Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Siklus gempa dan tsunami di selatan Pulau Jawa

Siklus gempa dan tsunami di selatan Pulau Jawa Ilustrasi Gempa Bumi. ©2015 Merdeka.com/Angeline Agustine

Merdeka.com - Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tengah melakukan penelitian terkait tsunami terjadi sejak zaman purba di Indonesia. Penelitian sejak tahun 2013, ini melihat berbagai temuan baru. Salah satunya siklus gempa besar pernah terjadi dari barat hingga timur pulau Jawa.

Dalam penelitian ditemukannya tiga kali tsunami raksasa pernah terjadi di selatan Pulau Jawa. Tsunami besar ini diduga berasal akibat adanya subduksi. Ada jejak tsunami raksasa mereka ditemukan. Ini terlihat dari endapan tsunami diperkirakan berumur sekitar 400 tahun lalu.

Berikut wawancara jurnalis merdeka.com Anisyah Al Faqir dengan salah seorang peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Purna Sulastya Putra di Jakarta, Kamis pekan lalu. Dia menjelaskan bagaimana siklus gempa pernah terjadi di sepanjang selatan Pulau Jawa.

Bagaimana penelitian Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI terkait siklus gempa besar di selatan Pulau Jawa?

Sejak 4 tahun terakhir kita fokus penelitian di selatan Jawa dari Lebak (Banten) sampai Trenggalek (Jawa Timur) untuk di eksplor semua. Jadi kita mencari bukti-bukti tsunami purba, yang terjadi puluhan ribu tahun lalu tapi yang kita cari bukan hanya bukti tsunami yang kecil-kecil tapi tsunami yang dihasilkan oleh gempa yang besar seperti Aceh 2004 atau Tohoku, Jepang 2011, itu juga bisa terjadi di selatan Jawa. Karena selama ini teori yang dianut ahli gempa bahwa gempa sebesar itu tidak akan terjadi di selatan Jawa. Penyebabnya lempengan yang tersubduksi di selatan jawa belum berumur tua, kemudian kecepatannya itu relatif lambat. Tetapi kejadian gempa Tohoku Jepang itu mematahkan teori tersebut karena gempa di Jepang umur lempeng dan kecepatan subduksinya hampir sama dengan selatan jawa Jawa tapi kejadian juga sehingga yang di Jepang juga kaget karena tidak terprediksi.

Nah, mungkin sebetulnya di selatan Jawa juga pernah terjadi gempa sebesar itu dengan magnitude 9 atau sama dengan yang di Aceh, nah kita ingin buktikan itu. Nah yang kemarin saya sampaikan adalah pengulangan gempa besar itu, lebih besar dari atau sama dengan magnitude 9. Jadi kita temukan dari Lebak sampai Trenggalek, pengulangan gempa besar dengan magnitude lebih dari 9 sekitar 500-800 tahun sekali. Kami menemukan endapan tsunami purba berumur sekitar 400 tahun yang lalu, kemudian kita juga temukan yang berumur sekitar 1000 tahun yang lalu dan juga 1800 tahun yang lalu. Kita bisa sebut itu tsunami yang besar karena kita temukan endapannya menerus atau konsisten di berbagai lokasi di sepanjang selatan Jawa.

Selain menemukan bukti pengulangan itu di masing-masing lokasi kita juga menemukan, misalnya di lebak ditemukan bukti tsunami yang lain tapi itu juga mungkin hanya lokal saja, tapi kejadiannya yang kita temukan umurnya lebih tua, sekitar3000-an tahun yang lalu di Widarapayung-Cilacap, kita juga menemukan bukti tsunami lain yang jauh lebih tua sekitar 5900-an tahun yang lalu.

Apa yang menjadi bukti geologi menyatakan pernah adanya tsunami di suatu wilayah?

