Akibat Nepotisme Anak Presiden, Indonesia Diserang dan Dipermalukan di Forum Internasional
Kebijakan mobil nasional dan fasilitas istimewa pada PT Timor Putra Nasional pada 1996 membuat Jepang, Uni Eropa, dan Amerika Serikat meradang. WTO jadi wasit.
Indonesia dilaporkan ke WTO karena melanggar aturan perdagangan internasional.
Akibat Nepotisme Anak Presiden, Indonesia 'Diserang' Jepang, Uni Eropa, dan Amerika Serikat
Pemerintah Indonesia mempunyai ikhtiar kuat untuk membangun sektor industri otomotif sejak Presiden Soekarno.
Ikhtiar ini berlanjut bersama merek-merek otomotif asal Jepang pada era Presiden Soeharto, yang diiringi dengan visi membangun mobil merek sendiri alias mobil nasional.
Beberapa proyek mobil nasional pada era 1990-an baik dikerjakan oleh pemerintah maupun swasta. Seperti proyek Maleo oleh Menristek RI BJ Habibie, Astra Project X120 (Astra Group), dan Bakrie beta 97 (Bakrie Group).
Namun, proyek mobil nasional yang kontroversi adalah mobil Timor, karena mendapat dukungan penuh Presiden Soeharto. Diawali penerbitan Instruksi Presiden No 2/Februari 1996 tentang Mobil Nasional.
Mobil nasional yang dimaksud: merek lokal, dibuat di dalam negeri, menggunakan komponen lokal, ekspor produk jadi, dan sebagainya.
Instruksi Presiden Soeharto itu diperkuat dengan Keputusan Presiden No 42/Juni 1996, yang menunjuk PT Timor Putra Nasional (TPN) sebagai pelaksana tunggal program mobil nasional (mobnas).
Dihimpun dari berbagai sumber.
Kontroversinya, PT TPN punya Hutomo Mandala Putra alias Tommy, anak bungsu Presiden Soeharto. Alhasil, TPN dapat fasilitas istimewa untuk realisasi mobnas:
1. Dapat mengimpor 40.000 unit sedan Kia Sephia dari Korea Selatan, karena belum punya fasilitas perakitan.
2. Karena produk impor, saat itu PT Timor hanya mengganti emble sedan Kia Sephia dengan emblem Timor untuk memenuhi kriteria mobil nasional: merek lokal.
3. Pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) ditanggung pemerintah.
4. Bebas beamasuk impor komponen.
5. Pajak pertambahan nilai (PPN) 10%.
Segala fasilitas istimewa itu membuat harga jual Timor lebih murah dibandingkan sedan sejenis saat itu.
Akhirnya, mobnas Timor S515 diluncurkan di Jakarta pada 8 Juli 1996, harganya Rp 35 juta (on the road), lebih murah daripada Toyota Starlet (Rp 48 juta) dan Toyota Corolla (Rp 76 juta).
Dihimpun berbagai sumber.
Buku Industri Otomotif untuk Negeri (Desember, 2021).
Jongkie Sugiarto, mantan Presdir PT Bimantara Hyundai Indonesia.
"Harga jual sedan Timor S515 saat itu sangat murah sehingga membuat sedan Hyundai Elantra sulit bersaing."
Dikutip dari buku Industri Otomotif untuk Negeri (Desember, 2021).
Fasilitas istimewa lain
Sedan Timor S515 juga mendapat fasilitas istimewa dari sisi birokrasi pemerintah. Seperti pejabat pemerintah provinsi dan anggota parlemen (DPR RI) wajib membeli mobnas ini.
Penjualan 1997-1999
Hanya dalam tempo satu tahun sejak program mobnas dirintis Presiden Soeharto, mobnas Timor S515 cukup berhasil meraih pangsa pasar 35,82% di segmen sedan 1.300-1.600 cc.
Sejak Oktober 1996 hingga Agustus 1999, total penjualan Timor adalah 27.360 unit, rerata 800 unit per bulan.
Akhir 1999, stok mobnas Timor S515 mencapai 12.355 unit alias tidak laku.
Merasa dirugikan akibat fasilitas istimewa pada PT Timor Putra Nasional di program mobnas, pada Oktober 1996, Jepang, Uni Eropa, dan Amerika Serikat menggugat pemerintahan Soeharto ke World Trade Organization (WTO), karena dianggap melanggar general agreement on tariff and trade (GATT).
Akibat gugatan ke WTO itu, pemerintah Indonesia menyiapkan pembelaan dalam sidang yang dimulai pada 12 Juni 1997.
Berbagai sumber, diolah.
Sidang 'Mobnas Timor' ini memakan waktu 12 bulan lebih, setelah WTO membacakan hasil keputusannya pada 23 Juli 1998.
Panel WTO memutuskan pemerintah Indonesia melanggar GATT, sehingga harus menghapus kebijakan istimewa pada PT Timor Putra Nasional, punya Tommy Soeharto.
Akibat kekalahan di WTO, pemerintah Indonesia mencabut Inpres No 2/1996 dan Keppres No 42/1996 terkait mobil nasional dan PT Timor Putra Nasional.
Kisah istimewa anak presiden pungkas diserang dunia internasional.
Berbagai sumber, diolah.