4 Bayi lucu ini harus meregang nyawa karena kabut asap
Merdeka.com - Masyarakat di sejumlah kota di tanah air masih harus hidup dengan kabut asap. Pasalnya, kebakaran lahan dan hutan di sejumlah provinsi di tanah air masih saja terus terjadi.
Tak cuma kerugian materil, kerugian nonmateril juga banyak ditimbulkan akibat bencana ini. Salah satunya adalah kesehatan warga yang terganggu karena harus terus menerus hidup dengan mengisap asap.
Bahkan, korban jiwa hingga berjatuhan akibat kabut asap tersebut mengakibatkan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
-
Apa dampak kabut asap ke paru-paru? Sebuah penelitian menunjukkan bahwa efek kabut asap dalam jangka panjang bisa meningkatkan risiko penyakit paru-paru, seperti infeksi saluran pernapasan dan emfisema.
-
Siapa yang terdampak kabut asap? Dampak kabut asap dapat memperburuk kondisi penderita asma dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
-
Bagaimana kerusakan lingkungan menyebabkan bencana? Ulal tangan manusia dapat memengaruhi terjadinya bencana tersebut melalui aktivitas yang merusak lingkungan, seperti illegal logging yang menyebabkan banjir dan tanah longsor, serta pembangunan di daerah rawan bencana alam.
-
Siapa yang paling dirugikan akibat kebakaran? Kerugian yang dialami pedagang itu ditaksir lebih dari Rp300 juta.
-
Siapa korban kebakaran? Atas kejadian itu, mengakibatkan satu orang meninggal dunia atas nama Cornelius Agung Dewabrata (59).
-
Apa saja dampak buruknya? Akibat menonton TV terlalu dekat bagi kesehatan diketahui dapat menyebabkan mata tegang, mata kering, sakit kepala, dan penurunan konsentrasi.
Mirisnya, empat di antara korban jiwa adalah balita. Bayi-bayi mungil itu harus kembali ke pangkuan Ilahi karena mengidap ISPA akibat terus menerus menghirup asap.
Berikut empat bayi yang meninggal karena kabut asap seperti dirangkum merdeka.com:
Bayi Husen Saputra
Muhammad Husen Saputra, bayi berusia 28 hari, meninggal dunia lantaran mengidap penyakit ISPA. Husen meninggal dunia setelah menjalani perawatan di instalasi gawat darurat Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. Penyakit ISPA yang divonis dokter ternyata membuat anak bungsu dari tiga bersaudara itu akhirnya mengembuskan napas terakhir pada Selasa (6/10) pukul 19.30 WIB.
Kematian bayi yang lahir pada 11 September 2015 itu membuat keluarga tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Apalagi, bayi malang itu meninggal karena terpapar asap.
"Anak saya sehat dan normal saja waktu dilahirkan. Tiga hari kemarin sesak napas. Kata dokter kena ISPA, tapi sudah parah, Selasa malam kemarin meninggal," ungkap ayah korban Hendra (33), Rabu (7/10).
Korban sudah dimakamkan di tempat pemakaman umum Naga Sewidak, tak jauh dari kediaman orangtuanya di Jalan Talang Banten, Lorong Banten 1, RT01, RW 01, No A39, Kelurahan 16 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu II, Palembang.
Bayi Arika Patina Ramadhani
Seorang bayi kembali meninggal dunia karena asap. Bayi perempuan malang itu bernama, Arika Patina Ramadhani berusia 1,3 tahun.
Putri pertama pasangan Muhammad Bakri (31) dan Asnayanti (27) itu sempat dirawat di instalasi gawat darurat (IGD) Rumah Sakit Siti Khadijah, Palembang, Minggu (11/10), sejak pukul 07.00 WIB. Namun, nyawanya tak tertolong lagi setelah dirawat selama sepuluh jam, dan wafat pada pukul 17.00 WIB.
"Anak saya demam tinggi. Waktu berobat di klinik, dokter bilang anak saya sakit Pernapasan. Saya bawa ke rumah sakit, namun meninggal dunia, dirawat cuma 10 jam," kata ayah korban, Bakri, Senin (12/10).
Saat dirawat, Arika mendapatkan sejumlah penanganan dari petugas medis. Mulai dari pemberian obat hingga pemasangan selang oksigen. Namun, kondisinya tidak berubah, tetapi malah memburuk.
"Kata dokter anak saya sudah parah, kena infeksi paru-paru karena asap. Kemarin sore meninggal," ujar Bakri.
Jenazah Arika sudah dimakamkan pihak keluarga di tempat pemakaman umum Kebun Bunga, Palembang, siang tadi. Tujuh hari ke depan, pihak keluarga menggelar pembacaan Surat Yasin di rumah kontrakan mereka, di Jalan Swadaya, Lorong Keluarga, Kelurahan Pakjo, Palembang.
