Cerita Lengkap Warga Pasuruan Kehilangan Testis, Ancam Tempuh Jalur Hukum
Subandi mengancam akan menempuh upaya hukum lantaran hingga kini pihak rumah sakit dianggap tidak berterus terang
Cerita Lengkap Warga Pasuruan Kehilangan Testis, Ancam Tempuh Jalur Hukum
Kasus testis 'hilang' yang dialami pasien bernama Subandi (55) warga Pasuruan, Jawa Timur, ternyata berbuntut panjang.
Pasalnya, Subandi mengancam akan menempuh upaya hukum lantaran hingga kini pihak rumah sakit dianggap tidak berterus terang terkait testisnya yang hilang.
Somasi atas upaya hukum lanjutan ini disampaikan oleh kuasa hukum Subandi, Suryono Pane. Ia menyatakan, bahwa pihaknya telah melakukan pertemuan kembali dengan pihak RSUD Bangil, sebagai pihak yang telah melakukan tindakan medis hingga menyebabkan testis kliennya lenyap.
"Tadi kami melakukan pertemuan dengan pihak rumah sakit terkait dengan hal ini," kata Suryono saat dikonfirmasi merdeka.com, Jumat (17/5).
Dia menambahkan, dari pertemuan ini pihaknya telah berupaya meminta kejelasan dari pihak rumah sakit terkait dengan tindakan medis pengangkatan testis milik kliennya.
Terutama, soal pihak yang mengijinkan untuk tindakan pengambilan testis tersebut.
"Tadi penjelasannya hanya seputar bahwa sesuai prosedur. Kemudian sudah ada izin persetujuan anaknya. Tapi kita minta dibuka saja persetujuannya seperti apa, dibuka itu," tegasnya.
Dia menegaskan, penjelasan yang diberikan rumah sakit dianggap tidak memuaskan.
"Percuma juga (penjelasan) normatif tapi cuma penjelasan kan tidak bisa kita jadikan pegangan. Kita sudah minta buka saja kalau sudah ada persetujuan anaknya, persetujuannya, seperti apa. Kalau ada resume medisnya ya buka aja. Tapi mereka tidak mau, ini tentu mencurigakan," ungkapnya.
Soal persetujuan sang anak, Pane menyebut jika tanda tangan persetujuan itu hanya sebatas biaya-biaya maupun administrasi lainnya. Namun dia memastikan persetujuan itu tidak terkait dengan pengangkatan testis.
"Kalau dari sisi anak hanya persetujuan untuk operasi terkait dengan biaya-biaya. Karena pada saat itu kan posisi Pak Subandi ini kan tidak seperti orang sakit biasanya yang harus begini-begini, kan dia, normal. Prostat ini jauh dari ini ya. Bukan kayak orang sakit demam, sakit parah gitu. Cuma sakit saluran kencing. Jadi posisi operasi itu normal. Cuma keluhannya cuma prostat," tegasnya.
Soal pengambilan testis ia menyebut penanganannya harusnya berbeda dengan penanganan sakit prostat.
Meski demikian, harusnya tetap ada penjelasan terkait dengan tindakan medis yang akan dilakukan.
"Biasanya dokter itu prosedurnya kalau memang ada pengambilan organ, biasanya kan ada penjelasan bahwa nanti testisnya akan diambil, dampaknya begini. Ini kan tidak ada proses itu. Apalagi pasien ini kan normal. Seharusnya ke pasien disampaikan," katanya.
Dia mengakui, pertemuan dengan pihak RSUD Bangil pun mengalami deadlock alias kebuntuan.
Oleh karenanya, ia pun melakukan somasi pada pihak rumah sakit dengan memberi waktu selama 7 hari untuk memberikan kejelasan atas masalah kliennya. Jika tidak dipenuhi, ia mengancam akan menempuh upaya hukum.
