Difabel Bertahan Hidup di Gubuk Warisan Tanpa Dinding
Merdeka.com - Ria Rizki Utami (23) seorang anak perempuan difabel yang mengalami cacat fisik, hidup bersama ibundanya Supardini (70) di sebuah rumah tidak layak huni. Gubuk itu tidak memiliki dinding. Sejak ayahnya meninggal lima tahun lalu, Ria dan ibunya bertahan hidup dari belas kasihan tetangga dan keluarga.
"Karena saya juga tidak bisa kerja, selain karena faktor usia, anak saya juga tidak bisa ditinggalkan," kata Supardini di Pontianak, seperti dilansir Antara, Rabu (31/7).
Gubuk yang dihuni Ria dan ibunya berada di di Jalan Johar, Gang Pelangi, RT 003/RW001, Kelurahan Tengah, Kecamatan Pontianak Kota, Kota Pontianak. Gubuk itu berukuran empat kali lima meter. Kondisinya sangat memprihatinkan. Gubuk itu tidak memiliki dinding dan hanya mengandalkan baliho bekas. Lantai papan yang sudah rapuh sehingga kalau musim penghujan, rumah dan penghuninya juga ikut basah.
-
Siapa yang tinggal di gubuk reyot itu? Seperti inilah gubuk yang ditempati Samudi, seorang kakek berusia 66 tahun warga Kampung Cipalid, Desa Banjarsari, Kecamatan Warunggunung, Kabupaten Lebak.
-
Siapa yang tinggal di rumah tak layak huni? Sudah 15 tahun terakhir, ia tinggal di bangunan tak layak itu bersama suami dan seorang anaknya.
-
Dimana lokasi Rumah Guguk? Lokasinya berada di tengah kota Bandung, persisnya di Kelurahan Cidadap, Kecamatan Sukasari.
-
Apa yang ada di rumah terpencil itu? Perkampungan itu hanya terdapat dua rumah. Para pemilik rumah di sana masih satu keluarga. Mereka tergabung dalam keluarga Bapak Wiyono.
-
Di mana rumah kumuh itu berada? Sebuah rumah tua yang terletak di jantung kota Bangkok, Thailand, telah menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan mancanegara.
-
Siapa yang tinggal di kolong rumah? 'Biasanya suara itu terdengar larut malam, dan kami mengira itu hanya hewan yang berada di kolong rumah,' ungkap Ricardo Silva, menantu pemilik rumah tersebut. 'Suara-suara itu mirip ketukan, seperti saat istri saya berjalan, dan terdengar seperti suara balasan dari bawah rumah, sehingga dia berkata, 'kamu tahu ada yang salah'.'
"Yang paling mengkhawatirkan saya, di musim penghujan angin kencang, maka seisi rumah bisa basah karena hujan. Rumah kami tidak ada dinding, hanya mengandalkan baliho," ungkap Supardini.
Rumah itu milik mertuanya yang sudah meninggal. Status kepemilikan hingga saat ini masih warisan. "Sudah belasan tahun kami tinggal menumpang di sini, dan sejak suami saya masih ada, rumah ini juga sudah tidak memiliki dinding," katanya.
Jangankan untuk memperbaiki rumah, Supardini juga tidak memiliki biaya untuk pengobatan anak semata wayangnya yang mengalami cacat fisik sejak lahir.
"Karena keterbatasan biaya, maka anak kami tidak pernah mengontrol kesehatan, baik kepada dokter praktik maupun dibawa ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut," katanya.
Dia berharap perhatian pemerintah. Baik untuk anaknya atau perbaikan rumah tidak layak huni yang juga merupakan program Pemkot Pontianak dalam beberapa tahun terakhir sangat gencar dilakukan di Kota Pontianak itu.
"Kami juga tidak mendapat bantuan dalam bentuk apapun dari pemerintah, termasuk beras untuk masyarakat miskin (Raskin) sejak tiga tahun terakhir. Saya juga tidak mengerti untuk mengurusnya," katanya.
Sementara itu, Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kalbar, Jamhari Abdul Hakim menyatakan Ria Rizki Utami merupakan anak penyandang disabilitas, sehingga menurut undang-undang merupakan tanggung jawab negara dalam hal pemberian kehidupan yang layak.
"Apalagi orangtua anak disabilitas tersebut termasuk tidak mampu (miskin) sehingga dalam hal ini negara harus hadir dalam memberikan penghidupan yang layak baginya," katanya.
Ria pernah diberikan bantuan kursi roda bekas, tetapi kini sudah tidak ada lagi. "Yang paling memprihatinkan anak tersebut tinggal di rumah yang sangat tidak layak, sehingga sangat membutuhkan bantuan dan perhatian dari pemerintah," katanya.
Dia berharap, Pemkot Pontianak memberikan perhatian, misalnya melakukan bedah rumah atau juga diberikan bantuan bagi rumah tangga miskin, seperti pemberian Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Simpanan Keluarga Sejahtera (KSKP).
Dia menambahkan, pengakuan ibu anak tersebut, mereka sama sekali belum mendapat bantuan atau memiliki ketiga kartu tersebut. "Sekali lagi kami berharap Pemkot Pontianak memperhatikan keluarga Supardini dan anaknya Ria yang mengalami disabilitas tersebut," katanya.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kakek Sanusi kini hanya mengandalkan pemberian tetangga untuk sekedar makan dan bertahan hidup.
Baca SelengkapnyaUntuk bertahan hidup, kakek Samudi hanya melakukan usaha sebisanya yakni dengan berjualan daun singkong.
Baca SelengkapnyaPotret Kemiskinan Putri Eks Model Majalah Dewasa, Hidup Sebatang Kara di Rumah Reyot Penuh Puing
Baca SelengkapnyaSudah 15 tahun terakhir, ia tinggal di bangunan tak layak itu bersama suami dan seorang anaknya.
Baca SelengkapnyaYadi dan Onih jadi salah satu warga Kota Sukabumi yang hidup dalam garis kemiskinan dan membutuhkan bantuan.
Baca SelengkapnyaSebetulnya ada wacana warganya akan di relokasi ke sebuah rusun yang nantinya bakal disiapkan oleh Pemprov.
Baca SelengkapnyaSebuah kampung terpencil tengah hutan dihuni para lansia. Bagaimana kehidupan mereka di sana?
Baca SelengkapnyaDi tengah-tengah masyarakat yang hidup berkecukupan, ada sebuah perkampungan dengan kondisi begitu miris.
Baca SelengkapnyaSetelah viral di media sosial. Diah Risti Kusuma Putri, mantan model majalah dewasa itu kini hidup dalam kondisi yang memprihatinkan.
Baca SelengkapnyaPria ini tinggal di gubuk yang terletak di tengah kebun jati milik seorang warga bersama anaknya.
Baca SelengkapnyaKisah Vina tinggal di gubuk jauh di tengah hutan bersama kedua orang tuanya.
Baca SelengkapnyaAkses menuju kampung itu cukup sulit. Pengunjung harus berjalan kaki menyusuri jalan tanah yang terjal dan berbatu.
Baca Selengkapnya