Italia Bakal Datangkan Teknologi Mesin Tekstil Ramah Lingkungan, Begini Tanggapan Pelaku Industri Indonesia
Namun, saat ini, industri tekstil lokal mengalami kesulitan akibat serbuan pakaian impor.
Industri tekstil sebagai bagian dari ekosistem fesyen kini beralih ke arah yang lebih ramah lingkungan. Tidak hanya bahan baku yang digunakan bersifat alami, tetapi juga proses produksinya diupayakan untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Dalam merespons permintaan tersebut, Italia telah merancang berbagai mesin tekstil yang diklaim mendukung prinsip sustainability.
Dalam rangka memperkenalkan teknologi ini, Italian Trade Agency (ITA) bersama ACIMIT (Asosiasi Produsen Mesin Tekstil Italia) menggelar Workshop Italian Textile Technology Indonesia, yang melibatkan 44 perusahaan dengan spesialisasi yang beragam, termasuk Finishing/Digital Printing, Dyeing, Non-Woven, Spinning, Weaving, dan Knitting, serta Textile lab, di dua kota, yaitu Solo dan Bandung, pada tanggal 12 dan 14 November 2024.
Keputusan untuk mengadakan acara di kedua kota tersebut berdasarkan rekomendasi dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), agar lebih dekat dengan pasar yang ingin dijangkau.
"Kami berada di sini tidak untuk menjual harga. Kita di sini bukan karena mesin kami jauh lebih murah. Kami di sini karena kami percaya bahwa teknologi kami adalah salah satu yang terbaik di dunia," kata Marco Salvade, Presiden ACIMIT, dalam sambutannya di Bandung pada Kamis, 14 November 2024.
Ia menekankan bahwa untuk mewujudkan teknologi yang dipromosikan dalam acara ini, diperlukan waktu dan investasi yang signifikan. Tujuan dari investasi ini adalah untuk mendukung masa depan yang semakin menuntut keberlanjutan, yang didefinisikan sebagai teknologi yang minim dalam penggunaan senyawa kimia berbahaya, efisien dalam penggunaan energi, dan memiliki emisi karbon yang rendah.
"Kami di sini untuk menjelaskan dan mencoba meyakinkan Anda bahwa masa depan bukan untuk membayar harga yang lebih murah, tetapi masa depan adalah untuk berinvestasi dalam sustainability," tambahnya.
Pernyataan ini mencerminkan komitmen Italia untuk berkontribusi pada industri tekstil yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan, sejalan dengan tren global yang semakin mengedepankan keberlanjutan dalam setiap aspek produksi.
Inovasi dalam teknologi mesin tekstil asal Italia
Dengan menekankan pada aspek keberlanjutan, perusahaan-perusahaan mesin tekstil asal Italia memperkenalkan produk-produk mereka beserta keunggulan masing-masing. Salah satu yang menarik perhatian saya adalah mesin pengering dari STALAM.
Mesin yang diproduksi oleh perusahaan yang berlokasi di Vicenza ini dapat diibaratkan seperti microwave. Hal ini dikarenakan teknologi frekuensi radio yang digunakan untuk menyerap kelembapan dari material yang dikeringkan, sehingga prosesnya berlangsung tanpa interaksi manusia.
Teknologi ini diklaim mampu menghemat tenaga, karena operator hanya perlu mengatur sistem, dan hasilnya pun lebih kering dan merata dibandingkan dengan mesin pengering konvensional. Selain itu, energi yang dibutuhkan juga lebih rendah karena tidak melalui proses pemanasan seperti yang ada pada mesin pengering tradisional.
Di samping itu, terdapat mesin pewarna yang diproduksi oleh Technorama untuk menciptakan sampel kain. Mesin robotik ini memungkinkan proses penciptaan warna berlangsung secara otomatis selama 24 jam dengan hasil yang lebih akurat. Menurut produsen, mesin ini akan sangat membantu dalam proses penelitian di pabrik sebelum melanjutkan ke tahap produksi yang sesungguhnya.
Salvade menyatakan bahwa berbagai inovasi yang ramah lingkungan ini merupakan bagian dari Proyek Teknologi Berkelanjutan. Setiap produk yang berhasil lolos akan mendapatkan sertifikat CLIMA, yang bertujuan untuk mengidentifikasi kinerja energi dan dampak lingkungan dari setiap mesin. Sejak tahun 2012, lebih dari 1.800 sertifikat telah dikeluarkan.
Sertifikasi hijau berpengaruh terhadap respons pasar lokal
Sejak tahun 2016 hingga saat ini, emisi yang berhasil dihindari mencapai 1,2 triliun ton karbon dioksida, yang setara dengan 221.187 kendaraan yang menempuh jarak 35.000 km dalam satu tahun," ungkap Salvade.
Pertanyaannya, bagaimana respons industri lokal terhadap tawaran ini? David Leonardi, Wakil Ketua Badan Perwakilan Daerah Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat, mengungkapkan bahwa mereka tidak meragukan kualitas mesin tekstil dari Italia. Namun, ia menekankan bahwa investasi untuk keberlanjutan lingkungan di sektor tekstil cukup tinggi.
"Teknologinya sudah terbukti berkualitas. Kami siap membayar jika ada demand atau permintaan. Tetapi jika tidak ada permintaan, untuk apa kami membeli?" tegasnya.
Ia juga berharap pemerintah dapat mengeluarkan regulasi yang mendukung perlindungan terhadap industri padat karya ini. Salah satu langkah yang diharapkan adalah penerapan regulasi bea masuk antidumping (BMAD) untuk mengendalikan praktik dumping produk tekstil yang merajalela di pasar domestik.
"Kami terus berupaya agar pemerintah mengeluarkan regulasi yang disebut non-tariff barrier, salah satunya adalah BMAD anti-dumping," pungkas David.
Peran Signifikan Industri Tekstil Lokal
David mengungkapkan bahwa saat ini industri tekstil di Indonesia sedang mengalami banjir barang impor. Situasi ini telah memicu krisis yang berujung pada banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan pabrik. Oleh karena itu, ia menekankan perlunya penerapan kebijakan bea masuk antidumping untuk melindungi industri tekstil lokal.
"Karena apabila kita tidak melakukan non-tariff barrier, ini akan membahayakan untuk industri lokal," ujarnya.
Di sisi lain, mereka juga berusaha meyakinkan pihak perbankan untuk memberikan dukungan pendanaan, sambil terus mengedukasi pelaku industri tentang pentingnya mengadopsi konsep keberlanjutan.
David melanjutkan, "Jujur memang mereka melihat kami juga terus berhenti-berhentinya memberitakan kepada mereka ini (perbankan) tolong dibantu, karena masih tidak sedikit perusahaan juga masih optimis terhadap tekstil ini."
Sementara itu, Komisaris Badan Perdagangan Italia (ITA), yang merupakan perwakilan dari Kantor Promosi Dagang Kedutaan Besar Italia, menyatakan bahwa tingginya harga mesin dari Italia menjadi salah satu kendala utama yang membuat produk mereka kurang diminati di pasar Indonesia.
Selain itu, perbedaan jarak antara kedua negara juga berkontribusi pada tingginya biaya. Ia juga menilai bahwa Indonesia belum sepenuhnya terbuka terhadap pasar Eropa dari sisi politik. "Jadi, kami berharap dengan presiden baru (Indonesia) sesuatu akan berubah dan hubungan dengan Eropa dan Italia khususnya akan menjadi lebih erat," tambah Pinto.