Abraham Samad: Revisi UU Buat KPK Mati Suri
Merdeka.com - Mantan Pimpinan KPK Abraham Samad menyoroti revisi UU KPK yang baru disetujui DPR. Menurutnya, beberapa pasal yang akan direvisi membuat KPK mati suri. Dia meminta DPR menyelesaikan rancangan UU yang masih menjadi pekerjaan rumah ketimbang mengutak-atik UU KPK.
"DPR perlu diingatkan bahwa ada banyak tunggakan Rancangan Undang-undang lain yang lebih penting untuk dibahas, ketimbang mengutak-atik Undang-undang KPK dan akan berhadapan dengan masyarakat," kata Samad dalam keterangan tertulis, Jumat (6/9).
Samad menanggapi sejumlah pasal-pasal dalam UU KPK yang akan direvisi. Pertama, KPK hendak dimasukkan sebagai lembaga penegak hukum berada pada cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan di bawah Presiden. Kedua, terkait penyadapan yang harus mengantongi izin dari Dewan Pengawas KPK.
-
Apa yang DPR minta KPK usut? 'Komisi III mendukung penuh KPK untuk segera membongkar indikasi ini. Karena kalau sampai benar, berarti selama ini ada pihak yang secara sengaja merintangi dan menghambat agenda pemberantasan korupsi.'
-
Apa yang DPR sesalkan? 'Yang saya sesalkan juga soal minimnya pengawasan orang tua.'
-
Apa yang DPR ingatkan OJK? 'Menurut kami, rencana pencabutan moratorium ini harus dilakukan secara hati-hati dengan berbagai pertimbangan yang komprehensif.
-
Apa yang diminta DPR untuk KPK dan Polri? Lebih lanjut, Sahroni tidak mau kerja sama ini tidak hanya sebatas formalitas belaka. Justru dirinya ingin segera ada tindakan konkret terkait pemberantasan korupsi 'Tapi jangan sampai ini jadi sekedar formalitas belaka, ya. Dari kolaborasi ini, harus segera ada agenda besar pemberantasan korupsi. Harus ada tindakan konkret. Tunjukkan bahwa KPK-Polri benar-benar bersinergi berantas korupsi,' tambah Sahroni.
-
Kenapa DPR ingin Kemenpan RB buat aturan khusus? 'KemenPAN-RB harus segera membuat aturan spesifik demi menghadirkan ruang kerja yang aman bagi para ASN. Aturan-aturan ini penting agar pelecehan yang sebelumnya seringkali dianggap lazim, bisa diberantas dan dicegah. Kita tidak mau lagi ada ruang abu-abu dalam kasus pelecehan ini,' ujar Sahroni dalam keterangan, Senin (25/3).
-
Apa saja yang diusulkan ke Kemenpan-RB? Anas menyebut proses pengumuman sempat tertunda karena beberapa kementerian dan lembaga belum menyampaikan formasi yang diperlukan.
"Kedua, masalah penyadapan. Revisi ini menghendaki penyadapan harus melalui izin Dewan Pengawas KPK. Ketiga, KPK harus bersinergi dengan lembaga penegak hukum lain sesuai hukum acara pidana. Keempat, setiap instansi, kementerian, lembaga wajib menyelenggarakan LHKPN sebelum dan setelah berakhir masa jabatan. Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja KPK," ujarnya.
Dia juga khawatir dengan revisi pasal soal pembentukan dewan pengawas KPK. Dewan Pengawas KPK ini rencananya berjumlah lima orang ini dibantu oleh organ pelaksana pengawas.
Keenam, revisi membolehkan KPK menghentikan penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi apabila penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama satu tahun.
Menurut Samad, poin-poin tersebut akan mengebiri kewenangan KPK. Salah satunya jika KPK akhirnya berada di struktur eksekutif.
"Poin revisi pertama, kedua, kelima dan keenam, jelas akan membuat KPK mati suri. Mengapa? Siasat Pertama, jika KPK berada di bawah struktur kekuasaan eksekutif, maka status independen KPK otomatis hilang," katanya.
Padahal, kata dia, independensi menjadi syarat kunci tegaknya sebuah badan antikorupsi. Ketika KPK berada di bawah eksekutif, maka KPK akan bekerja mengikuti program-program eksekutif. Seperti kementerian atau badan lain yang berada di bawah kekuasaan eksekutif.
