Guru SD RSBI cabuli 6 murid jalani sidang
Merdeka.com - Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Nusa Tenggara Barat (NTB) memberi pendampingan terhadap enam orang murid Sekolah Dasar (SD) salah satu Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang menjadi korban pencabulan oknum guru berinisial DS.
"Kami beri pendampingan semenjak kasus itu dilaporkan ke polisi, hingga disidangkan di pengadilan," kata Koordinator Divisi Hukum dan Advokasi LPA NTB Joko Jumadi, di Mataram, usai persidangan lanjutan kasus pencabulan terhadap enam orang murid SD itu di Pengadilan Negeri (PN) Mataram.
Sidang lanjutan kasus pencabulan dengan agenda pemeriksaan saksi itu dipimpin Hj Hera Kartiningsih selaku ketua majelis hakim, dibantu dua orang hakim anggota.
-
Siapa yang menjadi korban perundungan? Apalagi saat berkomunikasi melalui panggilan video, R mengaku pada Kak Seto bahwa ia sering menjadi korban perundungan dari teman-temannya maupun guru.
-
Siapa yang menjadi korban? Renu Singh, salah satu korban yang terjebak, telah melapor ke polisi dengan klaim bahwa ia telah ditipu sebesar USD 21.000 dan mengungkapkan bahwa ratusan orang lainnya juga mengalami kerugian total mencapai USD 4,1 juta.
-
Apa yang dialami korban? 'Dia alami luka cukup serius. Setelah kejadian, korban kemudian dilarikan ke RSUD Dekai, guna mendapatkan penanganan medis,' kata Kapolres Yahukimo AKBP Heru Hidayanto.
-
Apa yang terjadi pada korban? Korban pun akan terpanggang di dalamnya. Sebagai bagian dari desain hukuman yang kejam, saat perunggu yang panas membakar korban dan membuatnya berteriak.
-
Bagaimana anak-anak dikorbankan? 76 anak-anak itu dibelah dadanya dan dalam keadaan telanjang dengan pakaian berada di sampingnya. Dada mereka telah dipotong terbuka dari tulang selangka hingga ke tulang dada. Tulang rusuk mereka dipaksa terbuka, yang kemungkinan untuk mendapatkan akses ke jantung mereka.
Terdakwa didamping dua orang penasehat hukumnya, Edy Kurniadi, SH dan Kleopatra, SH. Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) antara lain Baiq Sri.
Pada sidang sebelumnya, terdakwa didakwa melakukan tindak pidana pencabulan terhadap sedikitnya enam orang murid SD, sesuai Pasal 82 Undang Undang Perlindungan Anak (UUPA) Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Pasal 82 itu menyatakan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Dalam UUPA, batas usia dewasa adalah 18 tahun.
Pelakunya dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat tiga tahun dan denda paling banyak Rp 300 ratus juta dan paling sedikit Rp 60 puluh juta.
Sidang lanjutan diagendakan Senin (21/1), dengan agenda pembacaan tuntutan oleh JPU.
Kasus pencabulan itu terjadi di lingkup sekolah dan sudah berlangsung lama, namun baru orangtua dan sanak keluarga korban baru mengadukan hal itu ke Polsek Mataram hingga dilimpahkan ke Polres Mataram, pada 11 September 2012.
Jumlah korban dilaporkan mencapai belasan orang, namun baru enam orang korban yang dilaporkan orangtua atau sanak keluarganya ke polisi, hingga masalah tersebut disidangkan di pengadilan.
Joko mengatakan, pendampingan diberikan untuk menguatkan mental para korban pencabulan itu, sekaligus mengontrol proses hukum kasus tersebut.
"Hukum harus ditegakkan, agar ada efek jera. Korban pun patut mendapat pendampingan agar tidak terus menerus dilanda trauma berkepanjangan," ujarnya.
Menurut dia, kasus pencabulan itu merupakan satu dari 28 kasus pencabulan terhadap anak yang didampingi LPA NTB, dari total 60 kasus yang melibatkan anak.
Sebanyak 15 kasus lainnya melibatkan anak sebagai pelaku pencurian, sisa merupakan kasus perlakuan diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya.
Joko mengakui, pihaknya cukup fokus menangani permasalahan anak yang berhadapan dengan hukum atau yang dikenal dengan ABH, yang belakangan ini cenderung meningkat.
Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari berbagai perlakuan tidak wajar.
Hanya saja, pendampingan terhadap anak itu tidak mengesampingkan asas legalitas hukum atas perbuatan anak tersebut, misalnya anak berhadapan dengan hukum itu terlibat masalah berat seperti pembunuhan, dan tindak pidana lainnya, maka tentunya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di mata hukum.
"Kalau hanya berkelahi atau pertengkaran yang melahirkan tindak pidana ringan masih dapat diberi pendampingan, agar peran pembinaan generasi muda terlaksana sesuai harapan banyak kalangan," ujarnya.
Kelompok anak-anak yang menjadi sasaran pendampingan dan pembinaan itu yakni berusia maksimal 18 tahun sesuai ketentuan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Selain kasus ABH, LPA NTB juga aktif memberi pendampingan terhadap anak yang menjadi korban atau pelaku pemerkosaan, pencabulan, pekerja anak, perdagangan anak (trafficking), penelantaran, kekerasan fisik, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan gizi buruk. (mdk/cob)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Seorang guru SD swasta di Kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang, NTT, DOS (56) dilaporkan ke Polres Kupang, karena diduga mencabuli empat siswanya.
Baca SelengkapnyaSaat ini guru silat bernama Baharudin (56) itu ditahan polisi untuk kepentingan penyidikan.
Baca SelengkapnyaDia mengimingi sejumlah uang untuk murid yang menjadi incarannya.
Baca SelengkapnyaSeorang siswi kelas satu SMP di Kabupaten Siak digilir 6 remaja pria saat pulang sekolah.
Baca SelengkapnyaGuru yang diduga melakukan pencabulan diketahui merupakan seorang laki-laki berusia 36 tahun.
Baca SelengkapnyaKorban berusia 5-12 tahun. Pelaku setiap hari menjadi marbot di musala.
Baca SelengkapnyaMenjanjikan agar korban bisa lulus ujian masuk TNI dan Polri membuat pelaku bisa melakukan pelecehan. Bahkan dia juga menyimpan foto bugil para korban.
Baca SelengkapnyaImam mengungkapkan, AD kini telah ditetapkan tersangka dan dilakukan penahanan.
Baca SelengkapnyaVonis yang dijatuhkan kepada terdakwa sesuai dengan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Baca SelengkapnyaPelaku mengaku tindakannya berawal dari chat dirinya dengan korban pada November hingga Desember 2022.
Baca SelengkapnyaDikatakan bahwa pihak sekolah yang diperiksa tersebut mulai kepala sekolah, guru, hingga sejumlah murid yang merupakan rekan korban.
Baca SelengkapnyaKepolisian juga akan memeriksa kejiwaan pelaku apakah memiliki kelainan atau atau penyimpangan dalam memenuhi hasrat seksualnya.
Baca Selengkapnya