Tsunami itu kan akan mengerosi segala material yang ada di darat mau pun di laut sehingga kalau tsunami masuk ke darat dan mengendapkan material tersebut di darat, maka akan bisa kita bedakan dengan endapan lain yang ada di darat. Nah itu yang kita buktikan kandungannya, karakteristiknya, dia dibawa oleh tsunami dan bukan oleh proses yang lain. Kalau ada endapan atau sedimen yang terendapkan oleh banjir atau badai, kita secara geologi bisa membedakan itu.

Sehingga bukti geologi yang tersimpan di dalam lapisan tanah atau sedimen itu bisa apa saja, tergantung material yang tersedia yang bisa terbawa oleh tsunami dan kemudian terendapkan. Selanjutnya kita juga perlu untuk membuktikan kapan kejadian tsunami tersebut.

Kalau material yang kita analisis umurnya itu biasanya material organik yang kita ambil dari lapisan di bawah atau di atasnya. Misalnya tsunami masuk ke rawa-rawa. Nah yang kita dating adalah lapisan gambut yang ada dibawah endapan tsunami itu atau kalau kita beruntung kita temukan di bagian bawah lapisan tsunami itu berupa daun dari tumbuhan rawa. Karena prinsip dating misalnya umurnya yang didapat dari daun atau batang tumbuhan akan menghasilkan nilai yang berbeda.

Tsunami itu membawa material yang ada di laut seperti biota entah itu mikrobiota foraminifera, diatom, molusca dan lain-lain. Kalau kita menemukan foraminifera yang bisa kita buktikan kalau dia tertranspor tsunami ke darat saat dia masih hidup saat itu, itu akan sangat tepat sekali untuk dijadikan material untuk analisis umur, karena dia mati saat terjadi tsunami. Kalau pakai material organik di bawahnya itu bisa saja ada jeda waktu, atau kalau lebih parah lagi ada endapan dalam rawa yang tererosi oleh tsunami. Sehingga rentang usianya bisa terlihat lebih tua.

Yang kemarin kita temukan di Kulonprogo itu lokasinya dekat sekali dengan bandara baru. Kita menemukan endapan tsunami yang umurnya 1800 tahun yang lalu. Di dalam lapisan itu kedalamannya tidak terlalu dalam, hanya 80 cm dari permukaan tanah. Di dalam lapisan pasir yang tebalnya sekitar sekitar 5-10 cm itu banyak sekali foraminifera yang masih kecil atau baby foram. Sangat melimpah dan cangkangnya masih segar dan ini menunjukkan bahwa bahwa pas kejadian (tsunami) dia masih hidup. Kalau kita bisa dating dengan foraminifera itu akan sangat presisi bisa kita ketahui kejadianya kapan.

Kalau yang di Lebak kejadiannya sekitar 3000-an tahun yang lalu kita lalukan analisis dating dengan menggunakan molusca yang cangkangnya masih intact atau masih menyatu.. Itu tandanya waktu tertransport oleh tsunami, moluska tersebut masih hidup.

Jadi yang sekitar 400 tahun itu kita temukan buktinya di Lebak, Pangandaran, Adipala-Cilacap dan Pacitan. Sehingga ketika tsunami yang 400 tahunan itu endapannya tersebar dari bagian barat Jawa sampai ke bagian timur yaitu , Pacitan. Maka bisa jadi panjang rupture atau patahan yang menghasilkan gempa bisa jadi sepanjang distribusi endapan tsunami tersebut. Kalau dari Lebak-Pacitan itu hampir 800-900 KM. Nah, patahan yang terjadi di Aceh tahun 2004 sekitar 1200-an KM dari utara Aceh sampai Kepulauan Andaman. Sehingga meskipun baru kita temukan lebak sampai Pacitan tapi magnitude yang dihasilkan mungkin sekitar 9 karena endapan tersebar sangat luas.

Tersebarnya endapan tsunami purba di Pulau Jawa, apakah berkaitan dengan gempa bumi yang terjadi akhir-akhir ini di Pulau Jawa?

