Viral Video 'Ice Breaking' Anak SMA Belum Bisa Matematika Dasar, Fakta Miris Dunia Pendidikan
Sebuah video yang diunggah oleh akun Instagram seorang guru @julaehaju menunjukan mirisnya kondisi pendidikan di Indonesia saat ini.
Sebuah video yang diunggah oleh akun Instagram seorang guru @julaehaju menunjukan mirisnya kondisi pendidikan di Indonesia saat ini.
Video tersebut menampilkan sejumlah siswa yang tidak mampu menjawab pertanyaan mengenai perhitungan matematika dasar. Beberapa dari mereka bahkan tidak dapat menjawab pertanyaan seperti berapa hasil dari pembagian 10:5, 24:3, hingga 16:4.
Dalam video yang di-posting, pemilik akun yang diketahui merupakan guru menyebut kegiatan itu merupakan ice breaking untuk mengetahui kemampuan numerik dasar para muridnya.
"Ice Breaking, Diagnosa Kemampuan Numeris Dasar. Semangat yah nak, kita sadari ada yang kurang. Maka dari itu sama-sama akan kita lengkapi dan kita perbaiki," tulis akun tersebut.
Menanggapi hal tersebut Praktisi Pendidikan Doni Koesoema A menyebut ada yang salah dengan sistem pendidikan di Indonesia, salah satunya adalah kebijakan naik kelas bagi semua siswa tanpa melihat kemampuan dari siswa tersebut.
"Saya rasa di sini ada semacam kesalahan di dalam sistem kita dalam rangka menilai proses kemajuan siswa. UNESCO mewajibkan atau memberikan batas minimum bahwa anak-anak kelas 3 atau 4 SD itu sebaiknya sudah bisa membaca dan memahami matematika tingkat dasar," kata Doni saat dihubungi merdeka.com, Senin (5/11).
Dia mengatakan terdapat dua kemungkinan siswa saat ini belum menguasai matematika dasar, yakni kesalahan sistem pendidikan serta praktik mengajar oleh guru.
"Karena ini terjadi di SMA, maka sebenarnya menjadi pertanyaan kenapa anak seperti itu kok tidak terlacak sejak awal. Di SD proses belajar seperti apa? Apakah gurunya tidak bisa mengajar atau ada sistem kita yang meminta setiap anak harus naik kelas terus tanpa mempedulikan kemampuannya," tutur Doni.
Doni menyebut kebijakan setiap siswa naik kelas menjadi masalah utama dalam hal ini. Sehingga kemampuan dasar siswa seperti matematika dasar yang seharusnya dikuasai sejak bangku kelas 3 hingga kelas 4 SD ini justru tidak terlacak oleh tenaga pendidik, dan menjadikan siswa naik kelas tanpa pengetahuan yang luas.
Dia kemudian menyebut diperlukan adanya perbaikan sistem pendidikan serta peningkatan kualitas guru.
Di sisi lain, Pemerhati Pendidikan serta Pendiri Rumah Literasi 45 Andreas Tambah menilai selain kebijakan semua siswa naik kelas, penetapan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang tidak rasional menjadi penyebab masalah ini.
"Salah satunya adalah penetapan KKM yang tidak rasional. Hampir semua sekolah menetapkan KKM yang sangat tinggi dan semua anak nilainya harus memenuhi KKM. Anak paling bodoh dan malas sekalipun nilainya harus sesuai KKM," kata Andreas saat dihubungi Merdeka.com, Selasa (5/11).
Andreas menilai penetapan KKM ini tidak rasional lantaran untuk memenuhi nilai KKM guru harus mengobral nilai dengan memberi tugas ala kadarnya.
Akibatnya murid tidak perlu berusaha keras untuk mendapat nilai yang bagus. Remedial atau penugasan pun dibuat mudah agar murid dapat mengerjakan tugas atau soal yang diberikan.
Selain itu, dia menilai bahwa minimnya penghargaan terhadap institusi pendidikan atau guru menjadi faktor lain dalam kasus ini.
Dia menyebut beberapa kasus yang mempidanakan guru saat ini marak terjadi. Padahal, masalah yang terjadi pun terbilang sepele atau dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Hal ini kemudian mempengaruhi psikologis guru sehingga tidak peduli dengan kemampuan belajar atau perilaku siswa.
"Secara psikologis kondisi ini membuat para guru menjadi jengah, tidak mau pusing lagi dengan perilaku muridnya yang tidak disiplin, yang tidak mau belajar, yang tidak mau membuat tugas. Mereka takut untuk bertindak," ujarnya.
Kemudian, Andreas mengatakan guru juga tidak mendapatkan perlindungan ketika berhadapan dengan orang tua murid yang memperkarakan, sehingga harus berjuang sendiri.
"Di sisi lain, bila seorang guru harus berhadapan dengan orang tua yang memperkarakannya, pihak sekolah dalam hal ini kepala sekolah atau para pejabat yang ada di atasnya tidak ada keberpihakan, sang guru harus berjuang sendiri. Guru tidak mendapat perlindungan," ujarnya.
Dia menilai jika kondisi seperti ini terus berlanjut maka murid semakin tidak menghormati guru, orang tua tidak menghargai institusi pendidikan, dan guru akan bersikap masa bodoh, sehingga menghancurkan kewibawaan pendidikan nasional.
Reporter Magang: Maria Hermina Kristin