Dolar naik, perajin perkecil ukuran tempe
Merdeka.com - Sejumlah perajin tempe di Kota Madiun, Jawa Timur mengeluh akibat naiknya harga kedelai yang menjadi bahan baku utama pembuatan tempe. Maryati, seorang perajin tempe yang juga anggota Kelompok Usaha Bersama di Kelurahan Kelun, Kecamatan Kartohajo mengatakan, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika berdampak pada naiknya harga kedelai.
Sebab, rata-rata para perajin tempe di wilayah Kelun menggunakan kedelai impor sebagai bahan bakunya.
"Sebelumnya harga kedelai di kisaran Rp 6.500 hingga Rp7.000 per kilogram. Sejak dolar menguat, kedelai impor ikut naik di kisaran Rp 7.500 hingga Rp8.500 per kilogram," ujar Maryati, seperti dilansir Antara, Minggu (14/10).
-
Bagaimana perajin tempe menghadapi kenaikan harga kedelai? Karena hal ini, para perajin tempe terpaksa mengurangi jumlah produksi tempe. Ada pula dari mereka yang mengecilkan ukuran tempe dan ada juga yang menaikkan harga jual.
-
Bagaimana pengusaha tempe tahu mengatasi kenaikan harga kedelai? Akibat dampak ini, sejumlah produsen menaikkan harga jualnya, memperkecil ukuran tahu dan tempe, hingga mengurangi produksi.
-
Apa dampak pelemahan Rupiah terhadap harga kedelai? Harga kedelai impor kembali mengalami kenaikan dan berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah. Kondisi ini tentunya sangat memberatkan para pelaku usaha tempe dan tahu.
-
Dimana harga kedelai naik? Di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat misalnya, melambungnya harga kedelai tersebut turut memengaruhi pola produksi para produsen tahu, salah satunya Nana Suryana di Kelurahan Nagri Kidul.
-
Kenapa harga kedelai makin mahal? Hendro, salah seorang perajin tahu di Dusun Kanoman, mengatakan bahwa makin ke sini harga kedelai lokal semakin mahal. Oleh karena itu, mereka terpaksa mengandalkan kedelai impor untuk membuat tahu. Tapi harga kedelai impor saat ini cenderung tinggi.
-
Mengapa impor kedelai sangat penting untuk produksi tempe dan tahu? Dari jumlah keseluruhan volume impor tersebut, sekitar 70 persen dialokasikan untuk produksi tempe, sedangkan untuk yang 25 persennya untuk membuat tahu, dan sisanya untuk produksi lain.
Naiknya harga kedelai yang cukup signifikan tersebut menyebabkan biaya produksi pembuatan tempe ikut naik. Untuk menghindari kerugian yang besar, para perajin mengaku mengurangi atau memperkecil ukuran tempe buatannya. Caranya, dengan mengurangi takaran kedelai yang dikemas ke dalam plastik atau daun pisang.
Ia menjelaskan, mengurangi ukuran tempe yang dijual terpaksa dilakukan karena pihaknya tidak dapat menaikkan harga jual tempenya untuk menyesuaikan kenaikan harga kedelai.
"Ukurannya diperkecil, dikurangi sedikit. Tetapi harganya tetap sama, tidak naik. Sebab, kalau harganya dinaikkan takut tidak laku," kata dia.
Ia mengaku harga tempe produksinya tetap sama, yakni, untuk tempe yang dibungkus daun pisang dan kertas dijual Rp 500 per bungkus. Sedangkan tempe yang dikemas dalam plastik ukuran setengah kilogram dijual Rp 4.000 per kotak plastik.
Hal yang sama diungkapkan perajin tempe lainnya, Suyadi (70). Dia mengaku, sejak kedelai impor mengalami kenaikan harga, ukuran tempe produksinya langsung diperkecil.
Hal ini dilakukannya supaya tempe produksinya tetap laku di pasaran. Selain itu, agar usaha yang telah digelutinya selama puluhan tahun tidak berhenti beroperasi.
"Harga jual tidak naik. Untung sedikit-sedikit tidak apa-apa, yang penting modal kembali dan bisa tetap berproduksi," katanya.
Para perajin tempe berharap agar harga kedelai impor kembali turun dan normal, sebab selama ini para perajin tempe bergantung pada kedelai impor untuk bahan bakunya, karena kedelai impor dinilai lebih lama untuk diolah menjadi tempe dibandingkan dengan kedelai lokal.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kenaikan harga dolar AS ini menyebabkan nilai tukar Rupiah melemah dan harga kedelai impor pun melonjak drastis.
Baca SelengkapnyaKenaikan harga kedelai impor sebagai dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah kembali memberatkan para pelaku usaha tempe dan tahu.
Baca SelengkapnyaKenaikan harga membuat penjual dan pembeli sama-sama merana
Baca SelengkapnyaIndustri tahu di Dusun Kanoman muncul sejak tahun 1956. Kini mereka mengalami masa-masa sulit.
Baca SelengkapnyaKondisi global turut berkontribusi naiknya harga sejumlah komoditas.
Baca SelengkapnyaNaiknya harga kedelai sejak awal November membuat produsen tahu menjerit
Baca SelengkapnyaKondisi ini yang kemudian menjadi tantangan bagi sektor ritel Indonesia.
Baca SelengkapnyaBahkan, pelanggan terpaksa merogoh uang lebih dari biasanya untuk menambah porsi nasi agar menjadi lebih banyak.
Baca SelengkapnyaSimak perjalanan panjang tempe hingga jadi kuliner favorit di tanah air!
Baca SelengkapnyaSaat ini harga beras kualitas premium rata-rata telah mencapai Rp18.000 per kilogram. Angka ini naik hingga 20 persen dari harga normal tahun 2023.
Baca SelengkapnyaDia berkesempatan mengikuti program pertukaran pelajar di Universitas Gadjah Mada (UGM), Indonesia selama setahun.
Baca SelengkapnyaBanyak dari produk tersebut mengandalkan bahan baku impor.
Baca Selengkapnya