Kasus Terduga Teroris Karyawan BUMN, Waspadai Jaringan Sosial untuk Cegah Radikalisme
Jaringan sosial berpengaruh terhadap penanaman ideologi tertentu
Jaringan sosial berpengaruh terhadap penanaman ideologi tertentu
Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian Noor Huda Ismail mengatakan bahwa jaringan sosial penting ditelusuri untuk mencegah masuknya pemahaman ideologi radikalisme.
Menurut Noor Huda, jaringan sosial berpengaruh terhadap penanaman ideologi tertentu. Jaringan sosial, kata dia, akan dapat mendefinisikan secara kuat afiliasi seseorang yang diduga terlibat kelompok teror.
"Memang jaringan sosial ini yang perlu kita pahami bersama. Lingkup pertemanan, keluarga, saudara, ataupun sekolah seringkali menjadi awal masuk ideologi radikal," ujar Noor Huda.
Noor Huda menjelaskan ideologi yang telah tertanam akan bekerja dengan baik apabila seseorang sudah masuk ke dalam jaringan tertentu. Menurutnya, alasan seseorang bergabung dengan kelompok teror adalah karena adanya hubungan kekeluargaan atau pertemanan yang telah terbangun sejak lama.
Pada kasus DE, selain karena adanya jaringan sosial yang kuat, Noor Huda menilai ada keinginan DE untuk memperkuat kehidupannya melalui kajian ilmu agama. Namun, permasalahan yang muncul adalah menimba ilmu agama tersebut dilakukan dengan guru dan jaringan yang salah.
Noor Huda berpesan agar masyarakat tidak terpaku pada stereotipe atau subjektivitas yang berlaku di masyarakat. Tersangka DE, ujarnya, justru dikenal sebagai pribadi yang ramah di lingkungan tempat tinggal.
merdeka.com
Noor Huda kemudian menyoroti kasus tertangkapnya salah seorang anggota Jamaah Islamiyah (JI) di Semarang yang bahkan menjadi Ketua RT di lingkungan tempat tinggalnya.
Anggota JI itu, ucap Noor, membantu masyarakat dengan sukarela mengajar anak-anak. Menurut dia, kemampuan para anggota jaringan teror makin meningkat untuk semakin berbaur dengan masyarakat.
"Berdasarkan hasil wawancara saya dengan beberapa anggota JI, justru mereka malah menjadi tokoh masyarakat di lingkungan tinggalnya," kata Noor Huda.
Dia berpesan agar masyarakat jangan melihat penyebab paham radikal dan teror masuk hanya dari satu dimensi. Sejumlah faktor lain mendasari hal itu terjadi, seperti ekonomi, kedekatan emosional, hingga kekeliruan dalam memperdalam ilmu agama.
"Ke depannya diharapkan masing-masing kita bisa lebih teliti dalam berguru untuk memperdalam agama. Jangan hanya mengambil keterangan dari satu guru saja dan harus curiga jika ada kajian-kajian yang isinya menyalahkan atau mengkafirkan orang yang berbeda dengannya, bahkan sampai ada narasi untuk melawan negara dengan pemerintahan yang sah," pesan Noor.
Dia lantas mengajak generasi muda benar-benar memahami dan menerapkan nilai-nilai toleransi sesuai dengan Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
Baca SelengkapnyaKaryawan KAI ini terinpirasi pemberontakan napi terorisme saat menyerang Mako Brimob
Baca SelengkapnyaKegiatan ini turut mengundang Kepala Badan Kesbangpol Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah, Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM).
Baca SelengkapnyaUntuk membentuk ketahanan ideologi masyarakat, salah satunya dengan mendekati dan memberi arahan kepada para takmir masjid.
Baca SelengkapnyaPolisi menyita belasan senjata api milik tersangka kasus terorisme berinisial DE.
Baca SelengkapnyaPenyebaran paham radikalisme hingga perekrutan terorisme beberapa kali terjadi di media sosial.
Baca SelengkapnyaJenderal Sigit mengatakan saat ini gerakan terorisme menjadi lebih berbahaya karena bergabung dengan jaringan narkoba atau narkotika.
Baca SelengkapnyaBaru-baru ini, seorang karyawan KAI di Bekasi, Jawa Barat diduga masuk dalam jaringan terorisme.
Baca SelengkapnyaDensus mendalami peran daripada R sebagai pemasok senjata terhadap DE.
Baca Selengkapnya