Gabungan Industri Minyak Nabati: Minyak Goreng Langka karena Black Market
Merdeka.com - Harga minyak goreng belum kembali normal. Kebijakan pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) malah membuat minyak goreng langka dan menghilang dari pasaran.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga menilai, kelangkaan terjadi bukan karena minimnya pasokan. Selama ini, produksi sawit dalam negeri lebih dari cukup untuk memenuhi permintaan pasar domestik.
Sahat menyebut ada permainan permainan pedagang-pedagang dadakan dan black market. "Produksi sawit kita, CPO itu hampir 49 juta ton setahun. Kebutuhan minyak goreng kita cuma 4,8 juta ton," ujarnya.
-
Apa itu Minyak Inti Sawit? Minyak inti sawit atau yang juga dikenal dengan sebutan palm kernel oil adalah minyak nabati yang diekstraksi dari biji (inti) buah kelapa sawit (Elaeis guineensis).
-
Kenapa Kemendag genjot potensi pasar minyak goreng? 'Kunjungan lapangan tersebut menghasilkan tawaran kerja sama di bidang industri pengemasan minyak goreng Indonesia. Industri pengemasan minyak goreng Indonesia memiliki peluang yang besar untuk dipasarkan di pasar regional Timur Tengah dan Afrika,' ungkap Syahran.
-
Dimana Kemendag genjot pasar minyak goreng? Kementerian Perdagangan melalui Atase Perdagangan (Atdag) Kairo terus berupaya menggenjot potensi pasar pengemasan minyak goreng Indonesia di Timur Tengah dan Afrika.
-
Kenapa Minyak Inti Sawit digunakan di banyak industri? Meskipun industri kelapa sawit sering dikritik karena dampak lingkungannya, minyak inti sawit tetap menjadi komponen penting dalam berbagai aplikasi industri berkat sifat-sifatnya yang unik dan kegunaannya yang luas.
-
Dimana Minyak Inti Sawit digunakan? Minyak inti sawit banyak digunakan dalam industri makanan untuk pembuatan margarin, cokelat, dan berbagai produk olahan lainnya.
-
Siapa yang membutuhkan Minyak Inti Sawit? Seseorang yang memiliki penyakit jantung dan kolestrol tinggi bisa menggunakan minyak inti sawit yang sehat ini tanpa rasa was-was.
Demikian juga soal alasan harga CPO dunia yang naik karena Rusia dan Ukrania sebagai pemasok minyak nabati sedang berperang, Sahat mengatakan masih bisa ditutupi.
"99 persen minyak goreng kita itu dipasok dari dalam negeri," tukasnya.
Berikut wawancara reporter merdeka.com Wilfridus Setu Embu dengan Sahat Sinaga selengkapnya:
Apa penyebab kelangkaan minyak goreng saat ini?
Kalau mendengar press release yang disampaikan menteri perdagangan di tanggal 8 Maret lalu, bahwa dengan DMO yang dilakukan sudah menggelontorkan mencapai 462 ribu kilo liter (KL). 462.000 KL itu sudah luar biasa. Karena kebutuhan kita paling per bulan 319.000 KL.
Persoalannya kenapa hilang. Hilangnya itu karena terjadi distorsi pasar yaitu disparitas harga. Mereka (pedagang) beli dengan harga ada yang Rp11.500 ada yang Rp13.500 ada yang Rp14.000 dan mereka bisa jual dengan harga Rp18.000 (per liter). Jadi itu bisa terlihat dari pola masyarakat begitu gerai dibuka langsung borong semua. Itu karena disparitas harga.
Jangan lupa saya masih ingat kejadian sejenis pernah terjadi di 2002-2003. Jadi hilangnya minyak bukan karena tidak ada pasokan, tapi ada black market. Dan itu mereka bisa kumpulkan, dapat duit (selisih) Rp5.000 langsung per liter. Bayangkan berapa ratus miliar itu. Hilang dengan tidak jelas kan. Itulah sebabnya kenapa itu hilang. Pantauan kami ya itu.
Kemudian Pak Mendag menduga bahwa itu lari ke ekspor. Kalau kami tidak. Kami lebih cenderung melihat itu hanyalah permainan pedagang-pedagang sesaat (dadakan) sama black market, dan mereka jual balik. Mungkin tidak sebagai minyak goreng. Karena (kalau ketahuan mereka punya stok) minyak goreng nanti mereka langsung ditangkap kan. Mereka bilang saja minyak lain-lain. Intinya bukan soal pasokan. Tapi soal disparitas harga yang besar.
Apakah karena harga CPO (crude palm oil) dunia naik sehingga minyak goreng langka?
Enggak. Produksi sawit kita, CPO itu hampir 49 juta ton setahun. Kebutuhan minyak goreng kita cuma 4,8 juta ton. Memang dunia bergejolak ya soal supply dan demand.
Dunia itu kebutuhan per bulan kira-kira 20,25 juta ton minyak dan lemak. Tapi adanya Perang Ukraina dan Rusia, ada kekurangan supplye kira-kira 1,2 juta ton per bulan. Dari Ukraina kira-kira 500.000 ton kurang, dari Rusia kira-kira 700.000 ton. Jadi harusnya kebutuhannya 20,25 juta turun 1,2 berarti ada short. Itulah yang menyebabkan harga minyak crude minyak nabati dan lemak itu naik.