Gempa besar itu pasti akan butuh waktu yang lama untuk menyimpan energi. Kalau energinya besar karena lama tersimpan lama akan menghasilkan gempa yang besar. Catatan sejarah gempa bumi dan tsunami di Indonesianya terbatas mulai dari zaman VOC atau sekitar 300 tahun yang lalu. Kita tidak tahu apakah ada gempa besar magnitude di atas 9 pernah terjadi di Selatan Jawa. Sebab yang terjadi selama ini magnitudenya selalu 8 atau lebih kecil dari itu. Sehingga hasil temuan kami juga, 400 tahun yang lalu itu di luar catatan sejarah. Artinya sejak 300 tahun terakhir tidak ada gempa besar, maka berdasarkan data geologi, kemungkinan besar sudah mendekati fase akan terjadi lagi dari data geologi karena catatan terakhir kita itu sekitar 400 tahun yang lalu itu sudah terjadi di selatan Jawa.

Gempa dan tsunami itu adalah sesuatu yang berulang. 400 tahun itu waktu yang cukup untuk mengumpulkan energi untuk melepaskan gempa dengan magnitude 8 atau lebih. Gempa-gempa yang akhir-akhir ini terjadi, harapan kita tentu saja akan mempengaruhi akumulasi energi yang sudah terkumpul tersebut. Dalam artian mudah-mudahan gempa yang terjadi akhir-akhir ini adalah bentuk pelepasan sebagian energi yang telah terkumpul, sehingga kalau energinya terlepas sedikit demi sedikit maka tidak akan terjadi gempa besar di selatan Jawa.

Ada salah satu studi dari ITB yang dilakukan oleh Rahmah Hanifa dan kawan-kawan. Dengan menggunakan data GPS. Dalam studinya, mereka akumulasi energi selama 300 tahun terakhir ternyata dapat menghasilkan gempa dengan magnitude 8,7 magnitude di sepanjang Lebak-Pangandaran. Nah kalau 400 tahun energi terkumpul dan tidak dikeluarkan secara perlahan oleh gempa-gempa kecil, maka gempa yang akan terjadi bisa lebih bear dari magnitude 8,7.

Tahun ini juga kita ada studi di selatan Bali dan menemukan adanya dua lapis endapan tsunami purba. Jika salah satunya atau kedua lapisan tersebut korelatif dengan endapan tsunami purba yang kami temukan di selatan Jawa, maka bisa dipastikan gempa penghasil tsunaminya sangat besar. Dua lapis endapan tsunami purba di Bali tersebut ditemukan pada kedalaman kurang dari dua meter dan penyebarannya cukup konsisten lebih dari 5 km di sepanjang pantai, sehingga dari distribusinya tidak bisa terbantahkan bahwa kedua lapisan ini diendapkan oleh tsunami.

Beberapa gempa di Pulau Jawa akhir-akhir ini bisa disebut sebagai pertanda akan terjadinya gempa dengan kekuatan magnitude 8,7 atau 9 yang telah dijelaskan sebelumnya?

Kita harus tahu dulu sebab gempanya. Ada dua penyebab gempa yakni yang berpusat di darat karena adanya pergerakan dari sesar dan ada juga yang di laut yang berasal dari gerakan subduksi. Memang sejak beberapa tahun terakhir sering terjadi gempa. Tapi kita harus melihat posisi pusat gempanya ada di mana. Misalnya, di selatan Jawa pada 1994 ada gempa di laut selatan Banyuwangi yang menyebabkan tsunami, kemudian ada gempa dan tsunami Pangandaran tahun 2006. Kita belum punya kejadian di antara selatan Banyuwangi dan Pangandaran tersebut juga belum ada gempa.