Bayi Latifah Ramadani
Latifah Ramadani, bayi berumur satu tahun tiga bulan meninggal dunia setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Bari Palembang, Senin (12/10) pukul 17.00 WIB. Sebelumnya, bayi perempuan pasangan Sugeng dan Herlina itu dirawat di RS RK Charitas Palembang karena menderita penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Menurut ayah korban, Sugeng saat ditemui di rumah duka di Jalan Ponorogo, Lorong Jogja, Kelurahan Sukajaya, Kecamatan Sukarami, Palembang, anak bungsunya dari tiga bersaudara tersebut meninggal dunia di ruang ICU. Di sana dia sempat mendapatkan perawatan selama lima jam.
"Pindah rumah sakit siang tadi, sorenya jam lima anak saya meninggal di ICU," ungkap Sugeng, Senin (12/10).
Dalam keadaan pasrah, Sugeng yang bekerja sebagai kuli bangunan itu menuturkan, Latifah sempat mengalami sesak napas sejak seminggu terakhir. Kemudian, penyakitnya bertambah parah dengan mengidap muntaber sehari sebelum ajalnya tiba.
"Anak saya itu digendong ibunya jalan kaki waktu ngantar kakak perempuannya ke sekolah seminggu kemarin. Memang asap lagi banyak. Pulang dari sana langsung sesak nafas," kata dia.
Selain asap, saat itu juga banyak debu yang berterbangan sehingga tak menutup kemungkinan anaknya tersebut mengalami muntaber karena debu-debu tersebut.
"Selama sakit dia tidak nangis-nangis tapi mulutnya hanya ngap-ngapan saja. Mungkin karena napasnya susah jadi tak bisa nangis itu," tuturnya dengan raut wajah sedih.
Bayi Darent
Darent, balita berusia 1,4 tahun, putra kedua pasangan Tambunan dan Nainggolan mengembuskan napas terakhirnya saat tiba di Rumah Sakit Myria Palembang, Selasa (13/10) sekitar pukul 17.30 WIB. Dia didiagnosa mengidap infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Padahal siang harinya korban masih segar bugar dan bermain ceria dengan kakaknya, Yosep (6).
Tiba-tiba, Darent mengalami gangguan sesak napas. Ibunya, Naigolan akhirnya membawanya ke seorang bidan dan diberikan obat. Kondisi Darent pun berangsur membaik.
Selang beberapa lama, Darent kembali sesak nafas sehingga keluarganya memutuskan untuk membawanya berobat ke RS Myria Palembang. Namun, nyawanya tak tertolong lantaran belum mendapat perawatan maksimal.
"Waktu berobat di bidan, dia bilang gejala sesak napas. Di rumah sakit dokter bilang juga begitu," ungkap Naigolan kepada merdeka.com, Rabu (14/10). (mdk/noe)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ibu Hamil Korban Tewas Kebakaran Gudang Perabotan di Bekasi Sempat Teriak Minta Tolong
Baca SelengkapnyaPolisi menjebol tembok ruko di sebelah lokasi kejadian, tetapi korban sudah dalam kondisi pingsan.
Baca SelengkapnyaMasalah polusi udara semakin mengkhawatirkan. Khususnya di Jakarta. Berikut dampak polusi udara pada kesehatan anak yang perlu diwaspadai.
Baca SelengkapnyaApi baru bisa dipadamkan setelah delapan jam petugas melakukan pemadaman.
Baca SelengkapnyaMenurut Sutanto, sumber api saat ini diduga berasal dari rumah ketiga balita yang tewas dalam kebakaran tersebut.
Baca SelengkapnyaGunung Merbabu terbakar hebat sejak Jumat (27/10).
Baca SelengkapnyaSatu keluarga yang terdiri dari suami istri dan tiga anak perempuan tewas saat kebakaran gudang perabotan
Baca SelengkapnyaAnak-anak penderita gagal ginjal akut karena cemaran obat sirup beracun sedang berjuang untuk hidup.
Baca SelengkapnyaKebakaran yang terjadi di sebuah taman hiburan di India itu sebagian besar adalah anak-anak.
Baca SelengkapnyaSebanyak lima orang tewas akibat kebakaran gudang perabotan di Bekasi.
Baca SelengkapnyaMusim dingin segera tiba. Perjuangan dan penderitaan dari jutaan warga Palestina belum juga berakhir.
Baca SelengkapnyaKebakaran melanda sebuah rumah dan dua kontrakan di Jalan Papanggo 3 B, Kelurahan Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Baca Selengkapnya