Polisi Benarkan Rektor Kampus Swasta Diduga Lecehkan 2 Anak Buah di Ruangan
Begini duduk perkara kejadian versi korban. pelaku memanggil korban ke ruangannya
Begini duduk perkara kejadian versi korban
Polisi Benarkan Rektor Kampus Swasta Diduga Lecehkan 2 Anak Buah di Ruangan
Dunia pendidikan tanah air kembali tercoreng. Kali ini menyeret seorang rektor yang diduga melakukan pelecehan seksual kepada bawahannya.
Kasus itu pun telah diadukan ke pihak kepolisian. Korban inisial RZ membuat laporan ke Polda Metro Jaya. Laporan teregister dengan nomor LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA.
Sementara itu, korban inisial DF membuat laporan ke Bareskrim Polri. Laporan tercatat dengan nomor LP/B/36/I/2024/SPKT/BARESKRIM POLRI.
Terlapornya adalah ETH, rektor dari salah satu universitas swasta di kawasan Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Kini, kedua korban didampingi oleh penasihat hukum Amanda Manthovani. Dia mendapat kuasa dari kedua korban pada 31 Januari 2024 kemarin, setelah korban membuat laporan ke polisi. Amanda kemudian menceritakan ulang kronologis kejadian pelecehan seksual sesuai penuturan dari korban RZ yang merupakan staf Humas dan Ventura Universitas Pancasila. Dan korban DF yang juga karyawan honorer di Universitas Pancasila.
"Dua orang ini datang ke saya, menceritakan sudah dilecehkan oleh oknum rektor," kata Amanda saat dihubungi, Minggu (25/2).
Menurut penuturan korban RZ, awalnya dipanggil untuk datang ke ruangan rektor pada awal Februari 2023. RZ pun hadir seorang diri pukul 13.00. Di sana, diberi tugas oleh terduga pelaku. Saat tengah mengerjakan tugas, terduga pelaku menghampiri dan melakukan tindakan pelecehan seksual.
"Jadi waktu korban buka pintu, posisi oknum rektor ada di meja kerja. Waktu lagi catat-catat sambil komunikasi, tiba-tiba dia (korban) dicium," ujar Amanda menuturkan kembali cerita korban.
Amanda mengatakan, kliennya sontak terkejut melihat tindakan si rektor. Kala itu, kliennya hendak keluar ruangan namun dilarang dengan dalih meminta tolong untuk teteskan obat mata.
"Pada saat mau pergi keluar, dia (korban) masih dipanggil. 'Tunggu. Mata saya merah enggak'. Terus 'Tolong kamu tetesin mata saya dulu sebelum keluar'. Lalu si korban meneteskan obat mata," ujar dia.
Amanda menjelaskan, korban yang secara relasi kuasa di bawah rektor akhirnya bersedia membantu. Namun, si rektor malah kembali berbuat tak senonoh.
"Itu yang diceritakan korban ke saya," ucap Amanda.
Amanda menjelaskan, kejadian itu membuat korban trauma. Lebih parahnya, lagi korban langsung dimutasi ke tempat lain pascakejadian itu.
"Setelah kejadian itu setiap dipanggil ke ruang rektor dia enggak mau sendiri. Dia minta didampingi. Nah dari situ enggak lama di bulan yang sama dia dimutasi ke S2," ujar dia.
Amanda menyebut, korban awalnya tak berani mengadukan tindakan rektor ke suaminya. Karena takut, rumah tangga menjadi bermasalah. Namun, suami korban merasa curiga melihat tingkah laku dari kliennya.
"Lama-lama kok sikap (korban) menurut suaminya kok agak aneh. Akhirnya bicara-bicara di desak baru cerita. Dari situ suami korban dan keluarga mendesak untuk dia melaporkan," ucap Amanda.
Singkat cerita, RZ menghubungi Amanda dan menceritakan secara detail hal-hal yang dialami. Dia meminta untuk didampingi selama menghadapi persoalan ini.
"Si korban melaporkan lalu menghubungi saya 'mbak saya minta tolong dampingi saya'. Dia ketakutan, dia menghubungi saya. Nah diceritain tuh," ujar Amanda.
Nasib serupa juga dialami oleh DF. Namun, usai menerima tindakan tak senonoh dari rektor tersebut, DF memutuskan untuk mengajukan pengunduran diri.
"DF lebih dahulu, baru di RZ. (Pelecehan seksual) di ruang sama, di ruang rektor," ujar Amanda.
Amanda lalu menyinggung Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Menurut dia, telah menguraikan secara jelas bahwasanya keterangan dari korban termasuk salah satu alat bukti.
"Sedangkan kita korban ada dua," ujar dia.
Selain itu, ada pula bukti-bukti percakapan antara korban dengan sekretaris rektor, yang mengaku melihat saat tindakan pelecehan seksual itu terjadi.
"Sekertarisnya bilang saya tahu, saya melihat kamu digituin. Ada juga chat-nya itu," ucap Amanda. Karena itu, Amanda berharap kasus ini diusut tuntas oleh pihak kepolisian.
"Yang pasti keadilan itu harus ditegakkan. Saya minta keadilan dari laporan-laporan ini baik di Mabes maupun di Polda," tandas dia.
Sementara itu, Kepala Biro Humas Universitas Pancasila (UP) Putri Langka menyampaikan, pihak kampus menyerahkan sepenuhnya kepada kepolisian yang sedang menangani kasus ini.
"Karena pelaporan ditujukan ke Polda, maka kami akan menunggu proses hukum yang berjalan di Polda, dan tidak dapat mendahului proses yang sedang berjalan," ujar dia.
Putri mengatakan, pihak kampus menghormati proses hukum yang sedang berjalan, mengingat sedang ditangani pihak berwenang.
"Selain itu kami juga menghormati pihak-pihak yang terlibat lainnya, baik pelapor maupun terlapor. Kami selalu berpegang pada prinsip praduga tak bersalah sampai pada putusan hukum ditetapkan," ucap dia.
"Kami juga mengimbau semua pihak untuk mendukung proses yang sedang berjalan ini, yang jelas kami selalu berkomitmen untuk kooperatif dalam menjaga hal terbaik untuk institusi," dia menandaskan.
Terpisah, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi membenarkan adanya laporan polisi tersebut. Dia menegaskan, saat ini masih dalam tahap proses penyelidikan.
"Benar, ditangani oleh Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Saat ini sedang dilakukan penyelidikan," kata Ade Ary.
Polisi berencana memeriksa adalah ETH, rektor dari salah satu universitas swasta di kawasan Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta Selatan sebagai saksi terlapor.
Pemeriksaan ini buntut laporan dugaan pelecahan seksual yang dibuat oleh karyawannya ke Polda Metro Jaya.
"Betul (pemeriksaan besok)," kata Ade dalam keterangannya.