidak enak tapi harus tetap saya lakukan," ungkap Nurul, dikutip dari YouTube PecahTelur.
Nurul menambahkan, meski ia mendapatkan gaji dolar, tetapi hatinya tersayat-sayat pekerjaannya tidak turut menjaga kelestarian lingkungan sebagaimana yang ia amini.
Kisah Inspiratif
Pulang Kampung
Nurul akhirnya memutuskan pulang ke kampung halamannya di Klaten. Alasannya karena nilai-nilai perusahaan tempatnya bekerja tidak sesuai dengan nilai dalam dirinya untuk menjaga kelestarian lingkungan. Padahal gajinya saat itu sudah lebih dari 1.000 dolar atau sekitar Rp12 juta lebih.
Meski mantap meninggalkan pekerjaannya, Nurul sempat merasa takut kembali hidup di desa.
"Sempat bingung mau ngapain di desa. Akhirnya saya menggarap lahan bapak," tuturnya.
Saat kembali ke desa, usia Nurul sudah terbilang cukup matang. Orang tua maupun teman-temannya pun bergantian menawarkan akan mengenalkannya kepada para pria.
"Bagi orang tua saya karena latar belakangnya PNS, hidup yang mapan dan stabil itu ya jadi PNS. Kalau saya konsisten apapun pekerjaan suami saya harus mau diajak untuk berkebun," imbuh Nurul.
Jodoh Sefrekuensi
Persinggungan Nurul dengan suaminya, Sri Widodo, berawal dari satu pot tanaman seledri.
"Orang ini bisa menanam seledri hasilnya baik, sementara saya jelek. Akhirnya saya main ke rumahnya. Saat bertemu dia, rasanya saya akan betah tinggal di desa dan ternyata beneran," ungkap Nurul.
Selang beberapa waktu, keduanya semakin mantap untuk melangkah ke jenjang pernikahan. Sebelum menikah, Nurul mengajukan proposal kepada Widodo mengenai cara hidup ramah lingkungan yang ingin ia jalani sebagai pasutri. Widodo pun sepakat.
Hidup Berkecukupan
Sejak menikah hingga kini, Nurul dan Widodo hidup berkecukupan dari kebun dan peternakan di kawasan rumah mereka. Widodo menjelaskan, setiap hari mereka bisa panen telur, ikan, sayuran untuk memenuhi kebutuhan makan keluarga.
Widodo menambahkan, kehidupan mereka diupayakan untuk minim sampah.
"Sampah harusnya selesai di rumah tangga, tidak dipindah ke TPS, ke TPA. Kami membuat pupuk organik sendiri dari daun-daun, sampah dapur kami pakai untuk makan maggot, nanti maggotnya dipanen untuk pakan ayam," jelas Widodo.
Widodo dan Nurul menuturkan, gaya hidup yang mereka jalani disebut homestead. Menurut pasutri ini, homestead adalah gaya hidup mudah, murah, dan melimpah.