Koalisi Masyarakat Sipil Minta DPR Setop Revisi UU Polri, Ini Alasannya
Koalisi Masyarakat Sipil Minta DPR Setop Revisi UU Polri, Ini Alasannya
Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Kepolisian menyatakan sikap menolak revisi Undang-Undang tersebut.
Koalisi Masyarakat Sipil Minta DPR Setop Revisi UU Polri, Ini Alasannya
Revisi Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dibahas DPR RI menuai banyak kontroversi. Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Kepolisian menyatakan sikap menolak revisi Undang-Undang tersebut.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menolak keras revisi UU Polri yang menjadi inisiatif DPR RI. Dia menuntut agar anggota parlemen segera menghentikan pembahasan tentang Revisi UU Polri.
Isnur menyebut pembahasan revisi UU Polri terlalu terburu-buru hingga menyebabkan pasal-pasal yang dianggap 'serampangan'. Bahkan, dia menduga ada kepentingan politik di balik revisi UU tersebut.
"Pembentukan UU baru semestinya memperkuat cita-cita reformasi untuk penguatan sistem demokrasi, negara hukum dan hak asasi manusia dalam rangka melindungi warga negara bukan justru sebaliknya mengancam demokrasi dan hak asasi manusia," kata Isnur kepada wartawan, Minggu (6/2).
Di satu sisi, Isnur mengatakan masih banyak pembahasan lain yang dapat menjadi prioritas DPR. Seperti KUHAP, RUU PPRT, RUU Perampasan Aset, RUU Penyadapan, RUU Masyarakat Adat dan lain-lain yang semestinya dapat dikedepankan.
"Mendesak pemerintah dan parlemen untuk melakukan evaluasi yang serius dan audit yang menyeluruh pada institusi Kepolisian dengan melibatkan masyarakat sipil dan lembaga HAM negara," ujar Isnur.
"Mendesak pemerintah dan parlemen untuk memperkuat pengawasan kerja Kepolisian, baik dalam hal penegakan hukum, keamanan negara, maupun pelayanan masyarakat, yang mampu memberikan sanksi tegas kepada individu pelaku dan juga perbaikan institusional untuk mencegah pelanggaran serupa terjadi pada masa mendatang," tutup Isnur.
Sebelumnya, Draf Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas pokoknya.
Salah satunya yakni melakukan kegiatan dalam rangka pembinaan, pengawasan dan pengamanan Ruang Siber. Aturan itu tertuang dalam Pasal 14 ayat (1) poin c.
Beberapa poin lainnya yakni melakukan Penyelidikan dan Penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya serta melaksanakan kegiatan Intelkam Polri.
"Melakukan penyadapan dalam lingkup tugas Kepolisian sesuai dengan Undang-Undang yang mengatur mengenai penyadapan; dan/atau melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi pasal tersebut seperti dikutip merdeka.com.
Selanjutnya, dalam Pasal 16 ayat (1) poin r disebutkan anggota Korps Bhayangkara dapat menerbitkan atau mencabut daftar pencarian orang
"Melakukan penanganan tindak pidana berdasarkan Keadilan Restoratif; dan/atau melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab,"
tulis pasal tersebut.
merdeka.com
Pasal 16A menyebutkan tugas Intelkam Polri dalam Pasal 14 ayat (1) huruf i, Polri berwenang untuk menyusun rencana dan kebijakan di bidang Intelkam Polri sebagai bagian dari rencana kebijakan nasional.
Kemudian, melakukan penyelidikan, pengamanan dan penggalangan intelijen, mengumpulkan informasi dan bahan keterangan serta melakukan deteksi dini dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat ancaman termasuk keberadaan dan kegiatan orang asing guna mengamankan kepentingan nasional dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Berikutnya, pada Pasal 16B ayat (1) disebutkan kegiatan pengumpulan informasi dan bahan keterangan dalam rangka tugas Intelkam Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16A huruf c.
Hal ini meliputi permintaan bahan keterangan kepada kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau lembaga lainnya dan pemeriksaan aliran dana dan penggalian informasi.
Pada ayat (2) pun disebutkan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap sasaran sumber ancaman baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri termasuk ancaman dari orang yang sedang menjalani proses hukum.
"Terkait dengan ancaman terhadap kepentingan dan keamanan nasional meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat lainnya, termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup dan/atau terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase yang mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional," bunyi pasal tersebut lagi.
"Ayat (3) Dalam melaksanakan kegiatan pengumpulan informasi dan bahan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
merdeka.com