Nah ini yang distudi Hanifa karena di sini ada seismigraf sejak 300 tahun terakhir tidak ada gempa, artinya kalau dalam satu segmen energinya lepas secara berbarengan, nanti bisa terjadi. Gempa-gempa tersebut akan akan ikut melepaskan energi yang terkumpul itu, terutama di lokasi-lokasi adanya seismic gap tersebut. Namun ada juga studi yang menyatakan bahwa adanya gempa-gempa kecil di sekitar segmen yang energinya sudah cukup terkumpul, malah akan menyulut segera terjadinya gempa besar, tentu ini bukan yang kita harapkan.

Tsunami di Banyuwangi tahun 1994 lalu hal yang sama kembali terjadi di Pangandaran tahun 2006. Terakhir 15 Desember lalu ada gempa di Tasikmalaya. Apakah ini memang polanya akan terus bergeser ke arah barat pulau Jawa?

Belum tentu juga, gempa di Tasik kemarin itu pusatnya itu lebih ke darat dan lumayan dalam sekitar 130 km. Itu peluang terjadinya tsunami kecil tapi meskipun gempanya cukup besar. Tetapi untuk selanjutnya ke arah mana kita belum tahu secara pasti, bisa jadi ke daerah yang kita anggap seismig gap itu, bisa saja akan muncul di situ.

Wilayah mana saja yang berpotensi terjadi gempa dan tsunami di selatan Jawa?

Kalau yang gempa magnitude lebih besar atau sama dengan 9 itu seluruh wilayah selatan Jawa sangat berpotensi terkena dampaknya, karena patahan yang jadi sumber gempa itu di sepanjang Jawa. Tetapi gempa yang lebih kecil dengan skala 7 dan 8 itu bisa terjadi kemungkinan besar di lokasi yang paling enggak dalam 300 tahun terakhir tidak terjadi gempa sebesar itu di situ. Jadinya energinya lebih terakumulasi.

Salah satu tujuan penelitian tsunami purba yang kami lakukan ini targetnya juga adalah memetakan semua kejadian tsunami purba yang pernah terjadi di selatan Jawa, sehingga kita juga bisa lebih detil mengetahui wilayah-wilayah mana yang berpotensi terkena dampak tsunami-tsunami yang lebih kecil karena dampaknya akan bersifat lebih lokal. Namun kami membutuhkan studi dan pemetaan endapan tsunami yang sangat detil.

Studi kami belum sampai karena kita belum melakukan pemetaan detil di setiap lokasi. Kami masih konsentrasi mencari penyebaran sepanjang garis pantai Selatan Jawa. Jadi untuk memastikan daerah mana yang paling rawan itu masih belum bisa, gempa magnitude 9 ini adalah sepanjang selatan Jawa semuanya berpotensi terkena dampaknya. Nah harapan kita tentu saja tidak akan terjadi rupture atau pematahan yang berbarengan di sepanjang selatan Jawa. Namun, bagian mana yang akan terpatahkan lebih dahulu, kita belum tahu dengan pasti, bisa jadi, di bagian yang kita sebut seismic gap tadi, meskipun harus ada studi yang perlu kita lakukan untuk membuktikan pernyataan ini.

Wilayah mana saja yang rawan berpotensi terkena siklus gempa bumi besar?

Sekali lagi untuk gempa dengan magnitude 9 yang siklusnya setiap 500-800 tahun sekali, akan berpotensi mengakibatkan seluruh wilayah Pulau Jawa terdampak. Tsunami bisa menyebabkan seluruh wilayah di selatan Jawa terdampak, sedangkan goncangan gempanya bahkan akan bisa merusak di berbagai kota di bagian utara Pulau Jawa, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung bisa terdampak semua.

Kenapa Jakarta dan Kalimantan menjadi wilayah hanya terdampak gempa bumi?

