Ketua MA Perintahkan Dirjen Badilum Cabut Larangan Foto dan Merekam Sidang
Merdeka.com - Ketua Mahkamah Agung (MA) Muhammad Hatta Ali memerintahkan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung (MA) Prim Haryadi untuk mencabut surat edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan. Aturan itu sebelumnya menuai polemik hingga dikritik sejumlah pihak seperti aktivis hukum dan kalangan pers.
Aturan SEMA yang menjadi sorotan yakni mengenai pengambilan foto, rekaman suara, rekaman TV harus seizin ketua pengadilan setempat. Aturan itu tertuang dalam poin ketiga dari 12 poin dalam surat yang di tanda tangani Direktur Jenderal Badan Peradilan Hukum Pim Haryadi tanggal 7 Februari 2020 tersebut.
"Benar mas," ujar Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro saat dikonfirmasi Liputan6.com mengenai pencabutan SEMA tersebut, Jumat (28/2).
-
Apa yang ditayangkan di persidangan? Rekaman CCTV tersebut tidak boleh dibagikan kepada pihak ketiga, termasuk media.
-
Bagaimana cara pengawasan pelipatan surat suara? 'Jadi petugas pelipat suara ini setelah bekerja saat akan pulang akan diperiksa. Mana tau ada yang membawa kertas suara ataupun tinta baik sengaja atau tidak sengaja. Semua sudah sesuai SOP,' kata Kombes Jeki Selasa (9/1).
-
Siapa yang memimpin pengamanan sidang MK? Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro menyampaikan persiapan pertama yakni rekayasa lalu lintas sekitar Gedung MK di Jalan Merdeka Barat yang bersifat situasional
-
Kenapa pengawasan pelipatan surat suara dilakukan? Dia berharap tidak ada ganguan ataupun kendalam sampai terselenggaranya Pemilu.
-
Kenapa Mahkamah Agung buat film Pesan Bermakna Jilid III? Pesan Bermakna Jilid III menjadi sebuah upaya dari Mahkamah Agung untuk membuat badan peradilan sebagai sesuatu yang dekat dan dicintai masyarakat.
-
Kenapa Mahkamah Agung membuat 'Pesan Bermakna Jilid III'? Film ini hadir sebagai upaya Mahkamah Agung semakin dekat dengan masyarakat. Selain itu, aspek nilai kejujuran dan integritas menjadi poin utama yang ditekankan dalam membangun peradilan modern dengan SDM yang berkualitas.
Menurut Andi, Ketua MA Hatta Ali dan jajaran MA telah meneliti lebih dalam surat edaran tersebut. Setelah diteliti, Hatta Ali memerintahkan untuk mencabutnya.
"Ternyata setelah diteliti itu sudah diatur, dan itu sudah diperintahkan untuk mencabut," kata Andi.
Andi menjelaskan dasar pencabutan surat edaran tersebut lantaran sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
"Saya sudah baca. Karena itu sudah diatur KUHAP, sudah diatur dalam PP 27 tahun 1983 itu kan dalam rangka ketertiban persidangan untuk kelancaran tertibnya persidangan," kata Andi.
Sebelumnya SEMA Nomor 2 Tahun 2020 mendapat sorotan dari sejumlah pihak. Salah satunya dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Menurut Ketua YLBHI, SEMA tersebut hanya akan menguntungkan mafia peradilan.
"YLBHI berpendapat bahwa Larangan memfoto, merekam, dan meliput persidangan tanpa izin ketua pengadilan akan memperparah mafia peradilan yang selama ini dalam banyak laporan sangat banyak ditemukan," ujar dia dalam keterangan pers, Kamis (27/2/2020).
Asfinawati mengatakan, pelarangan mengambil gambar dan merekam suara bertentangan dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menjamin kerja-kerja jurnalistik dalam memperoleh informasi dan menyebarluaskannya kepada masyarakat.
"Apalagi terdapat ancaman pemidanaan di dalamnya. Ancaman pidana yang ada dalam surat edaran tersebut sudah terdapat dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, sehingga tidak pada tempatnya dicantumkan dalam surat edaran ini," kata dia.
Selain itu, dalam surat edaran itu juga menyebutkan bahwa mengambil gambar, merekam, dan meliput persidangan tanpa izin adalah ranah hukum administrasi yang dihubungkan dengan sesuatu perbuatan yang dilarang. Sedangkan mengambil gambar, merekam, dan meliput tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang dilarang.
"Ketua Pengadilan dan birokrasinya akan dengan mudah menolak permohonan izin tersebut dengan berbagai alasan dan kepentingan tertentu," tegasnya.
Berdasarkan catatan YLBHI, selama ini rekaman sidang memiliki beberapa manfaat di antaranya bukti keterangan-keterangan dalam sidang. Kemudian sebagai bukti sikap majelis hakim dan para pihak di dalam persidangan.
"Rekaman persidangan, baik audio maupun video juga membuat hakim dan para pihak merasa diawasi. Setidaknya hakim dan para pihak akan berpikir dua kali apabila mereka hendak bertindak tidak patut atau melanggar hukum acara karena akan ada bukti dari rekaman audio dan video tersebut," kata Asfinawati.
Berdasarkan beberapa poin di atas, Asfinawati menyatakan YLBHI mengecam larangan MA untuk memfoto, merekam dan meliput persidangan tanpa izin Ketua Pengadilan.
"Meminta perihal larangan memfoto dan merekam persidangan dicabut dari SE Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum No. 2/2020 Tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan," kata dia.
Reporter: Fachrur Rozie
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Namun, hakim B masih menjalankan tugas seperti biasanya. Dia sudah bertugas di sana elama 18 bulan dan akan pengsiun 2 tahun lagi.
Baca SelengkapnyaSuhartoyo meminta ke depan sikap tersebut tidak diulangi lagi oleh kubu AMIN.
Baca SelengkapnyaAiman sebelumnya penyitaan handphone hingga akun email dan Instagramnya oleh penyidik Polda Metro Jaya.
Baca SelengkapnyaAhli hukum kubu Aiman mengingatkan sesuai KUHAP pasal 38 ayat 1 dalam rangka penyidik melakukan penyitaan harus atas izin ketua pengadilan setempat.
Baca SelengkapnyaMahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum, Senin (1/4)
Baca SelengkapnyaHal itu dikatakan Alamsyah Hanafiah saat bersaksi terkait laporan dugaan pelanggaran etik Anwar Usman Cs.
Baca SelengkapnyaWakil Ketua Pansus Tata Tertib DPD RI, Hasan Basri, menyayangkan kejadian tersebut
Baca SelengkapnyaPengucapan putusan pada hakikatnya adalah penyampaian pernyataan dan pendapat hakim yang harus dihormati.
Baca SelengkapnyaDasco menilai surat edaran Kesbangpol itu berpeluang dijadikan objek pada saat sengketa hasil Pilkada 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca SelengkapnyaMKD memutuskan Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) terbukti melanggar kode etik.
Baca Selengkapnya