Mengenang 76 Tahun Wafatnya Pahlawan Nasional Bagindo Azizchan, Sosok Teladan Panutan Rakyat di Tanah Minang
Bagindo Azizchan adalah Wali Kota Padang yang gugur di tangan penjajah Belanda pada saat usianya belum genap 37 tahun.
Almarhum Bagindo Azizcha adalah pahlawan nasional yang juga pemimpin daerah di Kota Padang. Semasa hidup, dia dikenal bijaksana yang patut diteladani.
Mengenang 76 Tahun Wafatnya Pahlawan Nasional Bagindo Azizchan, Sosok Teladan Panutan Rakyat di Tanah Minang
Bagindo Azizchan merupakan Wali Kota Padang kedua bergelar pahlawan nasional yang gugur di tangan penjajah Belanda pada 19 Juli 1947. Artinya, pada hari ini, Rabu, 19 Juli 2023, bertepatan dengan 76 tahun kepergian almarhum.
Sosok Bagindo Azizchan sangat berkesan di hati keluarga. Salah satu cucunya, Jeanne Noveline Tedja (48) mengatakan, almarhum Bagindo Azizchan adalah sosok dengan jiwa leadership yang kuat untuk melindungi rakyatnya. Di masa-masa kepemimpinannya dahulu, Bagindo Azizchan sangat melindungi rakyatnya bahkan sempat berkata 'langkahi dulu mayatku, baru Belanda boleh masuk ke Kota Padang.'
"Almarhum gugur di tangan Belanda untuk melindungi rakyaktnya. Hal itu mengambarkan bahwa almarhum adalah sosok pemimpin yang sangat idealis yang pasang badan (melindunggi) untuk rakyatnya. Hal seperti itulah yang patut dicontoh para pemimpin daerah saat ini," kata cucu Bagindo Azizchan saat berkunjung kerumah Kelahiran Bagindo Azizchan di Kota Padang, Selasa, (18/7).
kata cucu Bagindo Azizchan saat berkunjung ke rumah kelahiran, Selasa (19/7)
Jiwa kesatria Bagindo Azizchan dikisahkan R Atisah Azizchan, sang istri, pada anak dan cucunya. Termasuk dalam syiar agama saat dia bertugas mengajar. "Itu cerita yang diwariskan ke kita. Gambarannya, yang dapat kita pelajari dari perjuangan almarhum adalah bangsa akan musnah jika tidak ada yang melanjutkan pendidikan. Itu sebabnya, kami datang ke Kota Padang, Sumatera Barat mewakili keluarga untuk memperingati 76 tahun kematian almarhum. Besok, 19 Juli juga akan diadakan upacara serta tabur bungga di makam almarhum di Kota Bukittinggi," ujar cucu Bagindo Azizchan.Cucu Bagindo Azizchan lainnya, R.A Ayu Suzanne Arieni Wulandari Puspokusumo (53) menilai almarhum sosok ayah yang penuh dengan kasih sayang kepada anak-anaknya.
"Cerita yang kita dapat, Angku (sebutan untuk Bagindo Azizchan) adalah sosok ayah yang penuh kasih kepada semua anaknya. Angku selalu mengajarkan Ilmu agama, seperti mengajarkan anaknya membaca Al-Quran," ujar cucu Bagindo Azizchan.
Menurutnya, Bagindo Azizchan rela mengorbankan nyawanya dan gugur di tangan Belanda meski usianya masih muda. Hal itu menunjukan bahwa Angku adalah seorang pemimpin yang berjiwa patriot.
"Kami sangat bangga pada Angku. Saya kagum pada Angku di umur yang masih muda Angku sudah memiliki jiwa patriot kuat untuk melawan penjajah," katanya.
Sosok Bagindo Azizchan
Bagindo Azizchan adalah Wali Kota Padang yang gugur di tangan penjajah Belanda pada saat usianya belum genap 37 tahun. Dia meninggal dunia dengan luka di bagian kepala, termasuk luka tembak.