Jakarta sebenernya sangat rawan gempa, kalau kita lihat, endapan tsunami purba yang berumur 400 tahun yang lalu, bisa jadi gempanya adalah gempa 5 Januari 1699 yang merusak Batavia. Dalam catatan sejarah selain mengakibatkan puluhan korban jiwa dan gedung-gedung rusak, gempa tersebut juga mengakibatkan adanya longsor di Ciliwung yang kemudian menyebabkan banjir. Ini membuktikan bahwa, gempa yang terjadi di zona subduksi selatan Jawa juga bisa sangat merusak kota Jakarta. Selain itu, ada juga penelitian yang menemukan adanya sesar aktif yang melintang sekitar 20 kilometer di selatan Jakarta yaitu sesar yang merupakan kepanjangan dari Sesar Baribis. Bisa jadi ada sumber gempa yang lain di sekitar Jakarta, namun belum teridentifikasi dan terpetakan dengan baik. Kalau di bilang Jakarta hanya terdampak gempa bumi, tidak juga, Tsunami Krakatau 1883 juga mencapai Batavia. Gempa besar magnitude 9 di selatan Jawa akan menghasilkan tsunami yang sangat besar yang bisa saja dampak tsunaminya akan mencapai Jakarta.

Kalau Kalimantan juga tidak bener-bener aman dari gempa. Kita ingat tahun 2016 ada gempa magnitude sekitar 5 di tarakan, dengan kedalaman sekitar 10 km. Ini menunjukkan adanya sesar aktif juga di Kalimantan. Kalimantan juga berpotensi terkena dampak tsunami, terutama di sisi bagian timur Pulau Kalimantan. Adanya zona subduksi di utara Sulawesi, kalau mengahsilkan tsunami bisa saja berdampak ke Kalimantan. Tsunami juga bisa diakibatkan oleh longsoran bawah laut yang bisa terjadi di mana saja. Selain itu di Selat Makassar di timur Kalimantan juga ada sesar aktif kemenerusan dari sesae Pau - Koro, yang mungkin juga bisa menjadi sumber tsunami.

Apakah hasil penelitian ini akan diserahkan kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti?

Pastinya dan seharusnya seperti itu. Diserahkan ke pemerintah dan seluruh stakeholder. Contohnya hasil penelitian kami di Kulonprogo itu. Kita, Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI langsung berkoordinasi dengan Angkasapura. Jadi dari hasil penelitian kita, bahwa gempa di selatan jawa bisa mencapai magnitude 9 dengan tsunami yang jauh lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya, maka dari dari informasi tersebut akan ada perubahan desain pembangunan bandara baru. Misalnya ketinggian landasan pesawat akan di tabah. Dampak gempa kepada bangunan kan bisa direkayasa kalau tsunami agak susah. Makanya salah satu solusinya tinggi landasan diubah lebih tinggi untuk memperkecil dampaknya.

Bagaimana LIPI mengedukasi tentang gempa kepada masyarakat?

Salah satunya kita aktif dengan BPBD di mana kita bekerja (melakukan survei), contohnya ada salah satu BPBD di daerah yang sangat responsif, sangat support dan aware. Mereka ikut menyampaikan ke masyarakat hasil studi kami. Namun ada juga pemerintah daerah yang kurang peduli. Kami berharap bisa bekerja bersama-sama elemen masyarakat dan pemerintah daerah di sepanjang selatan Pulau jawa ini. Saat kita di lapangan juga kita juga melakukan edukasi ke masyarakat meskipun hanya lewat Kepala Desa pada waktu kita minta izin untuk melakukan survei tsunami purba.

Selama ini apa masyarakat sudah teredukasi dengan masalah kegempaan semacam ini?

Macam-macam, boleh dibilang secara umum masih kurang. Sebagai contoh di beberapa daerah ada yang LSM terlibat dan memberikan edukasi tapi ada yang juga belum pernah dan BPBD-nya kurang aktif jadi masyarakat tidak banyak tahu, jadi perlu langkah yang lebih konkret dari kita semua. (mdk/ang)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Muncul Fenomena Air Panas Pascagempa di Bawean, Ini Kata Pakar Geologi
Muncul Fenomena Air Panas Pascagempa di Bawean, Ini Kata Pakar Geologi

Fenomena yang terjadi di Desa Tambak, Kecamatan Tambak, Pulau Bawean, itu termasuk hal biasa.