"Ya saya kasih 7 hari saja ke rumah sakit untuk membuka itu. Sehingga kita bisa menganalisa apakah yang disampaikan rumah sakit betul-betul sesuai prosedur atau tidak. Kalau memang sesuai prosedur sudah betul, ya kami tidak akan melakukan upaya hukum. Tetapi kalau kita temukan ada tindakan malapraktik yang dilakukan oleh rumah sakit ya kan tentunya ada upaya hukum baik terhadap dokter yang menangani maupun pihak RSUD Bangil," ujarnya.
Diketahui, seorang pengantin baru mengaku kesal lantaran baru menikah sudah tidak bisa lagi melayani kebutuhan biologis sang istri.
Gara-garanya, ia kehilangan dua organ testis miliknya lantaran diangkat dalam operasi prostat oleh dokter tanpa persetujuannya.
Cerita Subandi ini, dimulai ketika ia harus menjalani tindakan medis lantaran memiliki penyakit prostat.
Tindakan medis berupa operasi ini pun dilakukannya di RSUD Bangil, Pasuruan beberapa waktu lalu.
Menurut Subandi, diangkatnya organ testis itu membuatnya tak bisa ereksi. Karena itu, dia tak bisa memberikan nafkah batin untuk istrinya. Apalagi dia baru tiga bulan menikah.
"Dan bukan satu bulan dua bulan, selama hidup saya (ke depan) tidak ada bergairah, istri saya nagih terus, saya pengantin baru (menikah) di Banten," ujar dia.
Kini, ia pun meminta agar dokter RSUD Bangil bertanggung jawab atas pengangkatan testisnya. Yakni dengan memberikan ganti rugi atau pengobatan medis kepadanya.
"Saya datang ke sini (RSUD Bangil) berapa kali, tapi tanggapan tidak ada tanggung jawab ke saya. Seharusnya di sini dokter-dokter tanggung jawab memberi kerugian ke saya," katanya.
Subandi mengatakan, dia dioperasi oleh dokter dari RSUD Bangil tanpa ada keterangan persetujuan pengangkatan testis. Hal ini pun berdampak pada keharmonisan rumah tangganya.
"Saya mengadukan bahwa testis saya diambil tanpa pengetahuan saya, apalagi tanda tangan persetujuan dari keluarga pun tidak ada, disitu saya ingin menuntut kerugian," tegasnya.
Sementara itu, pihak RSUD Bangil melalui Humasnya, M Hayat membenarkan Subandi memang pernah menjalani operasi di tempatnya. Dan tindakan itu dipastikannya sudah sesuai prosedur.
"Semua tindakan yang dilakukan memang sesuai prosedural, dan yang diberitakan bahwa tidak ada persetujuan, kita punya rekam medisnya, ternyata ada persetujuan beliau untuk melakukan tindakan," katanya.
"Secara logika, tidak ada tindakan medis yang tidak melalui persetujuan dari pasien. (Persetujuan itu) dari anak yang bersangkutan, yang saya lihat seperti itu," tambahnya.
Ia menambahkan, Subandi setidaknya sudah tiga kali menjalani operasi prostat di RSUD Bangil. Namun penyakitnya itu selalu kambuh.
Akhirnya, tim dokter pun mengambil tindakan terakhir yakni dengan mengangkat kedua testis pasien.
"Tiga kali dilakukan operasi itu selalu kambuh, akhirnya ternyata ada penyakit lain yang mengharuskan, mungkin secara ininya kanker. Yang ini kalau tidak diambil akan menjalar ke organ vital lainnya," ucapnya.
Setelah operasi terakhir yang dilakukan delapan bulan lalu, pasien pun dinyatakan sembuh dan tak mengalami keluhan kembali. Namun masalah terjadi saat Subandi memutuskan menikah lagi tiga bulan lalu.
"Artinya kata dokter, penanganan kita yang terakhir berhasil, cuma permasalahan timbul saat beliau menikah lagi, nah itunya tidak bisa bangun, dan dokter menyampaikan bahwa itu persoalan lain," tuturnya.
Dia menyebut, ada banyak kasus pengangkatan testis, yang tidak menghilangkan fungsi ereksi. Dokter pun menyarankan agar Subandi melakukan pengobatan medis kembali untuk mengatasi keluhan barunya ini.