"Pada situasi ini KPK akan mengalami konflik kepentingan dengan agenda pemerintah yang rentan praktik tipikor. KPK juga akan berbenturan dengan Kejaksaan yang memang design konstitusionalnya berada di bawah Presiden, dalam 'perebutan pengaruh'," ucapnya.
Samad menyebut KPK akan diubah menjadi Komisi Pencegahan Korupsi. Yaitu mengerjakan tugas pencegahan korupsi saja, tidak lebih."Siasat Kedua, revisi hendak melumpuhkan sistem kolektif kolegial Pimpinan KPK dalam pengambilan keputusan dengan memperpanjang alur penyadapan dengan melibatkan izin Dewan Pengawas," ucapnya.
Selain itu, Samad menilai, perumus naskah revisi UU KPK tidak mengetahui SOP penyidikan, termasuk penyadapan di KPK. "Sebelum penyadapan, izinnya harus melewati banyak meja; kasatgas, direktur penyidikan, deputi penindakan, kemudian meja lima Pimpinan. Jadi sistem kolektif kolegial kelima Pimpinan KPK adalah bagian dari sistem pengawasan itu. Sangat tidak perlu melibatkan badan lain yang akan memperpanjang alur penyadapan dengan risiko bisa bocor sebelum dijalankan," jelasnya.
Siasat ketiga, lanjut dia, revisi UU KPK yang hendak membentuk Dewan Pengawas KPK untuk mengawasi kinerja pemberantasan korupsi tidak jelas urgensinya.
"Apa urgensi membentuk badan pengawas saat KPK sudah memiliki dewan penasihat? Jika alasannya untuk mengawasi KPK dari potensi penyalahgunaan kewenangan, siapa yang bisa menjamin jika Dewan Pengawas nantinya bebas kepentingan? KPK sudah memiliki sistem deteksi dan prosedur penindakan internal jika ada Pimpinan atau pegawai yang menyalahgunakan wewenang. Ada Pengawas Internal (PI) yang menerapkan standar SOP “zero tolerance” kepada semua terperiksa, tidak terkecuali pimpinan," paparnya,
Kemudian, menurutnya, revisi pasal untuk memberikan wewenang kepada KPK untuk menghentikan penyidikan dan penuntutan dalam jangka waktu tertentu sama seperti Polri dan Kejaksaan. "Ini sama dengan wewenang yang dimiliki Kejaksaan dan Kepolisian, wewenang yang sering disorot masyarakat sipil," tandas dia.
Reporter: Delvira Hutabarat
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menurut Samad, masalah yang menimpa KPK itu tidak lain karena campur tangan pemerintah yang merevisi undang-undang KPK.
Baca SelengkapnyaSistem yang ada di sana (KPK) diobrak-abrik oleh pimpinan KPK makanya saya menganggap hebat ini karena dia bisa mengubah sistem.
Baca Selengkapnya" Ditambah perilaku individu pimpinan KPK, maka semakin rusaklah KPK, hancur sudah," Kata Abraham Samad
Baca SelengkapnyaMahfud MD Kritik Revisi UU Penyiaran: Sangat Keblinger, Masa Media Tidak Boleh Investigasi
Baca SelengkapnyaBanyak tantangan yang bakal dihadapi bila keuangan negara tak digodok matang.
Baca SelengkapnyaMahfud menegaskan keberadaan lembaga antirasuah itu masih sangat dibutuhkan untuk memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Baca SelengkapnyaDalam momen tersebut, Ketua MPR Bambang Soesatyo menegaskan jika pimpinan MPR tidak mengucapkan kata untuk memutuskan amandemen UUD 1945.
Baca SelengkapnyaDia pun menyinggung soal Singapura yang bisa maju berkat supremasi hukum.
Baca SelengkapnyaBahkan, penambahan jumlah menteri juga belum dibahas oleh Prabowo Subianto.
Baca SelengkapnyaDari 10 kandidat yang ada saat ini belum ada yang sosok yang dianggap cocok untuk memimpin KPK.
Baca SelengkapnyaDjarot menyebut komunikasi tersebut bertujuan untuk mencegah penyelundupan Pasal-Pasal di RUU MK.
Baca SelengkapnyaMahfud MD Duga Motif Revisi UU Kementerian, Polri hingga TNI Dikebut untuk Bagi-Bagi Kekuasaan
Baca Selengkapnya