Merdeka 100%, napak tilas jejak Tan Malaka di Purwokerto
Merdeka.com - Perjuangan Ibrahim Datuk Tan Malaka atau dikenal Tan Malaka mengkampanyekan independensi di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, tak bisa dipungkiri. Sosok Tan dianggap pribadi langka karena gagasan-gagasannya tak lahir dari ruang personal di antara tumpukan buku, namun di tengah gelanggang perjuangan.
Pada Sabtu (4/3) malam, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) kota Purwokerto dan Tan Malaka Institute mengurai kembali kiprah tokoh pejuang kemerdekaan yang misterius dan legendaris itu. Sekaligus meletakkan gagasan pahlawan kemerdekaan yang diteken Soekarno melalui Surat Keputusan No 53 tanggal 28 Maret 1963 itu, untuk diletakkan pada konteks kekinian Bangsa Indonesia.
Direktur Eksekutif Tan Malaka Institute, Khatibul Umam Wiranu mengatakan pemikiran Tan lahir di tengah perjuangan rakyat mulai dari pertempuran November di Surabaya sampai gerilya di hutan-hutan Gunung Wilis. Selama melakukan pergerakan di berbagai wilayah Indonesia, Purwokerto menjadi bagian penting. Di kota tersebut Tan mengupayakan konsolidasi 138 organisasi baik sipil maupun militer serta mengkampanyekan jalan non diplomasi demi meraih kemerdekaan 100% Indonesia.
-
Dimana Tan Malaka lahir? Lahir di Pandam Gadang, Gunung Omeh, Limapuluh Kota, Provinsi Sumatera Barat, ia merupakan tokoh pertama penggagas wacana Republik Indonesia.
-
Bagaimana Tan Malaka berpendapat tentang Revolusi Indonesia? 'Revolusi Indonesia sebagian kecil menentang sisa-sisa feodalisme dan sebagian yang terbesar menentang imperialisme Barat yang lalim ditambah lagi oleh dorongan kebencian bangsa Timur terhadap bangsa Barat yang menggencet dan menghinakan mereka'.
-
Apa rumah masa kecil Tan Malaka? Berbentuk Rumah Gadang Mengutip dari beberapa sumber, rumah masa kecil Tan Malaka ini berdiri gagah jauh dari permukiman warga di Limapuluh Kota tersebut berbentuk Rumah Gadang atau rumah tradisional masyarakat Minangkabau.
-
Apa yang Tan Malaka pikirkan tentang revolusi? 'Revolusi timbul dengan sendirinya sebagai hasil dari berbagai keadaan'.
-
Mengapa Tan Malaka menganggap penting pendidikan? 'Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali.' Tan Malaka
-
Kenapa Rumah Tan Malaka jadi objek wisata? Dalam rangka mengenang jasanya, rumah Tan Malaka kemudian dijadikan objek wisata bersejarah.
Dalam pidatonya yang berapi-api di Societet yang kini menjadi gedung RRI di Jalan Jenderal Soedirman Purwokerto, tamsil politik non diplomasi lantang diteriakkan Tan bahwa orang tak akan berunding dengan maling di rumahnya sendiri.
"Di Purwokerto ini, Tan mendapat dukungan Jenderal Soedirman. Mereka dua sekawan yang menolak jalan diplomasi, memilih bergerilya melawan kolonial Belanda," kata Umum yang juga politisi dari Partai Demokrat ini.
Sedang Akademi dari Universitas Jenderal Soedirman, Lutfhi Makhasin menilai Purwokerto menjadi pilihan digelarnya rapat politik Persatuan Perjuangan, 4-5 Januari 1946, bukan karena daerah itu basis kuat dari Partai Murba. Menurutnya, konteks sosial Purwokerto pasca-revolusi kemerdekaan dianggap paling minim potensi kerawanan.
Sebabnya, di kota tersebut transisi kekuasan dari Jepang ke pemerintah RI berjalan minim gejolak dan saat itu Divisi 5 Banyumas merupakan salah satu satu organisasi militer terkuat dengan persenjataan terlengkap.
"Konteks sosial Purwokerto tahun itu paling memungkinkan untuk menggelar konsolidasi politik serta mendukung seruan Tan tentang tujuh program minimum yang benang merahnya kemerdekaan 100% sebagai tuntutan mutlak," katanya.
Ditambahkan oleh Ketua AJI Kota Purwokerto, Rudal Afgani Dirgantara gagasan Tan tentang independensi perlu terus digemakan mengingat tanda-tanda collapsing civilizations telah menyeruak di berbagai sektor dalam hidup sehari-hari. Tanda-tanda itu, di bidang jurnalistik ia contohkan pada praktik kewartawanan di mana fenomena pemberian amplop (sogokan) menjadi kata kunci yang membuat wartawan tak mampu menulis fakta apa adanya.
Artinya, verifikasi sebagai esensi jurnalisme dipengaruhi untuk sengaja dikaburkan, ditiadakan dari kejadian benar-benar serta fakta pun dalam hal ini tak lagi suci.
"Kampanye soal independensi perlu digalakkan terus. Gagasan Tan Malaka juga bisa jadi pandu bagi independensi jurnalis. Bagaimana mungkin seorang wartawan mampu membongkar kebobrokan, merekonstruksi suatu kejahatan atau mengungkapkan pendapat kritis demi perbaikan soisal ketika ia sangat berpotensi tak bisa menuliskan fakta sebab rayuan sogokan," tandasnya.
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tan Malaka adalah seorang tokoh sejarah yang memainkan peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Baca SelengkapnyaKediaman salah satu tokoh revolusioner Indonesia yang tersohor ini sebagai salah satu saksi bisu ketika masa hidupnya.
Baca SelengkapnyaSeorang tokoh intelektual, pendidik, penulis, dan tokoh pergerakan asal Minangkabau ini hidup di masa Hindia Belanda dan Orde Lama.
Baca SelengkapnyaSelama berkecimpung di ranah perpolitikan, Djohan dikenal dengan pergerakan bawah tanahnya.
Baca SelengkapnyaPerlawanan yang dilakukan kaum PKI terhadap pemerintah Hindia Belanda ini pecah di Minangkabau atau tepatnya di daerah Silungkang dekat tambang Sawahlunto.
Baca SelengkapnyaSosok pahlawan dari Tanah Batak yang begitu berjasa melawan kolonialisme Belanda yang sudah mulai dilupakan.
Baca SelengkapnyaHari ini adalah 128 tahun wafatnya Teuku Nyak Makam yang patut dikenang oleh masyarakat Indonesia.
Baca SelengkapnyaDalam setiap ceramah dan khotbahnya, ia selalu menentang kebijakan politik Belanda.
Baca SelengkapnyaSosok ini bergerak masif di bawah tanah untuk mengajak rakyat melawan penjajah.
Baca SelengkapnyaMelanchton Siregar resmi menerima gelar Kolonel Tituler pada tahun 1947.
Baca SelengkapnyaPanglima Perang dari Riau ini terlibat langsung dalam peperangan melawan Belanda di Sumatera Barat di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol.
Baca SelengkapnyaLuat Siregar, sosok wali kota Medan pertama setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Baca Selengkapnya