KPAI Inginkan Pendidikan Seksual Diajarkan Sejak Dini Sebagai Upaya Perlindungan Anak
Pendidikan seksual harus diterapkan sebagai langkah awal untuk memberikan pemahaman dasar pada anak
KPAI Inginkan Pendidikan Seksual Diajarkan Sejak Dini Sebagai Upaya Perlindungan Anak
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Diyah Puspitarini mengimbau pentingnya pendidikan reproduksi sedari ini. Pasalnya, hingga kini edukasi seksual seringkali masih dianggap tabu dan dianggap tak senonoh bagi sebagian besar orang.
Diyah mangatakan, pendidikan seputar reproduksi seharusnya sudah dilakukan sedari dini, yakni sejak PAUD.
"Sebaiknya sejak PAUD itu anak sudah diperkenalkan dengan seks atau dikenalnya reproduksi ya," kata Diyah saat dihubungi merdeka.com, Minggu (10/12).
Menurutnya, pendidikan seksual harus diterapkan sebagai langkah awal untuk memberikan pemahaman dasar mengenai alat kelamin, perbedaan kelamin dan konsekuensinya kepada generasi muda.
Saat ini, lanjut Diyah, pendidikan seksual baru diajarkan rinci pada tingkat kelas 2 SMA. Ia menilai waktu tersebut sangatlah terlambat bagi seseorang untuk sadar akan pengetahuan seksualitas.
"Tentu saja di Indonesia itu pendidikan reproduksi saat kelas 2 SMA, itu sudah sangat terlambat. Karena itu, maka di Indonesia harus penghijauan kembali gitu ya, baik di kurikulum atau hidden kurikulum juga tidak masalah, yang penting anak-anak sudah disadarkan," jelasnya.
Pentingnya pendidikan reproduksi sehat ini juga tidak hanya terbatas pada aspek akademis, tetapi juga mencakup aspek religiusitas di negara yang mayoritas penduduknya beragama.
"Pendidikan dan religiusitas adalah satu kesatuan," terangnya.
Diyah turut menyoroti peran agama sebagai suatu unsur tak terpisahkan dalam edukasi seksual. Meskipun masih ada pandangan tabu terkait topik ini, Diyah menekankan bahwasannya setiap agama mengajarkan pentingnya menjaga kebersihan dan pembersihan diri sejak usia dini.
Adapun Diyah menginginkan edukasi seksual juga diintegrasikan ke mata pelajaran lainnya.
"Setiap agama mengajarkan pentingnya menjaga kebersihan dan melakukan ritual pembersihan diri. Oleh karena itu, mata pelajaran pendidikan reproduksi sehat seharusnya tidak hanya menjadi bagian dari mata pelajaran biologi, tetapi juga diintegrasikan ke dalam mata pelajaran agama dan mata pelajaran lainnya, seperti IPS, di tingkat SD dan SMP," tambahnya.
Selain pendidikan di sekolah, Diyah juga mengungkapkan bahwa keluarga memiliki peran penting dalam memberikan edukasi dan sosialisasi mengenai pendidikan dasar reproduksi kepada anak-anak.
Dalam hal ini, lembaga seperti Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga), PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga), dan Pamong Desa memainkan peran yang krusial dalam memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat sekitar.
"Ini tidak berdiri sendiri di dunia pendidikan ya, saya juga melihat di dalam keluarga, itu keluarga juga mendapatkan edukasi juga, sosialisasi tentang pendidikan dasar tentang reproduksi untuk anak anak, termasuk bagaimana di lingkungan keluarga atau keluarga terdekat, karena kita lihat pelaku juga ada dalam keluarga atau keluarga terdekat," ungkapnya.
Selain itu, pentingnya proses filtering pada media sosial juga menjadi perhatian. Sebab baginya, anak-anak sering terpapar konten yang tidak sesuai dengan usia mereka melalui media sosial.
Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat mengimplementasikan sistem filtering dan registrasi perangkat telepon genggam anak-anak, sehingga tayangan-tayangan yang sesuai dengan usia dapat diakses dengan mudah.
"Baik anak-anak sendiri pun, juga ada yang ter-insight dari media sosial, karena tidak di-protect. Nah itu kalau pemerintah memiliki kemampuan untuk filtering dan misalnya HP anak harus teregister ya, itu kan juga memudahkan tayangan-tayangan apa yang sesuai dengan usianya. Itu kan belum ada sistem seperti itu di Indonesia, tetapi di beberapa negara maju sudah ada," tandasnya.
Reporter magang: Anisah Rahmawaty