Kasus 3 Siswa SD Tak Naik Kelas karena Agama di Tarakan, Ini Temuan KPAI
Merdeka.com - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti membeberkan sejumlah temuan terkait tiga kakak beradik yang tidak naik kelas selama 3 tahun karena persoalan agama di siswa SDN 05 Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Salah satunya, ketiga korban ternyata anak pintar, namun menolak menyanyikan lagu rohani sesuai keinginan guru.
Retno memaparkan, berdasarkan informasi yang diterima tim pemantau dari pihak keluarga dan kuasa hukum secara daring, keluarga ketiga anak pindah agama dari Kristen Protestan ke Sanksi Yehuwa pada tahun 2018.
"Secara kebetulan, tidak naik kelas pertama adalah pada tahun ajaran 2018/2019, ketiga anak sempat dikeluarkan dari sekolah selama sekitar 3 bulan lamanya," jelas Retno dalam keterangannya, dikutip Sabtu (27/11).
-
Siapa yang membimbing siswa SDN 3 Kota Tangerang? Menariknya, inovasi kreatif itu mulanya merupakan tugas yang dikembangkan lebih lanjut bersama pembimbing.
-
Siapa yang menjadi anak ketiga dari lima bersaudara? Davina dilahirkan sebagai anak ketiga dari lima bersaudara. Kakaknya dan adiknya adalah anak kembar.
-
Kapan anak ketiga perempuan bungsu belajar mandiri? Meskipun mendapatkan perhatian ekstra, anak bungsu juga belajar untuk mandiri karena harus mengejar dan bersaing dengan saudara-saudara mereka yang lebih tua.
-
Kenapa SD Negeri 20 Palembang hanya dapat 3 siswa baru? Persaingan dengan sekolah terdekat menjadi pemicu minimnya peminat. Tiga peserta yang tinggal di sekitar sekolah tersebut mendaftar secara offline. Sementara pada saat PPDB sistem online tak satu pun calon siswa yang mendaftar.
-
Bagaimana anak ketiga bisa jadi pemimpin? Karena mereka tumbuh dalam situasi di mana mereka sering kali menjadi penghubung antara kakak dan adik, anak ketiga belajar untuk mengendalikan dan mengarahkan situasi.
-
Apa yang diciptakan siswa SDN 3 Kota Tangerang? Sejumlah pelajar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 3 Kota Tangerang, berinovasi menciptakan cairan abate dari daun jeruk.
Alasan tersebut tidak bisa diterima, karena ketidakhadiran tiga siswa selama 90 hari yang dianggap tidak hadir tanpa keterangan. Padahal ketidakhadiran mereka karena sempat dikeluarkan dari sekolah selama 3 bulan.
"Keputusan Pengadilan TUN memenangkan gugatan atas nama ketiga anak tersebut, keputusan PTUN dalam kasus tidak naik kelas yang pertama kali ini sudah inkrah," ujar Retno.
Keputusan tidak naik kelas yang kedua kali dialami ketiga anak itu pada tahun ajaran 2019/2020. Saat itu nilai pelajaran agama ketiga anak nol atau tidak ada nilainya.
Ketiganya tidak mendapatkan pelajaran agama, sekolah beralasan tidak ada guru agama untuk Saksi Yehuwa. Padahal Saksi Yehuwa oleh Kementerian Agama dimasukkan dalam bagian pendidikan agama Kristen.
"Jadi seharusnya, ketiga anak berhak mendapatkan pendidikan agama Kristen di sekolahnya," sebutnya.
Padahal Keputusan Pengadilan TUN pada tingkat pertama dimenangkan ketiga anak tersebut. Tetapi Dinas Pendidikan Kota Tarakan banding dan memenangkan pengadilan banding.
"Pihak penggugat kemudian melakukan kasasi dan keputusan kasasi belum ada. Artinya belum inkrah hingga November 2021," ungkap Retno.
Kasus tidak naik kelas yang ketiga kalinya terjadi pada tahun ajaran 2020/2021. Kali ini penyebab ketiga anak tidak naik kelas adalah nilai agama yang tidak tuntas, sementara nilai seluruh mata pelajaran yang lain sangat bagus.
Retno mengatakan, ketiga anak mengaku telah mengikuti semua proses pembelajaran pendidikan agama Kristen di sekolahnya. Mereka selalu mengerjakan semua tugas yang diberikan, termasuk ulangan/ujiannya. Bahkan nilai-nilai pengetahuannya selalu tinggi nilainya.
"Namun saat nilai praktik, ketiga anak tidak bersedia menyanyikan lagu rohani yang ditentukan gurunya karena bertentangan dengan akidahnya, dan meminta bisa mengganti lagu yang sesuai dengan akidahnya," jelasnya.
"Kasus tidak naik kelas yang ketiga kalinya juga digugat ke Pengadilan TUN, pengajuan perkara baru dilakukan pada Oktober 2021. Saat ini masih dalam proses persidangan," tambahnya.
