KPK Panggil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti, Jadi Saksi Kasus Dugaan Korupsi di Pemkot Semarang
Penyidik KPK melakukan penggeledahan terhadap sejumlah instansi dan organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkup Pemerintah Kota Semarang, sejak Rabu (17/7).
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa, memanggil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu (HGR) untuk diperiksa sebagai saksi penyidikan kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang.
Selain itu tim penyidik KPK juga turut memanggil suami Hevearita, Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah Alwin Basri (AB) sebagai saksi dalam kasus yang sama.
"Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK terhadap inisial AB dan HGR," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Namun kedua saksi tersebut hingga siang ini belum hadir di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Diketahui, penyidik KPK melakukan penggeledahan terhadap sejumlah instansi dan organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkup Pemerintah Kota Semarang, sejak Rabu (17/7) lalu.
Penggeledahan dilakukan penyidik KPK di sejumlah kantor OPD Pemkot Semarang, baik yang berada di kompleks Balai Kota maupun Gedung Pandanaran.
Tak hanya menggeledah, penyidik KPK juga turut meminta keterangan sejumlah pimpinan OPD Pemkot Semarang.
KPK menyatakan bahwa penggeledahan tersebut berkaitan dengan penanganan tiga kasus dugaan korupsi di lingkup Pemerintah Kota Semarang.
Tiga kasus dugaan korupsi itu meliputi pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Semarang tahun 2023 - 2024, dugaan pemerasan terhadap pegawai negeri atas insentif pemungutan pajak dan retribusi daerah Kota Semarang, serta dugaan penerimaan gratifikasi tahun 2023 - 2024.
Penyidik KPK juga telah menetapkan sejumlah pihak sebagai tersangka dalam perkara tersebut. Namun belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai identitas para pihak tersebut.
KPK menyebutkan ada empat orang yang telah dicegah berpergian ke luar negeri berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan korupsi tersebut.
Empat orang yang dilarang bepergian ke luar negeri itu, terdiri atas dua orang berasal dari penyelenggara negara dan sisanya adalah pihak swasta.