Mekanisasi sniper pemburu tikus
Merdeka.com - Asyik sekali temuwicara informal dengan ketua-ketua kelompok tani di Desa Sambitan, Tulungagung, Jawa Timur, tadi malam. Sekali lagi para petani kita itu begitu banyak idenya.
Misalnya dalam hal mekanisasi pertanian. Selama ini yang sudah memasyarakat secara tuntas adalah mesin bajak. Tidak ada lagi petani yang membajak dengan kerbau atau sapi. Tidak ada juga yang mencangkul 100 persen. Mesin bajak sudah sepenuhnya mengganti yang tradisional.
Yang juga semakin dominan adalah penggunaan mesin perontok gabah. Bahkan banyak petani sendiri sudah mampu membuatnya. Teknologi perontok ini memang sederhana.
-
Apa yang dibudidayakan oleh petani milenial dari Klaten? Petani milenial yang satu ini memanfaatkan budidaya tumbuhan Alga Spirulina yang bermanfaat sebagai solusi krisis panganan hingga menjadi pupuk organik.
-
Apa hasil panen petani milenial ini? Dari lahan tani seluas 8 hektare, dalam sekali panen ia bisa memproduksi 3 ton pepaya.
-
Apa yang diproduksi oleh petani di Tanah Karo? Banyak komoditas hasil bumi yang diproduksi dari petani-petani lokal dengan kualitas yang begitu baik. Wortel juga salah satu hasil pertanian terbesar bagi para petani-petani lokal seperti di Karo, Sumatera Utara.
-
Apa masalah yang dihadapi petani? Oh, selamat pagi juga. Masalah saya adalah bahwa ladang ini selalu banjir setiap musim hujan.
-
Dimana petani milenial ini bercocok tanam? Aksin saat ini bertani Pepaya California dengan masa tanam hingga panen selama tujuh bulan.
-
Apa yang sukses dari keluarga petani itu? Dalam unggahan tersebut disebutkan orang tua Leo adalah seorang petani yang hidup sederhana. Video itu sudah ditonton hingga lebih dari 2 juta kali dan mendapatkan banyak respons positif dari warganet.'Yang hebat bukan anaknya tapi ortunya,' tulis akun tiktok @_delxxx dalam kolom komentar.'Keren orang tuanya… ,' tulis akun @nuning_callista.
Yang baru mulai dicoba adalah mesin untuk panen. Perkembangannya juga sangat pesat. Industri mesin panen dalam negeri juga mulai tumbuh. Kalau mesin bajak sudah didominasi produksi dalam negeri, mesin panen pun kelihatannya juga bisa mengikutinya.
Yang masih sulit adalah mesin penanam padi (planter). Padahal mencari orang yang menjadi buruh tanam padi kian sulit. Kalau pun ada sudah tua-tua. Wanita muda sudah jarang yang mau terjun ke sawah. Akibatnya biaya tanam mahal sekali. Bahkan jadwal tanam sering harus mundur: menunggu tenaga yang masih dipakai di tempat lain.
Ancaman bagi peningkatan produksi beras juga ada di sektor ini.
Mesin penanam padi memang sudah ada. Impor. Tapi tidak cocok dengan kebiasaan petani kita. Terutama kebiasaan melakukan pembibitan. Untuk bisa menanam padi dengan mesin, pembibitannya tidak bisa lagi dilakukan di sawah.
Pembibitan harus dilakukan secara modern. Biasanya dilakukan di teras rumah. Agar tidak kehujanan. Benih pun tidak ditabur di tanah sawah, tapi di tanah khusus yang ditaruh di atas nampan.
Tadi malam, dengan cara duduk lesehan di pendopo rumah lurah Sambitan, kami mendiskusikan ini. Bagaimana agar petani kita mau berubah. Semua mengatakan akan sangat sulit.
Mengapa? Petani harus membawa semaian benih itu dari rumahnya ke sawah. Harus ada biaya dan alat transport. Tiba-tiba Pak Imam Muslim, Ketua Kelompok Tani Gempolan angkat tangan. Dia mengutip ide yang pernah dia dengar: pembenihan itu bisa dilakukan di sawah. Caranya: hampar plastik di sawah itu, lalu digelar tanah khusus di atasnya.
Dengan demikian benih yang bisa ditaruh di atas mesin planter sudah tersedia di sawah. Memang ada kendala: kalau hujan bagaimana? Tapi, kata pak Imam, itu bisa dicarikan peneduh.
Menanam dengan mesin memang tidak bisa ditawar lagi. Petani harus benar-benar mau berubah. Kalau penanam udah bisa dilakukan dengan mesin maka mekanisasi pertanian padi sudah terlaksana: bajak, tanam, penggaruk rumput, permanen, perontok semuanya menggunakan mesin.
Yang tidak kalah menariknya adalah dalam cara memberantas tikus. Petani Tulungagung merasa apa yang dilakukan di Godean, Yogya, masih kalah dengan cara terbaru Tulungagung. Di Godean yang sudah empat tahun gagal panen, memang sudah berhasil panen kembali bulan lalu. Tapi cara yang sama dianggap tidak efektif di Tulungagung.
Di sini petani menemukan cara terbaru: mengerahkan sniper. Penembak jitu. Senjata itu sebenarnya senjata biasa. Yang biasa untuk menembak burung. Tapi kini dianggap sangat efektif untuk menembak tikus. senjata itu dilengkapi sinar laser. Malam-malam sinar itu sangat jitu untuk mengincar tikus.
Kini ada 15 orang penembak tikus jitu di Tulungagung. Komandan detasemen khusus tikus ini: Turmudi dari desa Sanan. Untuk setiap tikus yang ditewaskan mereka mendapat upah Rp 1.500.
Ternyata semua kelompok tani sepakat dengan cara baru ini.
(mdk/yud)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sejak tahun lalu, sudah ada 12 rumah burung hantu yang disebar di empat kecamatan.
Baca SelengkapnyaSelain identik dengan kuliner Gayamnya, ternyata Gegesik juga dikenal sebagai pelestari budaya lokal, salah satunya berburu tikus.
Baca SelengkapnyaMahasiswa UNY membuat inovasi pagar listrik yang bisa mencegah monyet masuk ke pekarangan warga. Apakah aman?
Baca SelengkapnyaBerbagai tantangan mereka hadapi, mulai dari proyek penambangan hingga serangan hama tikus
Baca SelengkapnyaBerikut sosok yang hidupnya sempat pas-pasan sampai jualan racun tikus kini jadi anak buah Jokowi.
Baca SelengkapnyaBegini aksi kompak emak-emak menangkap ular piton besar di kebun. Banjir pujian warganet seketika.
Baca SelengkapnyaSetelah lulus SMA, Aji Saputra bingung mau melakukan apa. Akhirnya ia belajar pertanian dengan petani di desanya, kemudian memulai usaha pengolahan pupuk.
Baca SelengkapnyaPotret momen aksi seorang sniper berburu biawak pemangsa ayam ternak warga.
Baca SelengkapnyaPara petani Rorotan lebih mengutamakan tali dan baju untuk menjaga padi yang akan dipanen agar terhindar dari seragan hama burung pipit.
Baca SelengkapnyaSalah satu permainan tradisional dari Minangkabau ini masih berkaitan dengan kegiatan masyarakat saat bertani di sawah dan juga di ladang.
Baca Selengkapnya