Mahasiswa Korban Pelecehan Senior di UIN Palembang Trauma Berat, Dua Hari Absen ke Kampus
Korban telah diperiksa penyidik Polda Sumsel terkait tindak asusila yang dialaminya.
Penyidik Ditreskrimum Polda Sumatera Selatan memeriksa mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, RS (19) atas laporan pelecehan yang dilakukan seniornya, PA, Jumat (27/10).
Mahasiswa Korban Pelecehan Senior di UIN Palembang Trauma Berat, Dua Hari Absen ke Kampus
Pemeriksaan berlangsung selama dua jam. Saat diperiksa saksi korban didampingi kuasa hukumnya, Mardhiyah.
"Siang tadi diperiksa penyidik seputar kronologi kejadian asusila itu," ungkap kuasa hukum RS, Mardhiyah.
Kemudian penyidik akan memanggil dua teman sekamar korban untuk dimintai keterangan dan dilanjutkan pemeriksaan terlapor PA.
"Kami berharap kasus ini segera tuntas dan terlapor dapat dijadikan tersangka," kata Mardhiyah.
Mardhiyah menyebut kliennya trauma berat hingga tak ingin bertemu dengan orang tanpa kepentingan. Bahkan RS tidak masuk kuliah selama dua hari sejak laporan disampaikan ke polisi. "Klein saya sangat malu dan trauma bertemu orang lain," kata Mardhiyah.
Kasus dugaan pelecehan ini membuat RS keluar dari asrama sehingga beasiswanya dicabut pihak rektorat.
Mardhiyah mengatakan pihak kampus telah melayangkan surat pemanggilan kepada kliennya terkait beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang dicabut rektorat. Hanya, RS tidak hadir karena tidak mencantumkan jadwal dan tempat.
Dia menilai pemanggilan tersebut hanya bersifat formalitas dari kampus agar dianggap responsif dalam masalah ini. Sebagai bentuk protes, Mardhiyah melayangkan surat jawaban yang berisi permintaan pengiriman surat harus bersifat resmi.
"Bagaimana mau hadir, tanggal tidak tahu, waktunya tidak disebut, tempatnya juga. Intinya hanya diminta hadir saja," kata Mardhiyah.
Diketahui, dugaan pelecehan PA berlangsung selama lima kali sepanjang Februari-Juni 2023 di asrama Kampus A UIN Raden Fatah Palembang. Awalnya korban merasa gerah di kamarnya lalu pindah tidur di depan kamar PA lantaran memiliki kipas besar.
Sekitar pukul 01.00 WIB, PA membangunkannya sambil memegangi kelaminnya. Korban tak terima dan merasa tak nyaman sehingga menepis tangan pelaku.
Kesal perbuatan itu terus berulang, korban menjauhi pelaku dan berniat keluar asrama. Namun ia khawatir beasiswa akan dicabut jika tak lagi tinggal di sana.
Korban lantas merekam aksi pelaku dengan meletakkan ponsel dekat tempat tidurnya. Ternyata benar, pelaku mengulangi perbuatannya dan rekaman itu menjadi bukti kuat jika sewaktu-waktu melapor ke polisi.
Korban akhirnya keluar dari asrama dan tinggal di indekos dekat kampus. Kekhawatirannya benar terjadi, ia dipanggil rektorat untuk mencabut beasiswa Bidikmisi lantaran tak lagi tinggal di asrama.
Merasa posisinya justru terpojok, korban melapor ke polisi atas dugaan pencabulan yang dilakukan kepala kamar itu.
Mardhiyah mengungkapkan, kliennya trauma akibat perbuatan pelaku. Penderitaannya semakin bertambah seiring pencabutan beasiswa.
"Klien saya keluar asrama karena tidak tahan lagi dengan pelaku, dia sudah tidak nyaman dengan situasinya," kata Mardhiyah.
Selain melapor ke polisi, korban juga menyurati rektorat untuk mengembalikan beasiswa yang didapat. Namun ia kecewa karena keputusan itu tidak bisa diubah.
"Kami berupaya maksimal agar bisa dapat beasiswa lagi, tapi hasilnya mengecewakan," kata Mardhiyah.