Bagindo Azizchan merupakan Wali Kota Padang kedua. Dia menjabat mulai 15 Agustus 1946 menggantikan Abubakar Djaar. Bagindo Azizchan merupakan anak dari pasangan Bagindo Montok dan Djamilah yang lahir di Alang Laweh, Kota Padang, Sumatera Barat pada 30 September 1910. Sejak kecil, Bagindo Azizchan terkenal aktif dalam dunia pendidikan. Sebagaimana dinukilkan Hasril Chaniago dalam buku "101 Minang di Pentas Sejarah", dia bersekolah di Hollands Inlandsche School (HIS) di Padang ketika berumur tujuh tahun. Tamat HIS tahun 1923, Bagindo Azizchan meninggalkan Padang dan melanjutkan pendidikan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Surabaya. Setelah tamat, dia melanjutkan pendidikan Algeemen Middelbare School (AMS) di Batavia (Jakarta saat ini) dan tamat pada 1932.
Dari AMS, Bagindo Aziz Chan melanjutkan pendidikan di Rechts Hooge School (RHS) atau Sekolah Tinggi Hukum di Batavia. Perjalanan tak selalu mulus, pendidikannya harus terhenti pada Candidat II karena kekurangan biaya. Kendati demikian, Bagindo Azizchan berhasil menjadi pengacara di Batavia. Dijelaskan pula, Bagindo Azizchan profesi sebagai pengacara tidak lama digelutinya dan pulang ke kampung halaman pada 1934 untuk mengajar di Nederlands Indische Kweekschoo (NIK) di Bukittinggi. Kemudian pindah ke Madrasah Islamiyah (MI) di Padang Panjang.
Dari AMS, Bagindo Aziz Chan melanjutkan pendidikan di Rechts Hooge School (RHS) atau Sekolah Tinggi Hukum di Batavia. Perjalanan tak selalu mulus, pendidikannya harus terhenti pada Candidat II karena kekurangan biaya. Kendati demikian, Bagindo Azizchan berhasil menjadi pengacara di Batavia. Dijelaskan pula, Bagindo Azizchan profesi sebagai pengacara tidak lama digelutinya dan pulang ke kampung halaman pada 1934 untuk mengajar di Nederlands Indische Kweekschoo (NIK) di Bukittinggi. Kemudian pindah ke Madrasah Islamiyah (MI) di Padang Panjang.Wali Kota Padang yang Bergelar Pahlawan
Pada 23 Januari 1946, Bagindo Azizchan diangkat menjadi Wakil Wali Kota Padang mendampingi Abu Bakar Djaar. Kemudian, 15 Agustus 1946, ia resmi diangkat menjadi Walikota Padang menggantikan Abu Bakar Djaar yang diangkat menjadi Residen Sumatera Timur. Di masa kepemimpinannya, Kota Padang menjadi incaran tentara Belanda dan Sekutu. Bagindo Azizchan dianggap sebagai orang berbahaya, sehingga dibunuh pada bulan puasa, tepatnya 19 Juli 1947 di Simpang Kandih Nangalo.
Bagindo Azizchan mengalami luka tembak di bagian kepala yang pelurunya menembus dagu dan ubun-ubun. Dia gugur saat menuju ke Kedudukan Residen Sumatera Barat yang berlokasi di Bukittinggi.
Bagindo Azizchan mengalami luka tembak di bagian kepala yang pelurunya menembus dagu dan ubun-ubun. Dia gugur saat menuju ke Kedudukan Residen Sumatera Barat yang berlokasi di Bukittinggi.
Peninggalan Bagindo Azizchan
Di lokasi gugurnya Bagindo Azizchan dibangun tugu peringatan berbentuk kepala tinju pada 1983 silam, hingga saat ini sering dikenal masyarakat dengan Simpang Tinju.