Hilang Semangat Belajar
Di sisi lain, Retno juga mengungkap hasil penelusuran tim ketika mengunjungi rumah ketiga anak untuk mendengarkan suara mereka dalam kasus yang menimpanya selama tiga tahun berturut-turut, Senin (22/11).
"Ketika tim bertanya apa harapan atau keinginan ketiga anak, mereka menjawab 'hanya ingin naik kelas'. Saat ditanya apa lagi harapannya? Jawabannya kurang lebih sama, hanya ingin naik kelas. Ketiganya juga ingin tetap bersekolah di SDN 051 Kota Tarakan," sebut Retro.
Retno menyampaikan, ketiga anak sempat menyatakan kehilangan semangat belajar jika mereka tidak naik kelas lagi untuk keempat kalinya.
Anak Pintar
Fakta selanjutnya, Retno mengatakan dari hasil wawancara dengan DH, selaku guru Pendidikan Agama Kristen SDN 043 Tarakan yang diperbantukan di SDN 051 Tarakan. Di SDN 051, dia hanya mengajar 4 siswa, termasuk ke-3 anak-anak itu. Tim juga mewawancarai D, guru PJOK yang juga menjadi Pembina Agama Kristen.
Retno menyampaikan, berdasarkan pengakuan DH, ketiga anak itu pintar dan nilai ilmu pengetahuan sering mendapat angka 100. Selain itu ketiganya juga berkelakuan baik dan sopan.
Namun pada nilai pendidikan agama, ketiganya dinyatakan tidak tuntas. Pada rapor tidak naik kelas ke-3 kalinya, tidak ada nilai praktik. Namun nilai kognitif atau pengetahuan tinggi dan nilai afektif atau sikapnya baik.
Hal itu bisa terjadi lantaran ketiga siswa menolak bernyanyi lagu rohani yang judulnya ditentukan guru pendidikan agama Kristen. "Orangtua sempat meminta izin agar anaknya diperkenankan menyanyikan lagu rohani yang sesuai akidahnya, namun tidak diperkenankan," katanya
Alasan penolakan guru, sebut Retno, berpedoman pada kurikulum Pendidikan Agama Kristen. Padahal Kompetensi Dasar (KD) dalam kurikulum pendidikan agama Kristen justru tidak menentukan judul lagu rohani.
Semisal, Retno mencontohkan dalam silabus mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen kelas 4 SD, pada KD 4.6 berbunyi, menyanyikan lagu rohani anak-anak yang menunjukkan ucapan syukur atas dirinya, keluarga, teman, dan alam ciptaan Tuhan.
"KD tersebut sama sekali tidak menentukan judul lagu rohani yang harus dinyanyikan oleh peserta didik," ungkap Retno.
(mdk/yan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Akbar terancam membayar denda sebesar Rp50 juta lantaran laporan orang tua siswa.
Baca SelengkapnyaSebuah video yang diunggah oleh akun Instagram seorang guru @julaehaju menunjukan mirisnya kondisi pendidikan di Indonesia saat ini.
Baca SelengkapnyaSelain berunjuk rasa mengawal perkara guru honorer Supriyani, PGRI Baito ramai-ramai menolak siswa D dan saksi kembali bersekolah.
Baca SelengkapnyaKorban mengalami perundungan sejak pertama kali masuk SMPN 4 Makassar.
Baca SelengkapnyaPolisi melakukan penyidikan terhadap kasus tersebut. Hasilnya dua orang siswa ditetapkan sebagai tersangka.
Baca SelengkapnyaKasus ini sebelumnya terungkap bermula dari pelaporan pihak keluarga korban di Polsek Glenmore wilayah hukum Polresta Banyuwangi.
Baca SelengkapnyaSejumlah SD negeri di Batang kekurangan murid. Hampir separuh dari 452 sekolah di daerah itu tidak memenuhi rombongan belajar.
Baca SelengkapnyaRidwan Kamil mengatakan pembatalan itu untuk memberikan pelajaran bahwa semua harus sesuai dan ikut pada aturan yang ditetapkan.
Baca SelengkapnyaAbdul Mu'ti berharap kasus yang dialami tiga siswa SDIT ICMA tersebut dapat menemui jalan keluar secepatnya.
Baca SelengkapnyaPerbuatan tersebut dilakukan berulang kali kepada kelima korban dengan rentang waktu yang berbeda-beda sejak tahun 2018 hingga Juli 2023.
Baca SelengkapnyaHN mengajak kabur kedua adiknya lantaran kesal diputus sekolah oleh orang tuanya. Hal ini karena kondisi ekonomi keluarga.
Baca SelengkapnyaSelain kondisi gedung sekolah yang perlu diperbaiki, dewan guru pun menyampaikan bahwa SDN 7 Suana kekurangan meja dan kursi.
Baca Selengkapnya