Kisah Agus Yusuf, Difabel Naik Haji dari Upah Melukis
Merdeka.com - Agus Yusuf (56) berkeinginan menunaikan ibadah haji sejak lama. Meski tubuhnya tidak sempurna, tekadnya yang kuat untuk melaksanakan rukun Islam kelima, telah membawanya ke Tanah Suci.
Yusuf terlahir dengan kondisi kedua tangan hanya ada bagian lengan atas. Bagian kaki kanannya pun hanya separuh. Mobilitasnya kini mengandalkan kursi roda.
Saat ditemui tim Media Center Haji, Jumat (2/6), Agus sedang bersiap menuju Masjid Nabawi untuk melaksanakan salat Jumat. Sang istri, Sri Rohmatiah (46) mendorong Yusuf. Keduanya, berangkat dari embarkasi Surabaya, kloter 15 rombongan 10.
-
Kenapa Mahruf ingin berangkat haji? Walau perlahan menyisihkan pendapatan, ia tetap beryakin bisa mewujudkan mimpinya yang sudah lama ia pendam tersebut.'Saya bersyukur sekali bisa masuk daftar haji,' kata dia, sembari menujukkan dokumen pelengkap keberangkatan haji.
-
Bagaimana Syifa bisa berangkat haji? 'Nah, waktu itu ternyata boleh diganti oleh satu Bin atau Binti di awal 2020,' katanya
-
Kenapa Syifa berangkat haji? Ia berangkat di usia 19 tahun untuk menggantikan sang ayah yang telah meninggal dunia.
-
Kenapa Pak Rohmat ingin pergi haji? Menurut Rohmat, butuh niat kuat untuk bisa berangkat haji. Apalagi hal ini terkait melaksanakan perintah Allah untuk menggenapi rukun Islam yang kelima.
-
Bagaimana Pak Rohmat bisa berangkat haji? Diawali dari niat tersebut, mereka mampu melunasi talangan haji berkat kegigihan dalam menabung.
-
Kenapa Mansa Musa pergi haji? Musa tidak hanya menginginkan kekayaan dan kekuasaan, dia mencari sesuatu yang lebih dari itu. Dia menginginkan pengetahuan,' kata Casely-Hayford.
Bersama istrinya, Yusuf mendaftar haji awal 2011 dan sesuai perkiraan, keduanya berangkat tahun ini. "Alhamdulillah, terbukti tahun 2023 nama saya ada pada nomor paling bawah dan bisa berangkat," tutur Yusuf.
Meski satu hotel, Yusuf dan Sri ditempatkan di lantai yang berbeda. Yusuf di lantai 7, dan istrinya di lantai 10. Ibadah salat arbain dijalaninya tanpa kendala. Yusuf mengaku pasrah dan berusaha maksimal menjalankan berbagai rangkaian ibadah selama di Madinah.
"Saya sudah pasrah kepada Yang Maha Kuasa, sudah memiliki tekad bulat menjadi tamu Allah, bisanya ya berserah kepada Yang Kuasa. Wudu dan lainnya dibantu istri. Kalau ke masjid, pakai kursi roda," kata bapak dua anak yang mahir menyetir mobil ini.
Yusuf mengaku sebelumnya beraktivitas mandiri. Dia baru memakai kursi roda sejak 2020, karena penyakit radang sendi yang muncul akibat pengapuran tulang.
Dengan anggota tubuh yang tidak sempurna, Yusuf ternyata memiliki bakat istimewa. Dia gemar melukis dengan menggunakan mulut dan kaki sejak kelas 2 sekolah dasar (SD). Hobinya itu membawanya jadi juara di berbagai perlombaan melukis sampai akhirnya berhasil masuk sebagai anggota Association of Mouth and Foot Painting Artists (AMFPA).
"Proses sejak saya mendaftar dan mengumpulkan seluruh persyaratan seperti keterangan dokter dan menyerahkan enam lukisan asli, butuh waktu sembilan bulan. Tepat 9 September 1989 saya dipanggil AMFPA perwakilan di Jakarta untuk pembuktian," kata Yusuf.
Menjadi calon anggota AMFPA, karyanya dikirimkan untuk menjadi hak mereka, dan dirinya mulai mendapatkan upah.
"Untuk mendaftar haji, uang dari melukis saya buat pos-pos. Pos untuk naik haji, pos untuk biaya hidup sehari-hari, dan lain-lain," kata Yusuf.
Selama di Madinah, Yusuf dan istri selalu berdoa agar menjadi haji mabrur, serta anak dan penerusnya menjadi anak yang soleh solehah.
"Haji adalah ibadah istimewa, saya sudah dikasih kenikmatan dari Allah begitu banyak. Di dunia banyak dosa, usia mulai tua, maka harus meminta ampunan agar mendapatkan kenikmatan di akhirat," kata Yusuf.
