Uniknya Persiapan Pilkada 2024 di Papua Tengah, Mayoritas Kabupaten Tak Pakai Kotak Suara
Sistem pemilihan tanpa menggunakan kotak suara ini merupakan bagian dari upaya melestarikan kebudayaan lokal
Pilkada serentak 2024 tinggal menghitung bulan. Penyelenggaraannya akan dilakukan serentak di berbagai daerah Indonesia pada 27 November 2024 mendatang.
Proses pendaftaran bakal calon kepala daerah telah dilaksanakan pada tanggal 27-29 Agustus 2024 lalu. Tahapan tes kesehatan pun sudah dilakukan, bahkan sejumlah daerah telah selesai melakukan tahapan ini.
Jelang penyelenggaraan Pilkada 2024 serentak, pihak yang paling disibukkan dengan urusan ini ialah Komisi Pemilihan Umum (KPU) di masing-masing daerah. Salah satunya KPU Provinsi Papua Tengah.
Persiapan Pilkada
Ketua KPU Provinsi Papua Tengah Darling Tabuni menjelaskan, ada enam kabupaten di wilayah ini yang tidak menggunakan kotak suara dalam Pilkada 2024 mendatang. Melainkan menggunakan sistem noken yang merupakan kebudayaan lokal setempat.
Enam kabupaten di wilayah Papua Tengah yang menggunakan sistem noken pada Pilkada 2024 mendatang yakni Kabupaten Puncak, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kabupaten Paniai.
Sedangkan dua kabupaten lain yakni Kabupaten Nabire dan Kabupaten Mimika menggunakan sistem coblos.
Sistem noken merupakan kearifan lokal warga Papua yang difasilitasi KPU melalui keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI dan peraturan KPU.
"Pasangan calon kepala daerah dengan timnya, kami (KPU) yang menyelenggarakan, maupun masyarakat, kami berharap bisa melaksanakan pesta demokrasi dan jangan menyebarkan hoaks. Jangan memunculkan hal-hal yang tidak sewajarnya dalam pesta demokrasi," pesan Ketua KPU Papua Tengah, Darling Tabuni, dikutip dari YouTube Liputan6, Rabu (4/9/2024).
Sistem Noken
Pilkada dengan sistem noken dilakukan tanpa menggunakan kotak suara. Surat suara yang telah dicoblos kemudian dimasukkan ke dalam noken, tas adat Suku Dani dan Suku Mee di Papua Tengah. Noken difungsikan sebagai pengganti kotak suara.
Tidak diketahui pasti kapan sistem noken pertama kali digagas. Konon gagasan untuk memasukkan surat suara ke dalam noken muncul secara spontan saat pesta bakar batu yang merupakan sebuah tradisi di Papua. Ada pula yang meyakini bahwa sistem noken sebenarnya diperkenalkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1970-an dan bukan sebuah tradisi yang sudah dipraktikkan sejak lama oleh masyarakat di wilayah Pegunungan Tengah Papua.
Ada dua pola yang dipakai dalam sistem ini. Pola pertama, pilihan suara seluruh anggota suku diwakilkan kepada kepala suku masing-masing.
Pola kedua, noken berfungsi sebagai pengganti kotak suara. Di mana kertas suara pemilih dimasukkan dalam noken-noken yang digantung dan dihitung sesuai jumlah beberapa partai atau pasangan calon yang akan mewakili suatu daerah di Papua.
Pro Kontra
Mengutip situs scholarhub.ui.ac.id, praktik sistem noken pola pertama mendapat kritik tajam dari banyak pihak sejak diterapkan secara terpisah di sejumlah kabupaten.
Sistem noken pola pertama yang menggunakan peran kepala suku sebagai representasi suara warga satu kampung disebut tidak menerapkan praktik demokrasi yang sesungguhnya karena membunuh hak perorangan untuk memilih dengan hati nurani, siapa yang harus dia pilih.
Pasalnya sistem ini menggunakan kepala suku untuk mengklaim suara warga satu kampung dan bisa saja diberikan ke salah satu calon dari beberapa calon.
Beberapa hal di putusan Mahkamah Konstitusi terkait penggunaan sistem noken di Provinsi Papua juga dinilai tidak konsisten dalam perannya sebagai penjaga konstitusi, negara hukum, dan demokrasi, serta hak asasi manusia di Provinsi Papua.
Sementara itu, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa sistem noken adalah konstitusional karena dianggap sebagai pendekatan paling realistis untuk mencegah konflik dan disintegrasi.
Selain itu, sistem noken juga dianggap Mahkamah Konstitusi sebagai bagian dari hak adat masyarakat wilayah Pegunungan Tengah.