80 Persen Sampah Plastik di Lautan Berasal dari Negara Kemiskinan Tinggi
"Sebenarnya apa yang kita harus selesaikan terlebih dahulu. Nomer satu, masalah kemiskinan," kata David Katz.
Hal itu disampaikan oleh David Katz pendiri atau CEO dari Plastic Bank
80 Persen Sampah Plastik di Lautan Berasal dari Negara Kemiskinan Tinggi
David Katz pendiri atau CEO dari Plastic Bank menyampaikan bahwa 80 persen sampah plastik yang masuk atau bocor ke laut berasal dari daerah-daerah miskin di belahan dunia. David mengatakan, menurut data secara global, banyak sampah plastik yang ditemukan di daerah yang memang banyak kemiskinannya terutama di negara-negara berkembang. "Jadi, sekitar 80 persen sampah plastik yang bocor ke laut itu memang berasal dari daerah-daerah yang banyak kemiskinannya," kata David, saat ditemui di Sanur, Denpasar Bali, Senin (21/8).Ia menerangkan, bahwa sebenarnya untuk mengatasi polusi sampah plastik terutama di laut tidak lepas dari soal kemiskinan di belahan dunia. Karena, banyak daerah-daerah miskin seperti di Negara-negara berkembang tidak memiliki fasilitas pengelolaan sampah dan pengumpulan tempat sampah.
"Sebenarnya masalah kemiskinan dan polusi plastik kenapa saling berhubungan karena di wilayah yang banyak masyarakat komunitas miskin itu memang fasilitas dan pengumpulan dan pengelolaan sampah plastik masih kurang," jelas David.
"Jadi, masyarakat tidak punya tempat membuang sampahnya dan pada akhirnya dibuang sungai, ke selokan dan bahkan dibakar. Jadi memang di daerah-daerah seperti itu sampah plastik kemudian bocor ke sungai dan ke lautan," ujarnya.
Ia juga menyebutkan, bahwa ada penelitian yang menyatakan ada 10 sungai terkotor di dunia dan itu ada di Negara-negara berkembang.
"Jadi ada penelitian yang meneliti 10 sungai terkotor di dunia dan itu semua ada di Negara-negara berkembang yang ada di wilayah komunitas masyarakat miskin. Sungai-sungai kotor memang ada di daerah miskin," ujarnya.
Sementara, saat ini Plastic Bank yang merupakan recycling corporations atau perusahaan daur ulang dari Kanada yang berdiri sejak 2013 telah memiliki mitra pengepul sampah plastik di enam negara dan salah satunya di Indonesia. Ia menyatakan, untuk menuntaskan masalah sampah plastik tidak lepas dari kemiskinan. Seperti yang tertera di program Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan yang disusun Negara-negara anggota PBB pada 2015 dan diharapkan tercapai pada 2030. Namun, banyak orang atau organisasi di dunia untuk persoalan isu sampah hanya fokus poin di nomer 14 yaitu pada ekosistem lautan atau life below water dan poin 15 tentang ekosistem daratan atau life on land. Padahal, menurutnya untuk menuntaskan persoalan tentu harus berurutan dari poin 1 hingga 17 di SDGs. Kemudian, untuk poin satu di SDGs adalah menuntaskan kemiskinan atau tanpa kemiskinan sehingga persoalan sampah bisa diselesaikan."Sebenarnya apa yang kita harus selesaikan terlebih dahulu. Nomer satu, masalah kemiskinan. Kalau tidak penyelesaian isu kemiskinan bagaimana kita bisa memberikan pendidikan kalau kita tidak bisa menyelesaikan masalah kemiskinan dulu," ujarnya.
"Apa kalian pernah lapar, kalau lagi lapar kepikiran tidak sama orang lain. Jadi, di dunia ini kita suka menyalahkan, kadang (soal sampah) menyalahkan Negara Indonesia, Filipina, tapi sebenarnya tidak ada yang fokus menyelesaikan masalah kemiskinan itu sendiri," ungkapnya.
Selain itu, dia menyebutkan untuk di Indonesia sendiri ada 3,7 juta orang di komunitas pemulung yang hidup dibawah garis kemiskinan.
"Jadi mereka itu hanya bisa hidup dari hari ke hari. Dan hari ini apa ada yang bisa dimakan (atau) tidak dan hari ini dapat apa?. Kalau plastic bank kita melihat isu yang harus diatasi awalnya adalah polusi plastik di laut. Tapi, sebenarnya itu berkaitan dengan kemiskinan itu sendiri. Karena kemiskinan itu yang menyebabkan (sampah plastik) bocor ke lautan," ujarnya.
Sementara, untuk komunitas Plastik Bank Indonesia yang secara kolektif telah mengumpulkan 50 juta kilogram plastik. Jumlah itu setara dengan 2,5 miliar botol plastik sekali pakai, berkontribusi terhadap pencegahan pencemaran lingkungan dan lautan. Kemudian, sejak tahun 2019 Plastik Bank Indonesia telah bermitra dengan 230 komunitas pengepul dan memberdayakan 13.900 anggota pengumpul plastik di Indonesia dengan memberikan peningkatan pendapatan, serta akses terhadap BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan."Plastic Bank di Indonesia sudah (memiliki) 13.900 anggota yang aktif mengumpulkan sampah plastik. Kita sudah ada 230 mitra gudang pengepul yang menjadi partner kita. Plastic Bank Indonesia berdiri dari 2019 dan sudah sekitar empat tahun lebih kita ada di sini. Komunitas kita sudah berkontribusi mengumpulkan lebih dari 50 juta kilo gram sampai plastik (sejak berdiri ) itu total yang sudah dikumpulkm oleh komunitas kita,"
kata David Katz.