Terkait profesinya, Yusuf juga berharap bisa menghasilkan karya yang berbobot dengan melakukan ikhtiar selalu belajar dan mengambil kursus ke sejumlah kampus di antaranya UNS dan IKIP Surabaya.
"Di AMFPA ada beberapa jenjang keanggotaan mulai dari calon, anggota, dan full member. Sekarang masih anggota, inginnya ke depan jadi full member yang keanggotaannya terbatas hanya 40 orang," kata Yusuf sembari menceritakan dengan menjadi full member memiliki benefit jauh lebih banyak.
Bahkan meskipun saat ini masih dalam tingkatan sebagai anggota, Agus Yusuf tidak hanya mendapatkan upah, tetapi mendapatkan jaminan saat sakit, meskipun tidak bisa mengirimkan karya atau lukisan.
"Dari Madiun hanya saya dan hanya tujuh sampai delapan orang se-Indonesia yang menjadi anggota asosiasi (AMFPA, red.). Saya mengirimkan 10 sampe 12 lukisan dalam setahun ke asosiasi," kata Yusuf yang telah memiliki 800-an karya/lukisan.
Lukisan yang dihasilkan Yusuf mayoritas beraliran naturalisme yang mengangkat tema keindahan pemandangan alam dan beraliran realisme yang menampilkan kehidupan nyata sehari-hari.
Sri Rohmatiah mengaku senang bisa mendampingi dan berhaji bersama suaminya, apalagi petugas dan fasilitas sangat ramah lansia termasuk suaminya yang disabilitas.
Ia mengaku terbantu karena hotelnya ramah lansia ada lift sampai lantai dasar, petugas haji sigap membantu, dan sesama jemaah juga saling peduli.
©Media Center Haji 2023
"Banyak yang ingin mendorong kursi roda suami saya, tapi bagi saya itu bagian ibadah. Jadi kalau mereka yang mendorong, terus saya dapat apa," ujarnya sambil tersenyum.
Sri Rohmatiah mengaku dengan senang hati menyiapkan makan, memandikan, sampai memakaikan baju suami, apalagi semuanya dilakukan di Tanah Suci.
"Manusiawi kalau capek, tetapi saya buat senang karena semuanya diniatkan ibadah. Apalagi janji Allah, semuanya ada imbalannya (pahala)," katanya.
Sri Rohmatiah mengatakan suaminya belum termasuk lanjut usia (lansia), hanya karena keterbatasan fisik, suaminya juga membutuhkan perhatian, bantuan dari dirinya, dan semua pihak memahami hal tersebut.
"Saat saya harus ke kamar suami memandikan dan memakaikan baju, jemaah yang lain mempersilakan. Meskipun lantai kami berbeda tiga lantai juga tidak masalah," ujarnya.
Mustaqim Basyari, pembimbing KBIH Multazam Madiun mengakui Agus Yusuf merupakan salah satu jemaah yang ia dampingi selain para lansia lainnya dan dirinya selalu mengingatkan jemaah lainnya agar saling tolong menolong.
"Selalu saya ingatkan yang muda menolong yang tua, karena bisa jadi bukan karena ibadah shalat atau yang lainnya, tetapi karena menolong orang lain penyebab haji kita mabrur," kata Mustaqim.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mbah Harun mengaku bersyukur telah menyempurnakan Rukun Islam
Baca SelengkapnyaNurasik tahun ini berhaji bersama anak perempuannya.
Baca SelengkapnyaAbu Bakar Mureh dan istri mendaftar haji pada 2018. Keduanya mendapat prioritas lansia, hingga bisa berangkat tahun ini.
Baca SelengkapnyaKisah Supartono, pemulung dan tukang becak asal Ponorogo yang berangkat haji tahun ini.
Baca SelengkapnyaMbah Suhriyeh mengaku tidak mendapatkan banyak uang. Hanya sekitar Rp30-40 ribu perhari saja.
Baca SelengkapnyaBerkat kesabarannya selama bertahun-tahun, ia sebentar lagi bisa melihat Ka'bah secara langsung di usianya yang menginjak usia 73 tahun.
Baca SelengkapnyaMereka memilih untuk berangkat ke Mekkah dengan gowes sepeda.
Baca SelengkapnyaPenyandang disabilitas netra ini mampu menunaikan ibadah haji
Baca SelengkapnyaSetelah menyelesaikan ibadah haji, Yunus kembali memulai perjalanan pulang ke Tanah Air.
Baca SelengkapnyaMenabung sejak 1996, pada tahun 2012 mereka berhasil mendaftar sebagai calon jamaah haji.
Baca SelengkapnyaUstaz Subki adalah seorang marbut di Masjid Jami' Hudallah yang terletak di jalan Puspogiwang, Gisikdrono, Semarang.
Baca SelengkapnyaShohib mengungkapkan rasa syukurnya bisa ke Baitullah karena hidupnya sebagai nelayan serba pas-pasa
Baca Selengkapnya