Migrant Care Sebut Ada Ketua Bawaslu dan KPU Saat Uya Kuya Diduga Kampanye di Malaysia
Migrant Care mempertanyakan alasan Bawaslu menolak laporan terkait dugaan pelanggaran Uya Kuya
Migrant Care Sebut Ada Ketua Bawaslu dan KPU Saat Uya Kuya Diduga Kampanye di Malaysia
Migrant Care mempertanyakan alasan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menolak laporan dugaan pelanggaran yang dilakukan caleg Partai Amanat Nasional (PAN) Surya Utama alias Uya Kuya, saat hari pencoblosan di Kuala Lumpur, Malaysia.
Staf Pengelolaan Pengetahuan, Data dan Publikasi Migrant Care, Trisna Dwi Yuni Aresta mengungkap rasa kecewanya atas sikap dari Bawaslu yang menolak tanpa kajian dan alasan yang jelas.
"Jadi seharusnya laporan kami ke Bawaslu itu terkait Uya Kuya, Bawaslu harus menunjukan dong laporan kami itu tidak diregistrasi tidak memenuhi syarat gara-gara apa," tutur Trisna saat diskusi Jaga Pemilu di Jakarta, Sabtu (24/2).
"Itu yang memang mengganggu kita. Karena tidak ada satu kajian Bawaslu yang dilampirkan," tambahnya.
Padahal, Trisna mengungkap saat Uya Kuya yang datang sekira pukul 10.00 waktu setempat di gedung WTC, Kuala Lumpur, ternyata di gedung yang sama sedang ada Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dan Ketua KPU Hasyim Ashari.
"Ya jadi gini, memang ketika Uya Kuya datang di gedung WTC itu Rahmad Bagja dan Hasyim Ashari, dan Idham Kholik sedang ada di gedung itu. Dan Rahmat Bagja, tim kami sudah menyampaikan kepada tim Bawaslu di situ," ujarnya.
Namun demikian, Trisna menyebut kehadiran Uya Kuya saat ini nampak didiamkan. Padahal, dalam laporannya telah dimasukan soal kehadiran pimpinan Bawaslu dan KPU di sana.
"Rahmat Bagja, ada di situ juga. Ini tepat di TPSLN ada di IG Migrant Care. Di akhir laporan saya bahkan sudah saya note ini tuh ada Pak Rahmat Bagja ada ketua KPU juga jangan sampai ini luput dari mereka kan malu-maluin juga," tambahnya.
Sementara, Trisna selaku pelapor bersama timnya yang telah mengajukan beberapa bukti yang tertuang dalam dokumen B1 terkait kehadiran Uya Kuya diduga melalukan kampanye, dengan menunjukan dua jari.
"Bukan (nyoblos di sana). Nah ini tanpa kepentingan yang jelas. Apa maksudnya dia ke situ, dia bukan DPT ke situ. Dia bukan dalam menggunakan metode memilih, di situ," ujarnya.
Trisna juga telah menjelaskan dalam laporannya yang mengacu pada Undang-Undang Pemilu serta Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 48 PUU tahun 2018 soal citra diri.
"Kampanye itu ragamnya ada apa aja, kan salah satunya ada citra diri, nah citra diri ketika dia datang ke TPS itu harus dilihat citra diri dia yang ingin tampil ke hadapan pemilih di situ. Nah itu kan melanggar Undang-undang kampanye dan diperkuat keputusan MK, itu termasuk kampanye," jelasnya.