Gerakan Donasi Peti Mati ala Alumni Gelanggang UGM
Merdeka.com - Lonjakan pasien positif Covid-19 terjadi sejak awal Juli 2021 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Lonjakan pasien ini berimbas pada naiknya angka kematian di sana. Hal ini berimbas pada naiknya permintaan peti mati. Kondisi ini sempat membuat krisis peti mati terjadi di DIY.
Melihat kondisi ini, serombongan alumni Gelanggang Universitas Gadjah Mada (UGM) pun tergerak untuk melakukan sesuatu. Berbekal dengan semangat membantu sesama, rombongan alumni Gelanggang UGM pun membuat peti mati.
Juru bicara Alumni Gelanggang UGM Herlambang Yudho Dharmo mengatakan bahwa awalnya gerakan ini saat melihat kondisi krisis peti mati di RSUP Dr Sardjito. Saat itu, di awal Juli, jenazah yang harus dimakamkan dengan prokes jumlahnya melonjak.
-
Kenapa kasus Covid-19 naik? Kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Kapan kasus Covid-19 meningkat? Kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Mengapa kasus DBD di Jakarta meningkat? Lebih lanjut, Ngabila menjelaskan adanya peningkatan kasus DBD di Tanah Air terjadi karena efek dari kemarau ekstrem panjang atau El Nino pada Juli hingga November 2023.
-
Kapan kasus DBD di Jakarta meningkat? Angka kasus DBD di DKI Jakarta mengalami peningkatan sebanyak 1.102 orang dari sebelumnya hanya 627 kasus pada 19 Februari 2024.
-
Apa penyebab peningkatan kasus DBD di Jakarta? Angka kasus DBD di DKI Jakarta mengalami peningkatan sebanyak 1.102 orang dari sebelumnya hanya 627 kasus pada 19 Februari 2024.
-
Apa dampak pandemi Covid-19? Pandemi Covid-19 mengubah tatanan kesehatan dan ekonomi di Indonesia dan dunia. Penanganan khusus untuk menjaga keseimbangan dampak kesehatan akibat Covid-19 serta memulihkan ekonomi harus dijalankan.
Herlambang menjabarkan di ruang jenazah bahkan terjadi antrean untuk pemulasaran. Salah satu penyebab antrean ini karena menunggu peti mati dibuat. Dalam pemakaman dengan prokes, penggunaan peti mati bagi jenazah menjadi salah satu syarat.
Melihat kondisi ini, salah seorang aktivis Gelanggang Mahasiswa UGM Capung Hendrawan pun berinisiatif untuk membuat peti mati. Hanya saja di awal pembuatan peti mati, ada sejumlah kendala. Dari belum punya pengalaman membuat peti mati hingga masalah bahan.
Herlambang menuturkan awalnya dibuat prototipe peti mati. Dari prototipe ini pun kemudian dievaluasi agar menjadi peti mati yang efisien dan sesuai dengan prokes.
"Kami sebenarnya tak punya pengalaman diperkayuan apalagi membuat peti mati. Kami buat saja dulu. Mas Capung kebetulan punya alat-alat perkayuan dan ada bahan kayu yang bisa dipakai. Lalu kami bikin satu dan dievaluasi," ujar Herlambang saat dihubungi, Sabtu (24/7).
"Kemudian dari evaluasi kami ganti bahan kayu menjadi multiplek ukuran 12 mm untuk tepian dan ukuran 18 mm di bagian dasar peti. Terus nanti dalamnya dikasih plastik. Itu nanti jenazah dimasukkan dalam keadaan sudah terbungkus dibungkus plastik lagi. Prinsipnya adalah lapisan yang melindungi jenazah itu tidak terakses langsung dari luar," sambung pria berusia 57 tahun ini.
Herlambang menjabarkan awalnya hanya mengunggah pembuatan peti mati ini di media sosial. Kemudian unggahan ini ramai di media sosial. Herlambang mengaku awalnya tidak berniat untuk ada donasi pembuatan peti mati ini. Namun saat ramai di media sosial, donasi justru berdatangan.
Pembuatan peti mati ini dibuat oleh Alumni Gelanggang Mahasiswa UGM di rumah Capung yang berada di Nogotirto, Kabupaten Sleman. Usai rampung dibuat, peti mati ini kemudian dibawa ke markas Damkar UGM untuk didistribusikan.
"Kami fokus utamanya peti mati ini untuk melayani kebutuhan di RSUP Dr Sardjito dan RSA UGM. Namun bila masih ada stok masyarakat umum bisa saja memanfaatkannya," papar Herlambang.
"Kami fokus di RSUP Dr Sardjito dan RSA UGM karena permintaan peti mati tinggi. Dan para perajin peti mati kewalahan untuk menyediakannya," sambung Herlambang.
