Hakim Gugurkan Status Tersangka Eddy Hiariej, Ini Analisis KPK
KPK melihat adanya perbedaan pandangan yang menyebabkan hakim PN Jakarta Selatan memutuskan gugatan praperadilan mantan Wamenkumham Eddy Hiariej.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melihat adanya perbedaan pandangan yang menyebabkan hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memutuskan gugatan praperadilan mantan Wamenkumham Eddy Hiariej.
Hakim Gugurkan Status Tersangka Eddy Hiariej, Ini Analisis KPK
Gugurnya status tersangka Eddy karena hakim menggunakan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Berdasarkan ketentuan tersebut, dua alat bukti yang disajikan KPK dinyatakan tidak sah.
"Karena sepertinya ada pandangan yang berbeda antara KPK dengan hakim yang mengadili yang dimaksud hakim lebih banyak menggunakan dasar pertimbangan di ketentuan umum KUHAP ,sehingga ada perbedaan karena tentu ketika KPK menetapkan seseorang sebagai tersangka," kata Kabag pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (31/1).
Pasal 184 ayat 1 KUHAP menyatakan dua alat bukti yang sah yakni keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Sementara, kata Ali, untuk menetapkan tersangka korupsi, KPK mengacu pada UU KPK pasal 44. Pada ayat (2) pasal itu, bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila ditemukan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti, termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau optik.
"Oleh karena itu tentu ke depan kami pelajari terlebih dahulu pertimbangan hakim sehingga kami dapat mengambil langkah-langkah berikutnya terkait dengan penanganan kebutuhan korupsi," jelas Ali.
Seperti diberitakan, hakim memutuskan status tersangka korupsi Eddy tidak sah. Alasannya, bukti yang dilampirkan KPK tidak sah.
"Menimbang, bahwa oleh karena penetapan tersangka terhadap pemohon tidak memenuhi minimum 2 alat bukti yang sah sebagaimana ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana, maka hakim sampai kepada kesimpulan tindakan termohon yang telah menetapkan pemohon sebagai tersangka tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum," kata hakim tunggal Estiono saat membacakan putusan di PN Jakarta Selatan, Selasa (30/1).
Estiono juga menyebut barang bukti yang diajukan KPK dalam praperadilan aquo tidak dapat menjadi rujukannya. Sebab tiap perkara memiliki karakter yang berbeda.
Oleh karenanya ia berpendapat penetapan tersangka terhadap pemohon dinyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Menimbang, bahwa oleh karena permohonan praperadilan yang diajukan pemohon dikabulkan, maka biaya yang timbul dalam perkara dibebankan kepada termohon," pungkas dia.