Ini Alasan Bareskrim Polri Tolak Laporan TPDI Soal Dugaan Pelanggaran Pemilu 2024
Laporan dibuat TPDI itu dilakukan Petrus Selestinus, Roy Suryo dan empat orang lainnya pada Senin (4/3).
Laporan dibuat TPDI itu dilakukan Petrus Selestinus, Roy Suryo dan empat orang lainnya pada Senin (4/3).
Ini Alasan Bareskrim Polri Tolak Laporan TPDI Soal Dugaan Pelanggaran Pemilu 2024
Bareskrim Polri merespons pernyataan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) yang menyebut laporan dugaan pelanggaran tahapan proses dan hasil Pemilihan Umum (Pemilu) ditolak.
Laporan dibuat TPDI itu dilakukan Petrus Selestinus, Roy Suryo dan empat orang lainnya pada Senin (4/3).
Kedatangan mereka saat itu diterima Direktorat Tindak Pidana Umum (Dit Tipidum) dan Direktorat Tindak Pidana Siber (Dit Siber) Bareskrim Polri.
Dir Tipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan, laporan dibuat TPDI itu terkait dengan Pemilu. Sehingga, sesuai dengan Undang-Undang diarahkan ke Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu).
"Setelah mendengar dari keduanya, ternyata materi pelaporan yang dibawa terkait rangkaian kegiatan Tahapan Pemilu 2024. Oleh sebab itu, Undang-Undang mengatakan laporan semestinya dibuat di Bawaslu. Silahkan," kata Djuhandani dalam keterangannya, Rabu (6/3).
Jenderal bintang satu ini menyebut, sesuai dengan Pasal 454 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berbunyi: Laporan pelanggaran Pemilu merupakan laporan langsung warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih, peserta pemilu, dan pemantau pemilu kepada Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu LN, dan atau Pengawas TPS pada setiap tahapan Penyelenggaraan Pemilu.
"Berdasarkan hal tersebut, dimaknai satu-satunya lembaga yang berwenang menerima laporan pelanggaran Pemilu adalah Bawaslu," ujar Djuhandani.
Djuhandhani lantas menjelaskan bahwa Sentra Gakkumdu terdiri dari unsur Bawaslu, Polri dan Kejaksaan.
Dalam pelaksanaannya, mereka akan menindaklanjuti setiap lapor dengan melakukan pengkajian untuk mendalami ada atau tidaknya unsur pelanggaran Pemilu.
Kemudian melalui mekanisme Bawaslu, jika perkara tersebut adalah dugaan etik maka diteruskan ke DKPP. Namun jika pelanggaran administrasi maka akan diselesaikan oleh Bawaslu dan jika termasuk pelanggaran undang-undang lainnya maka akan diteruskan ke instansi yang berwenang.
"Jika laporan ternyata pelanggaran pidana maka, berdasarkan Pasal 476 UU 7 tahun 2017 diteruskan ke Polri," kata Djuhandani.
Djuhandhani menjelaskan, mekanisme pelaporan ini perlu diketahui publik karena saat ini masih dalam momen rangkaian tahapan Pemilu. Selain itu, Polri ditegaskannya akan menindaklanjuti investigasi laporan dugaan pidana terkait Pemilu sesuai rekomendasi Bawaslu.
"Tidak ada laporan pelanggaran pidana pemilu yang langsung disampaikan oleh masyarakat ke Polri, tanpa melalui Bawaslu," pungkasnya.
Sebelumnya, Laporan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) terkait dugaan pelanggaran tahapan proses dan hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 ditolak Bareskrim Polri.
Diketahui TPDI hendak melaporkan ketua hingga komisioner KPU serta pembuat Sirekap. Buntut dari penggunaan aplikasi itu dianggap membuat gaduh terkait hasil perhitungan suara Pemilu 2024.
"Terdapat perbedaan pendapat yang tajam kami dengan pihak Bareskrim Polri karena menurut mereka apa yang mau disampaikan itu masuk menjadi wewenang dari Gakkumdu atau Bawaslu,” kata Koordinator TPDI, Petrus Selestinus saat ditemui awak media di Mabes Polri, Jakarta, Senin (4/3).
Petrus meyakini apa yang dilaporkan PTDI adalah tindak pidana sebab menyangkut dugaan pelanggaran hukum, kejahatan politik dengan adanya dugaan ketidakprofesionalan dalam pelaksanaan Pemilu.
“Menyangkut kelangsungan kepemimpinan nasional yang harus berproses dari prosedur yang jujur, benar dan adil," terang Petrus.