Istri Tom Lembong Curhat ke Komnas HAM, Kecewa Hak Asasi Suaminya Dicederai Kejagung
Kubu Tom Lembong mempersoalkan penangkapan dan penetapan tersangka mencederai HAM.
Tim kuasa hukum tersangka kasus dugaan korupsi impor gula Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong menyambangi kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk mengadukan penangkapan dan penetapan tersangka kliennya oleh Kejaksaan Agung. Kubu Tom Lembong menilai penangkapan dan penetapan tersangka mencederai HAM.
Komisioner Komnas HAM, Hari Kurniawan mengatakan, aduan dari Tim Hukum Tom Lembong akan dipelajari terlebih dahulu selama tujuh hari ke depan baru diberikan tindaklanjut.
"Kami tentu harus mempelajari kasus ini ya, misalnya ada regulasi terkait impor gula dan sebagainya ini perlu kita pelajari lebih lanjut. Baru nanti sesuai dengan ketentuan yang ada di Perkom layanan pengaduan di Komnas HAM bahwa pengaduan yang masuk itu akan kita tangani atau akan ada tindaklanjut 7 hari kerja," kata Hari di kantor Komnas HAM Jakarta, Jumat (6/12).
Hari mengungkapkan dalam aduan yang berjalan 60 menit secara tertutup tersebut, tim hukum Tom Lembong melaporkan soal tindakan kesewenang-wenangan dengan diskriminasi saat pemeriksaan terkait perkara dugaan korupsi impor gula tersebut.
"Keluarga tadi menyatakan sudah diperiksa 4 kali dari tanggal 8 dan terakhir tanggal 29 Oktober yang ini kemudian tidak ada misalnya, Sprindik, Sprinhan, kemudian tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Sehingga mereka berkesimpulan ini adalah tindak kesewenang-wenangan dan diskriminasi dalam konteks akses mencari keadilan," ujar Hari.
Hari memastikan pengaduan disampaikan sore hari ini akan diproses. Tujuannya, demi terwujudnya keadilan bagi Tom Lembong yang merasa telah didiskriminasi oleh pihak Kejaksaan.
Saat di singgung apakah Komnas HAM akan mengajukan Amicus Curiae atau sahabat pengadilan dalam persidangan Tom Lembong, Hari belum bisa memutuskan. Sebab, perlu ada kajian dan tindaklanjut saat Komnas HAM hendak menjadi Amicus Curiae.
"Masalah Amicus Curiae saya tidak bisa memutuskan karena itu sudah ditindaklanjut penanganan. Masalah pengawasan tadi ada permintaan dari keluarga untuk Komnas HAM melakukan pengawasan dan pemantauan terkait kasusnya Pak Lembong," kata Hari.
Istri Tom Lembong Kecewa Hak Asasi Suaminya Dicederai Kejagung
Franciska Wihardja, istri dari Tom Lembong mencurahkan isi hatinya perihal kondisi sang suami yang saat ini mendekam di penjara. Menurut Franciska, penetapan status tersangka hingga penahanan oleh Kejagung dilakukan dengan kesewenangan yang mencederai hak asasi Tom Lembong sebagai manusia.
"Dia (Tom) datang empat kali dipanggil semua panggilan dia patuhi datang sebagai saksi. Jadi sewaktu tiba-tiba dia jadi tersangka itu kami semua shock! karena tidak ada indikasi, tidak pernah dikasih tahu kenapa dia jadi tersangka. Makanya kami merasa bahwa tiba-tiba dia langsung ditahan diborgol, sebagai keluarga itu sangat menyakitkan," kata Franciska.
Franciska meyakini sang suami selalu memiliki itikad baik bagi bangsa dan negara. Khususnya, bagi rakyat Indonesia. Dia percaya, hal itu dilakukan secara naluriah dalam setiap kebijakannya saat menjadi menteri perdagangan.
"Setaunya saya itikad baiknya Pak Tom itu selalu untuk berbuat baik kepada masyarakat banyak. Untuk membantu. Itu hati nuraninya dia itu tidak bisa dipungkiri. Jadi apapun yang dia lakukan saya percaya itu untuk kebaikan masyarakat Indonesia," ujar dia.
