Bakal digugat, pasal otoriter di UU Ormas diharap Fadli Zon dikoreksi MK
Merdeka.com - Wakil Ketua DPR sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan akan menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 yang telah disahkan menjadi Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pembubaran Ormas. Dia berharap MK bisa menggunakan kewenangannya untuk mengkoreksi beberapa pasal yang dianggap otoriter.
"Kita tentu akan berusaha semaksimal mungkin. Kita tunggu hasil dari MK. MK akan memutuskan apa. Mudah-mudahan MK bisa gunakan kewenangannya untuk koreksi sejumlah pasal-pasal yang kita anggap pasal otoritarian dan represif," kata Fadli Zon di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (24/10).
Fadli mengungkapkan banyak yang harus direvisi dalam UU Nomor 2 Tahun 2017 itu. Salah satunya adalah jumlah masa hukuman untuk ormas atau pribadi yang melanggar UU tersebut yang dinilai sangat berlebihan.
-
Apa saja bentuk sanksi hukum? Saknsi yang dilakukan dari norma hukum bersifat tegas serta nyata, bisa berupa denda dengan nominal tertentu hingga penjara dalam waktu tertentu pula.
-
Mengapa DPR RI minta pelaku dihukum berat? 'Setelah ini, saya minta polisi langsung berikan pendampingan psikologis terhadap korban serta ibu korban. Juga pastikan agar pelaku menerima hukuman berat yang setimpal. Lihat pelaku murni sebagai seorang pelaku kejahatan, bukan sebagai seorang ayah korban. Karena tidak ada ayah yang tega melakukan itu kepada anaknya,' ujar Sahroni dalam keterangan, Kamis (4/4).
-
Apa pasal yang dikenakan pada pelaku? Para pelaku terjerat pasal penganiayaan dan pencabulan anak yakni pasal 76 C dan Pasal 80 ayat 3 UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp3 miliar.
-
Apa definisi terorisme menurut UU 5/2018? Sementara, menurut pasal 1 angka 2 perpu 1/2002 UU 5/2018, terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas serta menimbulkan korban yang bersifat massal.
-
Apa yang membuat hukuman SYL bisa ditambah? 'Potensi hukuman 20 tahun penjara itu baru untuk tindakan pemerasan, kalau nanti ada tambahan dakwaan TPPU dan terbukti berarti ditambah lagi,' ucap dia.
-
Kenapa kekerasan oleh ODGJ jadi isu serius? Beberapa insiden penyerangan yang dilakukan oleh orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) seperti serangan senjata tajam oleh MW di Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, serta kejadian serupa di Sukabumi dan Bekasi, memperlihatkan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh individu dengan gangguan kejiwaan adalah isu yang harus ditangani dengan lebih serius.
"Seperti komitmen dari pemerintah sendiri banyak yang harus dirombak dari UU ini karena tidak harmonis dengan UU lainnya termasuk soal hukuman seumur hidup. Sangat berlebihan," ungkapnya.
Dia mengatakan, Gerindra akan menjadi partai yang akan mengawal jalannya proses pengajuan judicial review di MK. Hal itu dilakukan supaya MK bisa mengambil keputusan sesuai dengan keinginan khalayak luas.
"Pastilah (kawal UU Nomor 2 Tahun 2017 yang sedang diajukan ke MK), tapi kita akan berjuang dulu di MK. Agar di MK ini bisa ambil keputusan yang sesuai dengan masyarakat yang menolak Perppu ini," ucapnya.
Diketahui, rapat paripurna DPR telah menyetujui Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat untuk disahkan menjadi undang-undang (UU). Hal itu diputuskan setelah melakukan voting pada 445 anggota fraksi.
"Dengan berbagai catatan yang disampaikan berbagai fraksi yang ada maka rapat paripurna menyetujui Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas menjadi undang-undang," kata pimpinan rapat Fadli Zon di Ruang Rapat Paripurna, Selasa (24/10).
Berdasar hasil voting Fraksi PDIP dengan 108, Golkar 70, PKB 32, PPP 23, NasDem 23, Hanura 15 anggota menyetujui Perppu Ormas untuk dijadikan UU. Sedangkan Fraksi Gerindra 62, PKS 24, dan PAN 35 anggota tidak menyetujui Perppu tersebut. (mdk/dan)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Koalisi Masyarakat Sipil Minta DPR Setop Revisi UU Polri, Ini Alasannya
Baca SelengkapnyaRevisi UU Penyiaran tidak boleh mengganggu kemerdekaan pers.
Baca SelengkapnyaMenurut Zainal, upaya merevisi UU Pilkada dalam rapat digelar Badan Legislasi (Baleg) DPR hari ini menjadi alarm tanda bahaya bagi demokrasi.
Baca SelengkapnyaKomisi II DPR mengatakan, secara teknis harus dipertegas ulang jadwal cuti khusus untuk para pejabat saat ingin kampanye politik.
Baca SelengkapnyaMajelis hakim panel memberikan waktu 14 hari kepada pemohon untuk menyempurnakan permohonannya.
Baca SelengkapnyaMahfud MD Duga Motif Revisi UU Kementerian, Polri hingga TNI Dikebut untuk Bagi-Bagi Kekuasaan
Baca SelengkapnyaMenkominfo meyakinkan revisi UU jilid II, bukan untuk mengkriminalisasi masyarakat yang menyampaikan kritik dan pendapat.
Baca SelengkapnyaTernyata, ngomongin bos lewat media sosial adalah tindakan yang melanggar hukum, begini penjelasannya dari pengacara terkenal.
Baca SelengkapnyaMenurut Mahfud, UU tersebut bisa saja memecah belah para Hakim MK saat ini.
Baca SelengkapnyaOtto Hasibuan mengingatkan dorongan pemilu ulang tidak bisa sembarangan dilakukan karena dapat berdampak pada agenda kenegaraan.
Baca SelengkapnyaHamdan Zoelva meminta perubahan UU Mahkamah Konstitusi (MK) jangan dilakukan di tengah pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaRevisi ini dinilai sebagai praktik pembegalan demokrasi yang secara nyata dipertontonkan kepada publik.
Baca Selengkapnya