Bangkit Pasca Pandemi, ASITA Bali Hadapi Tantangan Digitalisasi
Tantangan terbesar yang dihadapi saat ini adalah adanya digitalisasi.
Tantangan terbesar yang dihadapi saat ini adalah adanya digitalisasi.
Setelah sempat terpuruk di masa pandemi Covid-19, industri pariwisata Bali telah bangkit kembali di tahun 2023 ini. Pada bulan Juli-Agustus, kedatangan turis bahkan sudah 30 persen lebih tinggi di masa sebelum pandemi.
"Momentumnya sekarang ini karena sebelumnya turis sudah 2 tahun tak kemana-mana dan Bali masih menjadi destinasi favorit," kata Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (ASITA) Bali Putu Winastra, Selasa (17/10/2023).
"Anggota ASITA juga dikirim untuk mengikuti event promosi pariwisata internasional di Berlin, Dubai, India dan banyak negara lain," katanya.
Menurutnya, kehadiran secara fisik tetap diperlukan di era digital ini untuk menciptakan kepercayaan pasar pada kualitas layanan dan destinasi.
Hal itu karena tingginya operational cost, sementara di pihak lain, banyak sekali partner mereka di luar negeri yang masih terpuruk oleh dampak pandemi.
Dari 470 Biro Perjalanan Wisata (BPW) yang menjadi anggota, baru 275 saja yang telah menjalankan bisnis sepenuhnya.
Untuk program promosi ke luar negeri yang difasilitasi kementerian, anggota ASITA pun kini harus membayar biaya stand dan dekorasi yang sebelumnya bisa diperoleh secara gratis.
Padahal mereka masih harus menanggung sendiri biaya transportasi dan akomodasi.
"Mestinya pemerintah memandang bahwa kontribusi dunia pariwisata pada perolehan devisa sangat besar sehingga wajar pula bila ada dukungan untuk melakukan promosi," katanya.
Terkait kondisi pariwisata, menurut Winastra, tantangan terbesar yang dihadapi saat ini adalah adanya digitalisasi dalam pemasaran dengan adanya layanan pembelian tiket secara online.
merdeka.com
"Itu sebabnya banyak ditemukan turis yang nakal atau malah terlunta-lunta disini," tegasnya.
Hal ini sangat berbeda dengan turis yang ditangani oleh BPW selain segmentasi promosi yang jelas, juga karena keberadaan mereka sudah terpantau sejak mereka merencanakan untuk datang ke Bali, saat berada disini dan hingga kepulangannya nanti.
Untuk mengimbangi situasi itu, pihak ASITA pun mendorong anggotanya untuk melakukan digitalisasi dengan biaya yang tak sedikit. Namun hal yang lebih penting, kata dia, adalah adanya kebijakan pemerintah untuk mengatur agar persaingan pasar menjadi lebih sehat.
merdeka.com
Putu Winastra terpilih menjadi Ketua Asita Bali untuk periode 2021-2026. Jauh hari sebelumnya, dia telah menjadi anggota dan selama 17 tahun terakhir terus aktif dalam kepengurusan.
sebutnya.
Dia mengaku belajar dari para pendahulunya, khususnya pada tokoh pariwisata Bali Jro Gde Rangkid Suarsana sempat menjadi Ketua Asita Bali dan juga adalah pamannya sendiri. Dalam hal kepemimpinan harus ada keberanian untuk melakukan stand up dan speak up guna menyuarakan aspirasi anggotanya.
Asita Bali juga mendorong kebijakan pemerintah yang mendorong kualitas pariwisata. Salah-satunya adalah akan adanya pungutan bagi turis di Bali yang dananya akan digunakan untuk peletarian alam dan budaya Bali.
Winastra berharap dengan berbagai perannya, Asita akan menjadi organisasi yang profesional dan disegani dalam memajukan pariwisata Bali.
Pemkot Denpasar mendapat penghargaan TP2DD terbaik ke 2 untuk di wilayah Jawa dan Bali.
Baca SelengkapnyaUpaya digitalisasi dan elektronifikasi di bidang layanan publik Kota Tarakan meraih apresiasi.
Baca SelengkapnyaPemerintah Indonesia kembali mempertegas target untuk mencapai digitalisasi 30 juta pelaku UMKM pada 2024.
Baca SelengkapnyaGhazali memilih DANA Bisnis sebagai platform mitra untuk membantu operasionalisasi bisnisnya go-digital.
Baca SelengkapnyaLahan bekas tambang kini bisa diubah jadi hutan dan menjadi mata pencaharian bagi UMKM di sekitar tambang.
Baca SelengkapnyaSolusi digital dari perusahaan ini diklaim mampu perluas pasar.
Baca SelengkapnyaMenkop Teten meminta agar UMKM bisa berevolusi agar memiliki daya saing.
Baca SelengkapnyaMahasiswa harus belajar dan berjuang. Pantang menyerah dan tidak boleh cengeng.
Baca SelengkapnyaTeten menilai hal tersebut karena kondisi pasar digital atau ekonomi digital di Indonesia yang cukup kuat.
Baca Selengkapnya