Intinya kita jangan bikin isu-isu baru. Isu baru itu yang digoreng oleh negara tetangga kita bahwa Indonesia tidak mampu menjual, harga makin naik lagi. Itu bikin kita lebih kacau. Mereka ngambil untung.
Coba lihat. Begitu pemerintah mengumumkan kemarin bahwa akan relaksasi minyak sawit untuk premium dan kemasan sederhana harga langsung turun dari Rp17.800 menjadi Rp15.800, (turun) Rp2.000 (per liter) langsung dalam tempo satu hari.
Mengapa minyak goreng di minimarket menghilang tapi di pasar tradisional tetap banyak dengan harga yang mahal?
Itu tadi. Pedagang-pedagang dadakan itu. Mereka antre di supermarket, langsung jual ke luar. Dapat margin mereka. Kenapa begitu karena distorsi harga tadi.
Selama ini bagaimana pemenuhan kebutuhan minyak goreng dalam negeri?
Untuk (minyak goreng) premium ada impor. Ada minyak premium itu sebagian dicampur dengan minyak bunga matahari, ada juga. Tapi sedikit. 99 Persen minyak goreng kita itu dalam negeri.
Bagaimana proses distribusi minyak goreng dari pabrik hingga ke konsumen, di mana letak permainan itu sehingga barang langka?
Jadi ada kebijakan DMO (domestic market obligation). DMO itu, kalau kamu ekspor kamu harus berkewajiban memasok ke dalam negeri satu unit kau boleh ekspor 5 unit. Itu bisa berjalan bagi eksportir. Pedagang kita, industri kita itu tidak semuanya eksportir. Jadi pada saat DMO dilakukan banyak industri yang mangkrak karena dia tidak dapat CPO yang harga murah.
Kalau pedagang besar dan eksportir itu bisa kantong kiri kantong kanan. Kantong kiri dapat duit dari ekspor digelontorkan ke kantong kanan untuk domestik sehingga bisa jual murah. Sebagian tidak, jadi mereka mangkrak. Tapi sekarang dengan perubahan ini itu juga penyebabnya kenapa tidak serap masuk ke lapangan. Jadi ibarat kata kolam anda biasa dipompa 10 pompa, karena DMO cuma 7 yang jalan yang 3 mangkrak, ya nggak penuh-penuh kan.
Jadi kelangkaan ini karena permainan harga atau karena stok minyak goreng berkurang?
Enggak. Barang penuh. Cuma disparitas harga menyebabkan langka.
Apa hasil pantaun GIMNI terhadap perbedaan harga minyak goreng di level produsen dengan harga di tingkat konsumen?
Saya mengamati, contohnya dengan harga Rp15.864 (per liter) perkiraan saya harga premium antara Rp24.800 ke Rp25.000 per liter. Tahu-tahu saya dapat ada yang dijual Rp23.900, di bawah kan. Kalau kemasan sederhana diperkirakan antara Rp22.900 sampai Rp23.000. Minyak goreng curah antara Rp21.400 sampai 22.000 lah. Jadi selisihnya ke Rp14.000 (HET) tadi itulah yang disubsidi dari BPDPKS. Dan dengan berjalannya ini tidak mudah menjalankannya. Masih ada disparitas harga juga di kemasan sederhana.
Maka kita meminta anggota produsen supaya bersama-sama dengan agen menelusuri ke pelosok, ke ritel. Dan kita harus bikin hanya memberikan minyak kalau ada tanda di situ tertulis Rp14.000. Kayak SPBU Pertamina lah. Harganya kan enggak ada yang nipu-nipu. Harus bisa begitu. Supaya ini bisa jalan. Kemudian Satgas sama Bareskrim diminta melihat ini gejolak setelah beli minyak dari 'SPBU', dia pakai sendiri atau dia jual lagi. Itu yang perlu dijaga. Tapi kalau produknya membanjiri sampai berapa banyak dia kemampuannya.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kinerja industri kelapa sawit di Indonesia tak sebaik dari tahun kemarin.
Baca SelengkapnyaSKK Migas: Prioritas Produksi Minyak dan Gas Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri
Baca SelengkapnyaSaid juga menyinggung mengenai konversi program minyak tanah ke LPG yang mengakibatkan kebutuhan impor LPG Indonesia terus meningkat.
Baca SelengkapnyaTPN Ganjar-Mahfud menilai perlu banyak keterlibatan pelaku industri dalam program hilirisasi
Baca SelengkapnyaSelain negara di Afrika, pemerintah juga menjajaki peluang impor minyak dari negara di kawasan Amerika Latin.
Baca SelengkapnyaMasalah utama di bidang migas yang dihadapi adalah produksi minyak yang saat ini masih sangat rendah.
Baca SelengkapnyaKebijakan ini dilakukan sebagai upaya untuk menjamin pasokan minyak goreng.
Baca SelengkapnyaSejak Kebijakan HGBT dijalankan pada 2020, terjadi kenaikan volume ekspor oleokimia sebanyak 3,87 juta ton pada 2020, lalu 4,19 juta ton pada 2021.
Baca SelengkapnyaNeraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus USD1,31 miliar atau sekitar Rp20,01 triliun
Baca SelengkapnyaInvestor makin kurang menaruh minat pada sektor minyak.
Baca SelengkapnyaSejak pertengahan 2022 hingga saat ini, PTPN Group meningkatkan jumlah distributornya dari 14 menjadi 128.
Baca Selengkapnya