Baca Selengkapnya
Analisa Ahli Penyebab Gempa Beruntun di Tuban
Analisa Ahli Penyebab Gempa Beruntun di Tuban

Gempa yang berkekuatan lebih dari magnitudo 5 dari siang hingga sore ini berada di sebelah barat Pulau Bawean.

Baca Selengkapnya
19 Kali Gempa di Tuban, Ini Penjelasan BMKG
19 Kali Gempa di Tuban, Ini Penjelasan BMKG

Gempa tersebut bahkan dirasakan masyarakat di Malang, Semarang hingga Yogyakarta.

Baca Selengkapnya
Update! Gempa Susulan di Bawean Capai 229 Kali, 8 Getaran Masih Dirasakan
Update! Gempa Susulan di Bawean Capai 229 Kali, 8 Getaran Masih Dirasakan

Dari catatan Badan Meterorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika kelas II Pasuruan, gempa bumi susulan Bawean sudah mencapai 229 kali.

Baca Selengkapnya
Analisis BMKG Terkait Gempa Beruntun di Tuban
Analisis BMKG Terkait Gempa Beruntun di Tuban

Hasil analisis menjelaskan, sesar aktif tersebut mengalami pergeseran.

Baca Selengkapnya
Ini Analisis Badan Geologi soal Gempa Magnitudo 6,2 di Garut
Ini Analisis Badan Geologi soal Gempa Magnitudo 6,2 di Garut

Badan Geologi Kementerian ESDM memaparkan analisis tentang gempa bumi magnitudo 6,2 yang mengguncang wilayah Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Baca Selengkapnya
Gempa Guncang Kepulauan Sangihe dan Banjar Kalsel Pagi Ini, BMKG Ungkap Penyebabnya
Gempa Guncang Kepulauan Sangihe dan Banjar Kalsel Pagi Ini, BMKG Ungkap Penyebabnya

Gempa bumi tektonik dengan magnitudo 4,8 mengguncang Pantai Utara Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, hari ini (13/2) pukul 07.34 WIB.

Baca Selengkapnya
Kenapa Gempa Megathrust Berpotensi Terjadi di Indonesia, Ini Alasannya
Kenapa Gempa Megathrust Berpotensi Terjadi di Indonesia, Ini Alasannya

Penting untuk mewaspadai risiko gempa megathrust yang terjadi di Indonesia.

Baca Selengkapnya
BMKG: 16 Kali Gempa Susulan Guncang Tuban, Terbesar Magnitudo 5,3
BMKG: 16 Kali Gempa Susulan Guncang Tuban, Terbesar Magnitudo 5,3

Hingga pukul 13.10 WIB, ada delapan kali gempa susulan.

Baca Selengkapnya
Tak Perlu Khawatir Berlebihan, Ini yang Harus Disiapkan Hadapi Gempa Megathrust
Tak Perlu Khawatir Berlebihan, Ini yang Harus Disiapkan Hadapi Gempa Megathrust

Pemerintah perlu memperhatikan penanggulangan bencana Megathrust ini sesuai Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana.

Baca Selengkapnya
BMKG Ungkap Penyebab Gempa Magnitudo 6,0 Guncang Tuban
BMKG Ungkap Penyebab Gempa Magnitudo 6,0 Guncang Tuban

Hasil analisis BMKG menunjukkan gempa ini memiliki parameter update dengan magnitudo 5,9.

Baca Selengkapnya
Semeru Erupsi Lagi, Begini Sejarah Letusan Gunung Tertinggi di Pulau Jawa
Semeru Erupsi Lagi, Begini Sejarah Letusan Gunung Tertinggi di Pulau Jawa

Teramati kolom abu setinggi 800 meter dari puncak gunung dan guguran material ke arah Besuk Kobokan.

Baca Selengkapnya