Kasus Perusakan Bendera Merah Putih, 7 Pelajar di Gunungkidul Tidak Ditahan
Merdeka.com - Tujuh pelajar di Kabupaten Gunungkidul merusak bendera merah putih dan umbul-umbul bernuansa kemerdekaan. Berkas perkara ketujuh remaja tersebut dilimpahkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA). Namun mereka tidak ditahan dan dikenai wajib lapor.
Setelah selesai menjalani pemeriksaan di Mapolsek Wonosari didampingi orang tua masing-masing, ketujuh pelaku tersebut diperiksa UPPA Polres Gunungkidul pada Senin (16/8) siang. Pemeriksaan guna mendapatkan keterangan lebih jauh terkait motif pelaku melakukan perusakan ini juga melibatkan BAPPAS.
Kanit Pidum Polres Gunungkidul Iptu Wawan Anggoro menyampaikan polisi sedang melakukan proses penyelidikan terhadap ketujuh pelaku perusakan. Kasus perusakan bendera merah putih termasuk sebagai perkara besar karena merusak lambang negara.
-
Apa yang dilakukan Pemprov DKI terhadap para pelajar? Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menggelar apel pengarahan kepada ratusan pelajar terindikasi hendak tawuran di Balai Kota DKI Jakarta.
-
Dimana Tim Patroli menemukan 7 remaja? Sebanyak sembilan anggota tim patroli perintis Polres Bekasi Kota diperiksa oleh Propam Polda Metro Jaya setelah tujuh remaja ditemukan tewas di kali.
-
Dimana lokasi penangkapan para pelajar? Ratusan pelajar itu diamankan di empat lokasi di Jakarta Pusat pada Selasa (2/4) sore. 'Hari ini kita mengamankan remaja yang konvoi berdalih berbagi takjil yang selalu membuat kerusuhan dan keonaran di jalan raya, sehingga membahayakan pengguna jalan maupun warga sekitar karena sering menutup jalan sambil teriak-teriak menyalakan petasan,' kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro dalam keterangan tertulis.
-
Apa yang dilakukan pemuda Tebing Tinggi? Peristiwa Pertempuran di Tebing Tinggi, Perjuangan Berdarah Pemuda Indonesia Melawan Penjajah Pasca kemerdekaan menjadi masa-masa pemuda Indonesia berjuang untuk mengusir penjajah kolonial Jepang.
-
Kenapa muda-mudi terjaring razia? Petugas juga memergoki pemuda bersama 2 orang wanita dalam satu kamar.
-
Apa yang terjadi pada mahasiswi Undip di Gunung Lawu? Seorang mahasiswi asal Universitas Diponegoro (Undip), Anindita Syafa Nabila Rizky (20) ditemukan meninggal dunia di Pos 4 Gupakan Menjangan jalur pendakian Gunung Lawu lewat Cetho, Karanganyar, Jateng, pada Minggu (25/6) siang.
Meski ancaman hukumannya adalah 5 tahun penjara, tetapi dikarenakan pelaku masih anak-anak sehingga pihak kepolisian masih belum menetapkan akan dilakukan tindakan hukum atau pembinaan terhadap pelaku.
"Kasus tersebut termasuk kasus besar tapi kita juga memikirkan atas masa depan anak-anak. Sehingga antara pembinaan atau tindakan hukum itu masih kita akan bicarakan juga dengan BAPPAS dan Unit PPA," ujar dia di sela pemeriksaan.
Karena statusnya masih anak di bawah umur, sementara pelaku masih ditetapkan sebagai Anak Berurusan dengan Hukum (ABH), maka ada perlakuan khusus. Saat ini, pihaknya masih melakukan proses penyelidikan sehingga pihaknya belum menaikkan ke proses penyidikan.
Pihaknya masih mendalami motif-motif pelaku melakukan perusakan bendera merah putih. Untuk sementara, para pelajar tersebut mengaku melakukan perusakan karena iseng. Mereka merasa senang usai melakukan perusakan sehingga kembali melakukan hal yang sama.
"Kami masih dalami motif kemudian pasal-pasal yang akan disangkakan saat ini juga kita masih menunggu dari pihak pelapor untuk menjelaskan duduk perkaranya," bebernya.
Kanit UPPA Polres Gunungkidul Ipda Ratri Ratnasari, mengatakan, dari keterangan para pelaku, motif yang didapatkan sementara ini masih sebatas kenakalan remaja atau iseng. Namun, pihaknya masih mendalami apakah ada motif lain atau tidak karena perusakan ini dilakukan selama 3 hari berturut-turut di tempat berbeda.
"Pelaku perusakan bendera tidak dilakukan penahanan dan hanya dikenakan wajib apel," tambahnya.
Ratri tidak membantah jika apa yang dilakukan para pelajar tersebut tidak lepas dari lamanya anak-anak tidak bersekolah. Namun tidak hanya itu, aksi perusakan tersebut juga karena lemahnya pengawasan orang tua terhadap anak-anak mereka.
Menurut Ratri, kelompok anak yang melakukan perusakan bendera tersebut adalah rekan sepermainan. Mereka berbeda sekolah, tetapi sering bermain bersama. Kelompok mereka juga belum mengarah ke genk motor meskipun beraksi menggunakan 4 sepeda motor.
"Paling kecil umur 9 tahun atau kelas 6 SD dan sisanya SMP kelas 1. Kami akan libatkan sekolah untuk melakukan pembinaan," dia menandaskan. Dikutip dari Liputan6.com.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Satu petugas PPSU jadi korban tabrak lari para pelajar yang tengah berseteru.
Baca SelengkapnyaKemenPPPA sudah melakukan koordinasi dan pemantauan penanganan peserta unjuk rasa berusia anak di Polda Metro Jaya.
Baca SelengkapnyaRemaja yang melakukan perusakan baliho karena terpengaruh alkohol dan mabuk.
Baca SelengkapnyaKepastian itu berdasarkan penyelidikan Kompolnas dan Polres Bekasi Kota terkait kematian tujuh remaja di kali Bekasi.
Baca SelengkapnyaKorban tidak bisa melawan dan terlihat hanya berusaha menutupi wajah dan kepalanya dengan tangan.
Baca SelengkapnyaPolsek Simokerto Surabaya beri 'pelajaran' Paskibraka kepada remaja pelaku tawuran.
Baca SelengkapnyaTujuh mayat remaja laki-laki yang ditemukan mengambang di Kali Bekasi dipastikan pelaku tawuran.
Baca SelengkapnyaPolisi menyita barang-barang digunakan para remaja saat konvoi menggunakan sepeda motor dan membawa bendera dari penangkapan tersebut.
Baca SelengkapnyaKe tujuh remaja akhirnya dibawa ke kantor polisi untuk diminta keterangan.
Baca SelengkapnyaSehingga informasi awal soal bus yang ditembak tidak benar. karena pelaku melempar batu ke arah bus.
Baca SelengkapnyaPolisi memutuskan tidah menahan para pelaku dan hanya dikenakan wajib lapor.
Baca SelengkapnyaPara pelaku ini menamakan kelompoknya dengan nama Bathrix Putra.
Baca Selengkapnya