Herlambang menceritakan dalam pembuatan peti mati ini dibuat oleh orang-orang amatir di bidang perkayuan. Tangan-tangan amatir ini disebut Herlambang ada yang berprofesi sebagai guru besar, sutradara, fotografer bahkan polisi. Semuanya bersatu padu untuk membuat peti mati ini. Herlambang memaparkan saat ini dalam sehari ada puluhan peti mati yang dibuat.
Banyak cerita yang muncul dari pembuatan peti mati ini. Salah satunya sempat ada perajin peti mati yang menghubungi dirinya untuk memesan peti. Perajin itu siap membeli dengan harga mahal karena memang permintaannya tinggi.
"Kebetulan saya yang ditelepon. Saya bilang bahwa peti mati ini gratis. Tidak diperjualbelikan. Kemudian perajin itu kaget dan meminta maaf," beber Herlambang.
"Pernah pula suatu malam saya ditelepon keluarga dari orang yang meninggal karena Covid-19. Dia tanya apakah ada peti dengan lebar 90 cm. Saya bilang tidak ada karena kami hanya membuat ukuran standar. Tapi saya bilang coba saya tanya ke rekan-rekan yang membuat. Kebetulan saat itu sudah sedang istirahat. Kemudian tak lama keluarga itu telepon lagi mengabarkan sudah dapat peti dari perajin," tutur Herlambang.
Herlambang menuturkan bahwa saat itu penelpon bercerita dapat harga yang cukup tinggi dan harus menunggu lama. Jenazah, sambung Herlambang, meninggal sore dan peti baru bisa jadi besok pagi.
"Saya langsung makdeg. Jenazah harus menunggu berjam-jam. Padahal seharusnya kan segera dimakamkan, semakin cepat semakin baik. Padahal saat itu sudah mau saya telepon lagi mengabarkan bahwa teman-teman siap membuatkan dan hanya butuh waktu 1 jam. Namun karena sudah memesan ke perajin, saya gak enak takutnya dikira mematikan rejeki. Sampai saat ini saya masih kepikiran. Saya bisa bantu tapi ternyata kami belum bisa," kenang Herlambang.
Herlambang menambahkan sebenarnya gerakan pembuatan peti mati ini bukan hanya berhenti dipembuatan atau pengadaan. Herlambang dan teman-temannya ingin agar gerakan ini banyak direplikasi oleh pihak lainnya. Sehingga kebutuhan peti mati bisa terpenuhi dan tak ada pemakaman yang tertunda lama karena menunggu peti mati.
Dia berharap agar gerakan pembuatan peti mati ini sesegara mungkin diakhiri dan tidak lagi diproduksi. Artinya, pandemi Covid-19 bisa segera rampung dan tidak ada korban meninggal dan pemakaman dengan prokes.
"Kami berharap sesegera mungkin kami berhenti produksi, artinya Covid-19 itu sudah turun dan pengadaan peti itu juga sudah teratasi. Harapan kami yang lain adalah kalau memang masih panjang ini, supaya kita bareng-bareng memenuhi kebutuhan peti yang krisis ini. Itu harapan kami paling utama. Kita kan gotong royong nomor satu semangatnya," pungkas Herlambang.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Lonjakan kasus Covid-19 terjadi di DIY. Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY saat ini sudah tercatat 61 kasus positif Covid di provinsi itu.
Baca SelengkapnyaKegiatan fogging ini dilakukan untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi pengunjung museum di tengah tingginya kasus DBD.
Baca SelengkapnyaDinas Kesehatan Yogyakarta saat ini tengah menunggu hasil tes darah dari 45 pasien.
Baca SelengkapnyaKemenkes RI sudah mengirimkan vaksin Inavac ke Dinkes Sumsel.
Baca SelengkapnyaPasien yang meninggal diduga karena terlambat mendapat penanganan.
Baca SelengkapnyaBanyak petugas yang mengalami kelelahan sehingga beberapa dari mereka meninggal dunia.
Baca SelengkapnyaSejumlah pasien demam berdarah dengue sampai saat ini masih menjalani rawat inap.
Baca SelengkapnyaKemenkes mengajak masyarakat mencegah DBD dengan membersihkan lingkungan.
Baca SelengkapnyaKemenkes juga melaporkan kasus Covid-19 terkonfirmasi per 12 Desember 2023 mencapai 6.815.576 kasus atau bertambah sekitar 298 pasien dalam sepekan terakhir.
Baca SelengkapnyaDinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mengungkapkan tiga penyebab kenaikan kasus Covid-19.
Baca SelengkapnyaTjandra mengatakan, data WHO menunjukkan, ada kenaikan 255 persen perawatan Covid-19 di rumah sakit Indonesia.
Baca SelengkapnyaDua kasus kematian baru dari pasien Covid-19 pada Desember 2023.
Baca Selengkapnya