Mattojang, ayunan tradisional pemacu adrenaline dari Sulsel
Merdeka.com - Uji nyali di atas ketinggian tidak harus dengan permainan modern seperti yang ada di wahana-wahana permainan indoor yang banyak tersedia di kota-kota besar. Dari permainan tradisional, uji nyali juga bisa.
Dengan permainan mattojang misalnya. Mattojang adalah main ayunan dengan tinggi yang tidak biasa. Yang kerap kita temui tiang ayunan hanyalah setinggi dua hingga tiga meter, kali ini tingginya sampai 11 meter. Agar bisa berayun-ayun di udara, untuk menekannya juga pakai tali yang dikendalikan dua orang yang memegang masing-masing ujung tali.
Ayunan tradisional ini sudah tidak banyak dikenal, utamanya bagi generasi sekarang yang bermukim di perkotaan. Ayunan tradisional ini bisa dijumpai di desa-desa yang masih mempertahankan tradisi pesta panen.
-
Bagaimana cara membuat payung jadi tongkat? Apa nama sebuah benda yang kalau ditutup berubah jadi tongkat, tapi ketika dibuka malah jadi tenda?
-
Apa itu layang-layang? Layang-layang adalah sebuah mainan terbang yang terbuat dari kerangka ringan yang dilapisi dengan bahan tipis seperti kertas, kain, atau plastik.
-
Apa saja yang membuat layang-layang hias ini istimewa? Setiap layangan hias dijual dengan harga Rp30ribu hingga Rp35 ribu. Murah mahalnya layangan ditentukan oleh tingkat kesulitan dalam membuat layangan tersebut.
-
Dimana kembar mayang diletakkan? Kemudian kembar mayang dipasang di kepala pengantin wanita dan pria sebagai simbol kesatuan dan keharmonisan dalam pernikahan.
-
Bagaimana cara membuat putu mayang? Campurkan semua bahan lalu blender hingga tercampur rata. Tuang adonan ke dalam cetakan kue talam sebanyak 2/3 tinggi cetakan. Kukus kue selama 20 menit.
-
Di mana layang-layang biasanya diterbangkan? Layang-layang biasanya berbentuk datar dan memiliki tali yang digunakan untuk mengendalikannya dari tanah.
Di pesta panen inilah, budaya permainan mattojang dihadirkan. Biasanya diiringi permainan pencak silat dan mappadendang atau tumbuk lesung, yang melahirkan irama tertentu sehingga pesta panen pun kian meriah.
Di sela-sela perayaan HUT Sulsel ke-348 di rumah jabatan Gubernur Sulsel, mattojang, pencak silat dan mappadendang turut meramaikan. Selain oleh para pemain mattojang yang mengenakan busana adat yakni sarung sutra dan baju bodo (baju khas Bugis Makassar), mattojang ini juga ramai dimainkan oleh para undangan. Mereka rupanya juga mau uji nyali main ayunan di ketinggian 11 meter. Permainan mattojang ini didatangkan dari Kabupaten Sidrap.
Ayunan tradisional ini berdiri di atas empat tiang kayu jati putih setinggi 11 meter. Tempat duduk ayunan tingginya dari permukaan 1,20 meter. Satu persatu pemain mattojang bergantian naik ke ayunan. Setelah ikat pinggang pengaman terpasang, yang duduk di ayunan itu kemudian didorong kemudian ditarik dengan menggunakan tali yang dipegang dua orang di masing-masing ujungnya. Ketinggian tergantung tekanan tali.
Muhammad Arsyad (46), Kepala Desa Maddenra, Kecamatan Kulo, Kabupaten Sidrap, saat ditemui di sela-sela perayaan HUT beberapa hari lalu mengatakan, rombongan permainan mattojang, pencak silat dan mappadendang ini sengaja didatangkan dari beberapa desa di Kecamatan Kulo ke Makassar oleh panitia.
Khusus di desanya, kata Muhammad Arsyad, tradisi mattojang ini masih terpelihara karena setiap tahun mereka menggelar pesta panen. Dalam acara pesta panen ini, warga berkumpul, bergembira dan menikmati tontonan mattojang, pencak silat dan mappadendang.
"Di antara warga yang berkumpul ini ada tokoh adat, tokoh agama, pemuda dan petani. Mereka melakukan urung rembug bagaimana menghadapi musim tanam berikutnya, agar hasilnya bisa sama dengan panen tahun ini. Sementara warga lain hanyut dalam suasa pesta menikmati sajian aktraksi mattojang, pencak silat dan mappadendang," kata Muhammad Arsyad, Jumat (20/10).
Menurutnya Kades Maddenra ini, tradisi-tradisi itu sudah ada sejak dia belum lahir karena memang warisan zaman kerajaan. Diakui kalau saat ini tidak banyak desa yang masih melestarikan budaya ini. Untuk melestarikannya, kata Muhamamd Arsyad, butuh campur tangan pemerintah.
"Pemerintah harus memperhatikan budaya lokal seperti ini agar tetap lestari karena banyak mengandung hal positif. Aktraksi-aktraksi budaya ini memancing warga dari berbagai elemen untuk berkumpul. Saat berkumpul itulah, dilakukan tudang sipulung atau urung rembug membahas mengenai panen yang baru dinikmati dan bagaimana supaya panen berikutnya bisa berhasil," kata Muhamamd Arsyad.
Nilma, salah seorang pelajar yang bermukim di Makassar saat ditemui di tengah-tengah penampilan budaya mattojang ini mengaku baru tahu yang namanya Mattojang.
"Awalnya takut tapi mau coba. Ada sensasinya," ujar Nilma usai mencoba berayun di atas ketinggian 11 meter itu.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Permainan ini masih lestari di Kabupaten Bandung Barat
Baca SelengkapnyaPosisinya di atas ketinggian membuat wisata ini mampu menguji adrenalin.
Baca SelengkapnyaSore hari di akhir Bulan Juli menjadi waktu yang cocok untuk bermain layang-layang.
Baca SelengkapnyaObyek wisata yang berada di ketinggian sekitar 1.200 mdpl itu hanya berjarak 4 kilometer dari puncak Gunung Merapi.
Baca SelengkapnyaBagi masyarakat Aceh, geulayang ini dipercaya sebagai warisan Edatu atau nenek moyang mereka.
Baca SelengkapnyaRumah tradisional Mandailing dibangun dengan bentuk rumah panggung.
Baca SelengkapnyaMusim kemarau dimanfaatkan sebagian warga untuk bermain layang-layang.
Baca SelengkapnyaAlat musik dari bambu ini unik, dan berbeda dari Angklung.
Baca SelengkapnyaTak hanya di negara Cina, tembok besar juga ada di Indonesia tepatnya di Bukittinggi, Sumatra Barat bernama Janjang Saribu.
Baca Selengkapnya