Namun sayangnya, Franciska harus menerima kenyataan bahwa ketulusan sang suami bagi bangsa harus dikecewakan oleh tindakan hukum yang sewenang-sewenang.
“Ternyata kami kecewa dan yang ada hak-hak asasi Pak Tom, tadi dilanggar. Jadi saya merasa itu benar hak asasi Pak Tom dan tidak sedikit yang dilanggar, jadi makanya kami mengadakan pengaduan mengenai hal itu ke Komnasham,” tegas dia.
Franciska memastikan, satu hal yang masih menjadi tanda tanya dan belum ada jawabnya adalah dua alat bukti sebagai landasan penetapan Tom Lembong sebagai tersangka. Dia mencatat, Kejagung belum dapat menunjukkan hal itu kepada dirinya, selaku keluarga Tom.
“Karena kami sebagai keluarga merasa itikad baiknya tidak dihargai dari penegak hukum. Kami masih bertanya (soal bukti), kami masih punya itikad baik kita pergi ke pra-peradilan dan merasakan bahwa dari pra-peradilan ini kita bisa mendapatkan keadilan,” Franciska menandasi.
Terkait belum adanya bukti, saat dikonfirmasi terpisah, Zaid Mushafi selaku Tim Hukum Tom Lembong juga menegaskan belum ditunjukan dua alat bukti yang menjerat kliennya sebagai tersangka.
“Belum, sampai hari ini belum. Usai praperadilan kemarin juga belum, kita diperiksa terakhir saja 1 November, sekarang 6 Desember, pertanyaan kami apa urgensinya jadinya dia ditahan?" Zaid menandasi.
Alasan Tim Hukum Tom Lembong Lapor Komnas HAM
Zaid Mushafi selaku Tim Hukum Tom Lembong melaporkan kasus impor gula yang membuat kliennya menjadi tersangka kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnasham). Hal itu dilakukan, karena dia meyakini kasus terkait sarat dengan intrik politik.
“Kami masih sangat meyakini bahwasannya ada hal-hal berbau politik dalam proses penangkapan atau penahanan dan penetapan tersangka dari Pak Tom Lembong ini,” kata Zaid kepada insan pers di Kantor Komnasham Jakarta, Jumat (6/12).
Zaid menyatakan, jika kasus impor gula adalah benar ulah Tom maka mengapa proses hukum baru dilakukan setelah sembilan tahun. Apalagi, momentumnya pasca Pilpres 2024.
“Kenapa setelah 9 tahun proses ini baru dilaksanakan? kenapa proses ini dilaksanakan setelah pagelaran Pilpres 2024? Itu yang kami minta agar kepada Komnas HAM melakukan penyelidikan-penyelidikan dan investigasi apa yang kami rasakan, Pak Tom merasakan dan keluarga rasakan ini, benar bahwasannya ada pelanggaran HAM terhadap hak-hak Pak Tom yang dilindungi di dalam KUHAP dalam proses penetapan tersangka,” yakin Zaid.
Zaid memastikan, pihaknya memiliki parameter diskriminasi soal aduan yang dilakukan kepada Komnasham. Sebab jika melihat rentang waktu, penyidikan dilakukan pada tahun 2015-2023 dan ketika periode tersebut ada 6 menteri perdangan dan Tom Lembong adalah menteri yang kedua.
“Kenapa mulainya dari yang kedua dan berhenti di kedua? Kenapa nggak yang pertama ataupun yang terakhir dulu? Nah ini sebenarnya ada apa? Ini kan pertanyaan yang wajar kalau kayak gini, sepertinya kan (ada diskriminasi). Setelah 9 tahun kita baru diperiksa dan di antara seluruh kebijakan impor di 6 menteri dimulai dari Pak Tom dan hanya berhenti di Pak Tom,” heran Zaid.
Zaid menambahkan, dalam kasus impor gula dirinya belum dengar ada lagi menteri yang dipanggil oleh Kejagung. Namun demikian, bukan berarti pihaknya mendorong agar kembali ada eks menteri yang diperiksa.
“Kita nggak meminta itu kepada Kejaksaan untuk segera manggil. Itu hak dan wewenang kejaksaan. Tapi ketika kami berpikir ini adalah diskriminasi, saya rasa kami berhak menyatakan hal tersebut ,” Zaid menandasi.